Tampilkan postingan dengan label FILSAFAT ILMU. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label FILSAFAT ILMU. Tampilkan semua postingan
CHE

A. PENDAHULUAN

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang ditangkap manusia mengenai objek sebagai hasil dari proses mengetahui baik melalui indra maupun akal. Jadi, segala sesuatu yang kita lihat, kita rasakan, kita pikirkan merupakan pengetahuan.

Pengetahuan juga didapat dari proses berpikir. Proses berpikir tersebut merupakan kemampuan manusia dalam menggunakan akal untuk memahami lingkungannya. Tanpa berpikir manusia tidak bisa diakui keberadaannya seperti yang dikemukakan oleh René Descartes yaitu Je pense donc je suis atau Cogito Ergo Sum, yang berarti Saya berpikir maka saya ada. Keberadaan saya diakui karena saya berpikir. Dari kemampuan berpikirnyalah, manusia mampu mengembangkan pengetahuan. Untuk mengembangkan pengetahuan manusia melakukan proses berpikir ilmiah yaitu berpikir sesuai dengan kaidah-kaidah keilmiahan.

Berpikir dilakukan di bidang apapun dan kesempatan apapun, begitu juga di bidang pendidikan. Begitu banyak pakar pendidikan yang telah memikirkan bagaimana cara untuk mengembangkan pendidikan karena pendidikan adalah proses yang terus menerus berubah atau berkembang menyesuaikan kebutuhan perkembangan zaman dan perkembangan teknologi.

Beberapa tokoh yang memberikan kontribusi besar dalam perkembangan pendidikan melalui pemikirannya antara lain John Dewey, C.S. Peirce, Herbert Spencer, dan masih banyak tokoh pendidikan lain yang begitu berjasa menyumbangkan pikiran demi perkembangan dunia pendidikan.

Begitu banyak pendapat para ahli yang disumbangkan demi kemajuan pendidikan. Salah satu tokoh yang memberikan perubahan besar pada teori dan praktek pendidikan adalah John Dewey, oleh karena itu makalah ini sendiri selanjutnya akan membahas tentang pemikiran-pemikiran John Dewey dalam pengembangan dunia pendidikan.

B. BIOGRAFI SINGKAT JOHN DEWEY (1859-1952)

John Dewey lahir di Burlington, Vermont tanggal 20 Oktober 1859. Dewey adalah Bapak Pendidikan Amerika (Yusufhadi, 2005), karirnya di bidang filosofi dimulai setelah lulus tahun 1879. Tahun 1884 Dewey mendapat gelar doctor dari John Hopkins University dengan disertasi tentang filsafat Kant. Sebagian besar kehidupannya duhabiskan dalam dunia pendidikan dan diterima mengajar di University of Michigan (1884-1894).

Tahun 1899, Dewey menulis buku tentang berjudul The School and Sociaty, yang memformulasikan metode dan kurikulum sekolah yang membahas tentang pertumbuhan anak dan membantu mendirikan sekolah baru bagi Social Research di New York.

Tahun 1894 Dewey berpindah tugas ke University of Chicago dan menjadi kepala jurusan filsafat, psikologi dan pendidikan. Di sini, Dewey mengembangkan aliran Pragmatisme bersama dengan Charles Sanders Peirce dan William James, di universitas ini pulalah Dewey memperoleh gelar Profesor of Philosophy pada tahun yang sama.

Tahun 1904 Dewey berpindah ke Columbia University di Department of Philosophy hingga purna tugas. Gagasan filosofis Dewey yang terutama adalah problem pendidikan yang kongkrit, baik yang bersifat teori maupun praktek. Reputasinya terletak pada sumbangan pemikirannya dalam filsafat pendidikan progresif di Amerika.

Dewey akhirnya meninggal dunia tanggal 1 Juni 1952. Sepanjang hidup dan karirnya, Dewey telah banyak menulis buku maupun artikel mengenai teori pengetahuan dan metafisika, serta pendidikan. Buku yang paling penting adalah How We Think (1910) dan Democracy and Education (1916) merupakan karya yang fenomenal, Freedom and Cultural, art and Eksperience, The Quest of Certainty Human Nature and Conduct (1922), Experience and Nature (1925) (http://www.iep.utm.edu).

