A. Latar Belakang
Belajar merupakan suatu proses yang kompleks ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku, bersifat relatif permanen dan prosesnya ditandai dengan adanya interaksi dengan lingkungan sekitar pebelajar baik lingkungan alam maupun sosial budayanya. Berkaitan dengan hasil dari belajar yang dialami ada teori belajar yang sering diterapkan dalam dunia pendidikan yaitu teori belajar behavioristik walaupun ada juga yang telah mengaplikasikan berbagai teori belajar yang ada. Bila hanya menggunakan paradigma behavioristik maka akan terbentuk pebelajar yang hanya menjunjung tinggi kekerasan.
Pengetahuan dari waktu ke waktu selalu mengalami perkembangan, begitu dengan pendidikan. Manusia memperoleh pengetahuan dari berbagai sumber antara lain pengalaman pribadi, pendapat ahli, tradisi, intuisi, penalaran dan keyakinan benar salah. Dari penjelasan ini jelas pengetahuan merupakan segala sesuatu yang ditangkap oleh manusia mengenai obyek sebagai hasil dari proses mengetahui baik melaui indra maupun akal.
Perkembangan pengetahuan sejalan dengan perkembangan berbagai teori belajar, karena pengetahuan salah satunya diperoleh dengan belajar, sehingga tidak mustahil bermunculan teori-teori belajar antara lain teori belajar koneksionalisme, kondisioning, behaviorisme dan laian-lain, yang masing-masing teori mempunyai kelemahan dan kelebihan.
Mencermati berbagai teori-teori belajar dengan segala kelebihan dan kekurangannya, Vygotsky seorang psikolog berpandangan bahwa anak membangun sendiri pengetahuan dan pemahamannya, dan tidak secara pasif menerima pengetahuan yang diberikan kepadanya (Vygotsky dalam Mukminan; 35). Pendapat tersebut hampir sama dengan Pieget yang menyatakan bahwa pembentukan pengetahuan itu terjadi melalui interaksi anak dengan obyek fisik secara langsung dan anak melakukan sendiri. Kedua hal inilah yang kemudian mendasari munculnya teori kontruktivisme.
A. Pentingnya Teori Belajar Revolusi Sosiokultural
Belajar merupakan suatu proses yang komplek yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya. Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dengan lingkungannya, baik lingkungan alam maupun sosial budayanya. Dalam proses belajar bila kita hanya mengandalkan paradigma behavioristik maka kita akan mencetak orang-orang yang mengagungkan kekerasan dan mengadalkan keseragaman, tapi tidak menghargai adanya perbedaan. Hal ini terjadi karena siswa harus mempersiapkan diri memasuki era demokrasi yang sebenarnya adalah era yang ditandai dengan keragaman perilaku, adanya penghargaan terhadap saesuatu yang bebedasehingga perlu adanya perubahan dibidang pendidikan dan pembelajaran dengan teori belajar sosiokultural.
Ada 2 tokoh yang mendasari teori belajar revolusi sosiokultural:
1. Piagetian
Teori belajar yang akan berkembang menjadi aliran konstruktivis personal. Menurut Piagetian belajar ditentukan karena adanya karsa individu artinya pengetahiuan berasal dari individu. Siswa berdiri terpisah dan berinteraksi dengan lingkungan sosial yaitu interaksi antara siswa dengan tenman sebayanya dibanding dengan orang-orang yang lebih dewasa. Lingkungan sosial dalam hal ini merupakan lingkungan sekunder, penentu utama terjadinya belajar adalah individu yang bersangkutan. Pendapat ini merupakan pendapat yang kontra produktif pada kegiatan pembelajaran jika dilihat darin perspektif revolusi sosiokultural saat ini.
Menurut Piagietian penataan kondisi tidak menjadi penyebab belajar sesuai yang diungkapkan oleh aliran behavirisme, tapi merupakan sekedar memudahkan belajar. Keaktifan siswa penentukesuksesan belajar. Aktivitas mandiri jaminan untuk mencapai hasil belajar yang optimal. Perkembangan kognitif merupakan proses genetik artinya prosesnya didasarkan atas mekanisme biologi yang diikuti oleh proses adaptasi biologis dengan lingkungannya dalam proses mencari keseimbangan atau ekuilibrasi yang membutuhkan proses adaptasi. Ada 2 macam proses adaptasi yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi yaitu siswa mengintegrasikan pengetahuan baru dari luar ke dalam struktur kognitif yang telah ada di dalam dirinya. Sedangkan akomodasi adalah sisw memodifikasi struktur kognitif yang telah ada dengan pengetahuan baru yang diperolehnya.