C. PEMIKIRAN DEWEY TENTANG PENDIDIKAN

Pemikirannya banyak dipengaruhi oleh teori evolusi dari Charles Darwin. Yang mengajarkan bahwa hidup adalah suatu proses, dimulai dari tingkatan yang terendah berkembang, maju dan meningkat. Hidup tidak statis melainkan dinamis. Menurutnya dunia ini penciptaannya belum selesai, segala sesuatunya akan mengalami perubahan, tumbuh dan berkembang tiada batas dan tidak ada finalnya.

John Dewey adalah salah satu pendiri aliran pragmatisme yang menganggap kegiatan belajar adalah kegiatan yang aktif. Aliran pragmatisme disebut juga instrumentalisme atau eksperimentalisme untuk membedakan dengan tokoh penganut aliran yang sama.

Instrumentalisme karena menganggap bahwa dalam hidup ini tidak dikenal tujuan akhir, melainkan hanya tujuan antara dan sementara yang merupakan alat untuk mencapai tujuan berikutnya dan eksperimentalisme karena menggunakan metode eksperimen dan berdasarkan atas pengalaman dalam menentukan kebenarannya. Pengalaman adalah salah satu kunci filsafat instrumentalism. Pengalaman merupakan keseluruhan aktivitas manusia yang mencakup segala proses yang saling mempengruhi antara organisme hidup dalam lingkungan fisik dan sosial.

Filsafat instrumentalisme Dewey dibangun berdasarkan asumsi bahwa pengetahuan berpangkal dari pengalaman-pengalaman yang bergerak dan bergerak kembali menuju pengalaman, untuk menyusun kembali pengalaman-pengalaman tersebut diperlukan pendidikan yang merupakan transformasi yang terawasi pengdari keadaan yang tidak menentu kearah keadaan tertentu .

Aliran Pragmatisme Dewey yakin bahwa akal manusia aktif selalu ingin meneliti, tidak pasif dan tidak begitu saja menerima pandangan tertentu sebelum dibuktikan kebenarannya secara empiris. Pikirin tidak bertentangan dan tidak terpisah dari dunia, melainkan merupakan bagian dari dunia. Pengetahuan sebagai transaksi antara manusia dan lingkungannya dan kebenaran merupakan bagian dari pengetahuan.

Manusia dalam kehidupannya memerlukan alat untuk memecahkan masalah-masalah tersebut yang selalu akan muncul karena pengalaman pada dasaranya selalu berubah. Uyoh (2007) mengatakan bahwa alat untuk memecahkan masalah tersebut adalah pengetahuan-pengetahuan tentatif atau hipotesis.

Dalam dunia pendidikan utamanya pendidikan yang berlangsung disekolah, Dewey berpendapat bahwa sekolah tidak perlu ditempuh dalam waktu yang lama dan ketat. Idenya siswa datang ke sekolah untuk melakukan kegiatan, untuk mendapatkan sesuatu yang berguna bagi hidup di masyarakat. Apa yang diberikan di sekolah haruslah sesuatu yang nyata yang nantinya dapat dipraktekkan dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagai contohnya, pelajaran matematika dapat disampaikan dengan cara yang menyenangkan seperti dilakukan dengan memasak atau berbelanja di pasar atau toko (http://wilderdom.com).

Penyampaian materi dengan praktek langsung di sekolah menurut Dewey akan lebih mudah dipahami oleh pebelajar. Hal ini sejalan dengan yang dikatakannya yaitu “Education is life itself”.

Pendapat Dewey juga bahwa pendidikan merupakan proses sosial dimana anggota masyarakat yang belum matang (terutama anak-anak) diajak ikut berpartisipasi dalam masyarakat. Tujuan pendidikan adalah memberikan kontribusi dalam perkembangan pribadi dan sosial seseorang melalui pengalaman dan pemecahan masalah yang berlangsung secara reflektif (Reflective Thinking).

Dewey dan Peirce memiliki pemikiran bahwa suatu ide itu benar apabila berakibat memberi kepuasan jika diuji secara objektif dan ilmiah. Untuk memecahkan masalah-masalah sosial dan perorangan yang paling penting, diharapkan menerapkan logika sains pada pengalaman yang problematis.