2. Vygotsky
Menurut Vygotsky jalan pikiran seseorang harus dimengerti dari latar sosial budaya dan sejarahnya artinya untuk menelusuri asal usul jalanpikiran seseorang dengan cara menelusuri asal usul tindakan sadarnya dari interaksi sosial (aktivitas dan bahasa yang digunakan) yang dilatari oleh sejarah hidupnya.
Peningkatan fungsi-fungsi mental berasal dari kehidupan sosial atau kelompoknya, bukan dari individu itu sendiri.
Kondisi sosial sebagai tempat penyebaran dan pertukaran pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai sosial budaya. Anak-anak memperoleh berbagai pengetahuan dan ketrampilan melalui interakso sehari-hari baik lingkungan sekolah maupun keluarganya secara aktif. Perolehan pengetahuan dan perkembangna kognitif sesuai dengan teori sosiogenesis yaitu kesadaran berinteraksi dengan lingkungan dimensi sosial yang bersifat primer dan demensi individual bersifat derivatif atau turunan dan sekunder, sehingga teori belajar Vygotsky disebut dengan pendekatan Co-Konstruktivisme artinya perkembangan kognitif seseorang disamping ditentukan olehindividu sendiri secara aktif, juga ditentukan oleh lingkungan sosial yang aktif pula. Ada 4 konsep pensting dalam teori sosiogenesis Vygotsky tentang perkembangan kognitif sesuai dengan revolusi sosiokoltural dalam teori belajar dan pembelajaran yaitu genetic law of development, zona of proximal development dan mediasi
B. Implikasi dan Aplikasi teori revolusi sosiokultural
1. Implikasi teori cultural dalam pembelajaran
Implikasi teori cultural dalam proses belajar mengajar menurut Mukminan dkk(1998; 42) sebagai berikut :
a. Makna belajar
Implikasi teori revolusi sosiokultural dalam proses pembelajaran karakteristiknya sebagai berikut :
a) Belajar merupakan proses pembentukan makan.
b) Belajar bukanlah proses mengumpulkan informasi, melainkan proses pengembangan pemahaman atau pemikiran dengan membuat pemahaman baru.
c) Proses belajar terjadi pada saat terjadi ketidakseimbangan struktur kognitif pada diri seseorang.
b. Implikasinya di dalam kelas:
1) Proses kontruksi pengetahuan berlangsung dalam diri individu.
2) Proses belajar harus diciptakan secara autentik dan alami dalam kontek sosio cultural
3) Guru mendorong dan menerima otonomi serta inisiatif anak.
4) Guru dalam menyusun tugas mrnggunakan terminologi kognitif yang merangsang dan mendorong proses berpikir tingkat tinggi.
5) Guru memberi kesempatan pada anak didik untuk memberi respon terhadap proses pembelajaran ,untuk meningkatkan proses pembelajaran merubah strategi dan isi pembelajaran.
6) Memberikan kegiatan yang menumbuhkan rasa ingin tahu siswa dan membantu mereka untuk mengekspresikan ide-idenya dan mengkomunikasikannya pada orang lain.
7) Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan murid bertanggung jawab dalam melakukan kegiatan belajar.
8) 9). Guru memahami proses pemahaman konsep anak terlebih dahulu sebelum menyampaikan pemikiran konsep tersebut.
9) Guru mendorong terjadinya proses dialog baik dengan guru, sendiri maupun sesame teman.
10) 11).Guru mendorong untuk melakukan inquiri dengan mengajukan pertanyaan terbuka, menantang, dan mendorong mereka untuk saling mengajukan pertanyaan diantara teman.
11) Guru memahami elaborasi respon awal anak.
12) Guru memberikan anak pengalaman belajar yang mendorong munculnya kontradiksi pemikiran dan mendorongya untuk melakukan diskusi.
13) Guru memberikan kesempatan atau waktu pada anak untuk berpikir setelah diberi pertanyaan.
14) Guru memberi waktu pada anak untuk membangun keterkaitan atau hubungan dan mencipta metaphor.
15) Guru memelihara keingintahuan yang alami dari anak melalui penggunaan learning cycle model .
16) Memonitor dan mengevaluasi proses berpikir siswa, dan memberikan umpan balik sehingga proses pembentukan makna berjalan secara sistematik.
2. Aplikasi teori cultural dalam pendidikan.
Penerapan teori cultural dalam pendidikan dapat terjadi pada 3 jenis pendidikan yaitu:
a. Pendidikan informal (keluarga)
Pendidikan anak dimulai dari lingkungan keluarga, dimana anak pertama kali melihat, memahami, mendapatkan pengetahuan, sikap dari lingkungan keluarganya. Oleh karena itu perkembangan prilaku masing-masing anak akan berbeda manakala berasal dari keluarga yang berbeda, karena factor yang mempengaruhi perkembangan anak dalam keluarga beragam, misalnya: tingkat pendidikan orang tua, factor ekonomi keluarga, keharmonisan dalam keluarga dan sebagainya.
Pendidikan dalam keluarga sangat berpengaruh sekali dalam perkembangan anak, karena kehidupan anak lebih banyak dalam lingkungan keluarga. Anak mempelajari tradisi yang berlaku dalam keluarganya yang diwariskan oleh kedua orang tuanya. Meskipun begitu kadang-kadang lingkungan di luar keluarga lebih besar pengaruhnya. Jelaslah dalam keluarga anak belajar sosio cultural dalam keluarga.
b. Pendidikan nonformal.
Penddidikan nonformal yang berbasis budaya banyak bermunculan untuk memberikan pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku pada anak , misalnya kursus membatik, kursus menjahit, sanggar tari tradisi, dan banyak lagi. Pendidikan ini diberikan untuk membekali anak hal-hal tradisi yang berkembang dilingkungan social masyarakatnya.
c. Pendidikan formal.
Aplikasi teori cultural pada pendidikan formal dapat dilihat dari beberapa segi antara lain:
1). Kurikulum.
Khususnya untuk pendidikan di Indonesia pemberlakuan kurikulum pendidikan sesuai Peraturan Menteri nomor 24 tahun 2006 tentang pelaksanaan KTSP, Peraturan Menteri nomor 23 tahun 2006 tentang standar kompetensi, dan Peraturan Menteri nomor 22 tahun 2006 tentang standar kompetensi dan kompetensi dasar, jelas bahwa pendidikan di Indonesia memberikan pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap kepada anak untuk mempelajari sosio cultural masyarakat Indonesia maupun masyarakat internasional melalui beberapa mata pelajaran yang telah ditetapkan. Beberapa mata pelajaran diantaranya: pendidikan kewarganegaraan, pengetahuan social, muatan local, kesenian, dan olah raga. Hal itu tercermin dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar dari masung-masing mata pelajaran yang telah ditetapkan
2). Siswa.
Dalam pembelajaran KTSP anak mengalami pembelajaran secara langsung ataupun memelui rekaman. Oleh sebab itu pengetahuan, ketrampilan , nilai dan sikap bukan sesuatu yang verbal tetapi anak mengalami pembelajaran secara langsung. Selain itu pembelajaran memberikan kebebasan anak untuk berkembang sesuai bakat, minat, dan lingkungannya pencapaiannya sesuai standar kompetensi yang telah ditetapkan.
3). Guru
Guru bukanlah nara sumber segala-galanya, tetapi dalam pembelajaran lebih berperanan sebagai fasilitator, mediator, motivator, evaluator,desainer pembelajaran dan tutor. Masih banyak peran yang lain, oleh karenanya dalam pembelajaran ini peran aktif siswa sangat diharapkan, sedangkan guru membantu perilaku siswa yang belum muncul secara mandiri dalam bentuk pengayaan, remedial pembelajaran.
Sumber Bacaan
Mukminan. 1998. Belajar dan Pembelajaran. Modul Kuliah. UNY, Pascasarjana
Asri Budiningsih. 2003. Belajar dan Pembelajaran. Modul Kuliah. UNY, Pascasarjana.
thanks ya...............
laen kali bwt lgi yg kyk gni...........
cz, b'guna bgt bwt kulqu.........
makaci y...
tulisana ni ngebantu Q bgt lho...