John Dewey dalam menerapkan konsep pragmatisme secara eksperimental dalam memecahkan masalah dengan 5 langkah utama yaitu:

  1. Adanya suatu kesulitan yang dirasakan.

Kesulitan mungkin dirasakan dengan adanya kepastian yang memadai, sehingga hal ini menyebabkan akal budi memikirkan pemecahannya yang mungkin atau menimbulkan kegelisahan atau kejutan yang tidak jelas sehingga baru kemudian mencetuskan upaya yang pasti untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Pada langkah ini pebelajar mempunyai pengalaman langsung dari keterlibatannya artinya dalam tahap ini, pebelajar merasakan adanya permasalahan setelah mengalami langsung situasi belajar.

  1. Menentukan letak dan batas kesulitan

Langkah ini menuntun pebelajar untuk berfikir kritis yang terkendali dan pemikiran yang tidak terkendali. Berdasarkan pengalaman pada langkah pertama tersebut pebelajar mempunyai masalah khusus yang merangsang pikirannya, dalam langkah ini pebelajar mencermati permasalahan dan timbul upaya mempertajam masalah sampai pada menentukan faktor-faktor yang diduga menyebabkan timbulnya masalah.

  1. Saran pemecahan yang mungkin

Pebelajar mempunyai atau mencari informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah tersebut, dalam langkah ini pebelajar memikirkan dan merumuskan penyelesaian masalah dengan mengumpulkan data-data pendukung.

  1. Pengembangan melalui penalaran dari langkah ketiga

Pada langkah ini pebelajar mengembangkan berbagai kemungkinan dan solusi tentatif untuk memecahkan masalah, pebelajar berusaha untuk mengadakan penyelesaian masalah dengan memunculkan hipotesis penyelesaian masalah

  1. Melakukan pengamatan dan percobaan lebih lanjut

Pada langkah kelima mengarahkan pada penerimaan atau penolakan kesimpulan mengenai keyakinan atau kesangsian. Artinya pebelajar menguji kemungkinan dengan jalan menerapkannya untuk memecahkan masalah sehingga pebelajar menemukan sendiri keabsahan temuannya, pebelajar mencoba menyelesaikan permasalahan dengan menguji hipotesis yang sudah disusunnya dan kemudian menarik kesimpulan. Menguji hipotesis dilakukan dengan eksperimen, pengujian dan perekaman data di lapangan. Data-data dihubungkan satu dengan yang lain agar nantinya ditemukan keterkaitan antar data tersebut dengan melakukan analisis. Berdasarkan analisis data tersebut kemudian ditarik kesimpulan yang mendukung atau menolak hipotesis (Yusufhadi, 2005 :129).

Dari langkah di atas, Dewey berusaha menyusun suatu teori yang logis dan tepat berdasarkan konsep, pertimbangan, penyimpulan dalam bentuknya yang beraneka ragam, dalam arti alternatif. Menurutnya apa yang dikatakan benar adalah apa yang pada akhirnya disetujui oleh semua orang yang menyelidikinya. Jadi menurut Dewey, kesimpulan penelitian yang dihasilkan haruslah berlaku secara umum tidak hanya untuk kasus tertentu saja.

Kegiatan berpikir timbul karena adanya gangguan terhadap situasi yang menimbulkan masalah bagi manusia (langkah 1,2) untuk memecahkannya disusun hipotesis sebagai bimbingan bagi tindakan berikutnya. Dewey menegaskan bahwa berpikir ilmiah merupakan alat untuk memecahkan masalah, yang kemudian disebut metode ilmiah. Metode ilmiah tersebut oleh Dewey disebut dengan reflective thinking. Langkah-langkah metode ilmiah menurut Nana (2007) adalah sebagai berikut:

  1. Mengidentifikasi masalah
  2. Merumuskan dan membatasi masalah
  3. Menyusun hipotesis
  4. Mengumpulkan dan menganalisis data
  5. Menguji hipotesis dan menarik kesimpulan

D. SUMBANGAN PEMIKIRAN DEWEY

Tugas filsafat adalah memberikan garis-garis pengarahan bagi perbuatan dalam kenyataan hidup. Filsafat harus berpijak pada pengalaman dan meneliti serta mengolah pengalaman tersebut secara kritikal. Implikasi teori epistemology terhadap pendidikan, khususnya dalam proses belajar mengajar di sekolah, guru harus menyusun situasi belajar di sekitar masalah khusus, yang pemecahannya diserahkan kepada siswa.

Pemuda merupakan pelajar alami, karena secara alamiah mereka ingin tahu, ingin mengadakan eksplorasi terhadap lingkungan tempat dia tinggal. Anak akan lebih banyak belajar dari apa yang mendorong dia untuk meneliti dan menarik perhatiannya. Guru harus memberi kesempatan kepada siswa untuk 1) belajar apa yang ia ingin ketahui, 2) selalu ingin mengetahui yang berkatian dengan pelajaran, seperti sains, bahasa, sejarah, dll.

John Dewey merupakan tokoh pragmatisme yang secara eksplisit membahas pendidikan, dan secara sistematis menyusun teori pendidikan yang didasarkan atas filsafat pragmatisme. Menurutnya ada dua teori pendidikan yang saling bertentangan yaitu paham konservatif dan unfolding theory.

Teori konservatif mengemukakan bahwa pendidikan adalah sebagai suatu pembentukan terhadap pribadi anak tanpa memperhatikan kekuatan-keluatan atau potensi-potensi yang ada dalam diri anak. Dalam proses belajar anak seabagi siswa harus diberi kebebasan dan harus aktif artinya tidak hanya menerima pengetahuan yang diberikan guru, begitu pula guru harus menciptakan suasana agar siswa senantiasa haus akan pengetahuan. Namun kenyataan yang ada pendidikan yang menentukan segalanya. Pendidikan merupakan proses pembentukan jiwa dari luar, dimana mata pelajaran telah ditentukan menurut kemauan guru, sehingga siswa tinggal menerima saja. Dalam hal ini Dewey berpandangan sebagai berikut:

“It is rather formation of mind by setting up certain associations or connection of content by means of a subject matter presented from without. Education proceeds by instruction taken a strictly liberal sense, a building into the mind from without.”

Unfolding theory berpandangan bahwa anak akan berkembang dengan sendirinya karena ia telah memiliki kekuatan-kekuatan laten dimana perkembangan anak telah memiliki tujuan yang pasti. Pendapat Dewey dikutip dari Uyoh (2007) adalah sebagai berikut:

“ Development is conceived not as continous growing, but as unfolding of latent powers toward a definite goal. The goal is conceived of as completion, perfection.”

Dewey dalam Uyoh (2007) menyampaikan bahwa pendidikan itu penting karena.

  1. Pendidikan merupakan kebutuhan untuk hidup

Pendidikan merupakan kebutuhan untuk hidup karena ada anggapan bahwa pendidikan berfungsi sebagai alat dan sebagai pembaharuan hidup. Menurutnya hidup adalah a self renewing process through action upon environment. Dalam pemenuhan kebutuhan tersebut terjadi interaksi antara individu dengan lingkungannya. Adanya kelangsungan hidup karena adanya adaptasi. Kehidupan masyarakat tumbuh melalui proses transmisi seperti kehidupan biologis yang berlangsung melalui perantara atau alat komunikasi dalam bertindak, berpikir, dan merasakan dari yang lebih tua dengan yang muda. Maka untuk kelangsungan hidup diperlukan suatu usaha untuk mendidik anggota masyarakat agar nantinya pemenuhan kebutuhan tersebut akan terus berlangsung. Renewal of life tidak berlangsung secara otomatis tetapi tergantung pada banyak factor seperti teknologi, seni, ilmu dan perwujudan moral kemanusiaan.

  1. Pendidikan sebagai pertumbuhan.

Pertumbuhan merupakan suatu perubahan tindakan yang berlangsung terus menerus untuk mencapai suatu hasil selanjutnya. Pertumbuhan terjadi karena adanya kebelummatangan. Dalam kebelummatangan tersebut anak memiliki kapasitas pertumbuhan potensi, yaitu kapasitas yang dapat tumbuh menjadi sesuatu yang berlainan, karena pengaruh yang datang dari luar. Cirinya adalah adanya ketergantungan dan plastisitas anak. Kekuatan untuk tumbuh tergantung pada kebutuhan atau ketergantungan anak terhadap orang lain. Ketergantungan tersebut haruslah dilihat sebagai pertumbuhan yang tersembunyi yang belum diolah. Fisik yang lemah diartikan sebagai suatu kebelummampuan dalam meniru lingkungan. Pertumbuhan merupakan karakteristik dari hidup, sedangkan pendidikan adalah hidup itu sendiri dan pertumbuhan itu sendiri.

  1. Pendidikan sebagai fungsi sosial

Kelangsungan hidup terjadi karena adanya self renewal yang terjadi karena pertumbuhan. Lingkungan merupakan syarat bagi pertumbuhan dan fungsi pendidikan merupakan a process of leading and bringing up. Pendidikan merupakan cara yang ditempuh masyarakat dalam membimbing anak yang belum matang menurut bentuk susunan sosial sendiri. Setiap tindakan anak selalu berhubungan dengan lingkungan dan dengan yang lainnya. Sekolah sebagai fungsi social mempunyai fungsi sebagai berikut 1) menyederhanakan dan menertibkan faktor-faktor bawaan yang dibutuhkan untuk berkembang, 2) memurnikan dan mengidealkan kebiasaan masyarakat yang ada, 3) menciptakan suatu lingkungan yang lebih luas, dan lebih baik daripada yang diciptakan anak tersebut dan menjadi milik mereka untuk dikembangkan.

E. TUJUAN PENDIDIKAN

Objektifitas tujuan pendidikan harus diambil dari masyarakat tempat si anak hidup dan tempat pendidikan berlangsung karena pendidikan berlangsung dalam kehidupan. Telah dikemukakan sebelumnya bahwa esensi realitas adalah perubahan, tidak ada kebenaran mutlak, nilai itu relatif, sehingga tujuan umum yang berlaku universal itu tidak ada, yang ada adalah tujuan khusus belaka. Tujuan pendidikan tidak dapat diterapkan dalam semua masyarakat kecuali bila ada hubungan timbal balik antara masing-masing individu dalam masyarakat tersebut.

Karakteristik tujuan pendidikan menurut Uyoh (2007) yang harus diperhatikan adalah:

1. Tujuan pendidikan hendaknya ditentukan dari kegiatan yang didasarkan atas kebutuhan instrinsik anak didik

2. Tujuan pendidikan harus mampu memunculkan suatu metode yang dapat mempersatukan aktivitas pengajaran yang sedang berlangsung

3. Tujuan pendidikan adalah spesifik dan langsung

F. PROSES PENDIDIKAN

Pelajaran harus didasarkan pada fakta-fakta yang sudah diobservasi, dipahami, dan dibicarakan sebelumnya. Bahan pelajaran harus mengandung ide-ide yang dapat mengembangkan situasi untuk mencapai tujuan dan harus ada hubungannya dengan materi pelajaran. Pendidikan dalam setiap fase harus memiliki kriteria untuk memanfaatkan kehidupan sosial yang sangat fundamental dalam kehidupan masyarakat.

Dewey tidak setuju dengan bahan pelajaran yang sudah disampaikan sebelumnya. Di sekolah lama terdapat tujuan pendidikan untuk kepentingan masyarakat namun bahan yang diberikan guru terlalu tinggi karena diambilkan dari masyarakat dewasa yang berarti bahwa materi tersebut dipaksakan kepada anak untuk diterima. Diyakini bahwa pikiran anak itu aktif dan kreatif, tidak secara pasif begitu saja menerima apa yang diberikan gurunya. Pengetahuan dihasilkan dengan transaksi antara manusia dengan lingkungannya.

Dalam situasi belajar guru seyogyanya menyusun situasi-situasi belajar sekitar masalah utama yang dihadapi masyarakat yang pemecahannya diserahkan pada siswa untuk sampai kepada pengertian lebih baik tentang lingkungan social maupun lingkungan fisik. Dalam menentukan kurikulum, setiap pelajaran tidak boleh terpisah harus merupakan satu kesatuan. Pengalaman di sekolah dan di luar sekolah harus dipadukan sehingga merupakan satu kebulatan. Caranya adalah dengan mengambil suatu masalah menjadi pusat segala kegiatan yang menarik perhatian anak dan sesuai dengan minat anak.

Metode yang sebaiknya digunakan untuk pembelajaran yang kegiatannya menarik adalah metode disiplin bukan metode kekuasaan. Kekuasaan tidak dapat dijadikan metode pendidikan karena merupakan suatu kekuatan yang datang dari luar dan didasari oleh suatu asumsi bahwa ada tujuan yang baik dan bersifat secara objektif.

Kekuasaan tidak sesuai dengan kemauan dan minat anak serta guru yang menentukan segalanya. Guru memaksakan bahan pelajaran kepada anak dan guru pulalah yang berpikir untuk anak. Dengan demikian anak tidak mungkin akan mempunyai perhatian yang spontan atau minat langsung terhadap bahan pelajaran.

Disiplin merupakan kemauan dan minat yang keluar dari dalam diri anak itu sendiri. Anak akan belajar apabila ia memiliki minat dan antisipasi terhadap suatu masalah untuk dipelajari. Anak tidak akan mempunyai dorongan untuk belajar matematika seandainya ia tidak merasakan suatu masalah dimana ia tidak mengetahuinya. Disiplin muncul dari dalam diri anak, namun dituntut suatu aktivitas dari anak yang lain.

Guru harus merupakan suatu petunjuk jalan serta pengamat tingkah laku anak untuk mengetahui apakah yang menjadi minat perhatian anak. Berdasarkan itu guru dapat menentukan masalah apa yang akan dijadikan pusat perhatian. Dengan demikian dalam proses pembelajaran kedudukan guru 1) tidak boleh memaksakan suatu ide atau pekerjaan yang tidak sesuai dengan minat dan kemampuan siswa, 2) hendaknya menciptakan suatu situasi yang menyebabkan siswa akan merasakan adanya suatu masalah yang ia hadapi sehingga timbul minat untuk memecahkan masalah tersebut, 3) hendaknya mengenal kemampuan serta minat masing-masing siswa untuk membangkitkan minat anak, 4) harus dapat menciptakan situasi yang menimbulkan kerjasama dalam belajar antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara guru dengan guru.

Jadi tugas guru adalah sebagai fasilitator, memberi dorongan dan kemudahan kepada siswa untuk bekerja bersama-sama. Menyelidiki dan mengamati sendiri, berpikir dan menarik kesimpulan sendiri, membangun dan menghiasi sendiri sesuai dengan minat yang ada pada diri siswa. Anak harus dibangkitkan kecerdasannya agar pada diri anak timbul hasrat untuk menyelidiki secara teratur dan akhirnya dapat berpikir ilmiah dan logis yaitu cara berpikir yang didasarkan pada fakta dan pengalaman.

G. KESIMPULAN

Pemikiran Dewey telah memberi sumbangan yang besar dalam pembaharuan dunia pendidikan, utamanya pada proses pembelajaran di kelas yang disarankannya tidak terfokus pada guru melainkan pada siswa, karena siswa mempunyai kekuatan-kekuatan yang luar biasa yang dapat digali dengan menarik minat dan keinginannya untuk mendapatkan pengetahuannya sendiri. Untuk menarik minat dan perhatian siswa dapat dilakukan dengan pembelajaran yang kegitannya difokuskan pada pemecahan masalah (Problem Solving) dan anak diarahkan untuk memecahkan masalah tersebut dengan langkah-langkah dalam metode keilmuan atau metode ilmiah atau yang oleh Deweydisebut dengan Reflective Thinking, jadi guru hanya bertindak sebagai fasilitator.

H. DAFTAR PUSTAKA

C.A. Qadir. (1988). Ilmu Pengetahuan dan Metodenya. Kata Pengantar, Jujun Suria Smantri; Penterjemah Bosco Carvallo, Sonny Keraf. A, & Adre Ata Ujan. Edisi pertama. Jakarta: Obor Indonesia.

Field, Richard. (2007). John Dewey (1859-1952). Diambil Oktober 2007, dari http://www.iep.utm.edu/d/dewey.htm

Hollister, B.C. (2007). Reflective Thinking, John Dewey and PBL. Diambil tanggal 26 September 2007, dari http://www2.imsa.edu/programs/pbln/problems/bernie/dewey.html

Nana Syaodih Sukmadinata. (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Neill, James. (2007). John Dewey: Philosophy of Educational. Diambil Oktober 2007, dari http://wilderdom.com/experiental/JohnDeweyPhilosophyEducation.html

Tauhid Bashori. (2007). Pragmatisme Pendidikan. Diambil pada tanggal 26 Nopember 2007, dari http://www.geocities.com/hotSprings/6774/j-13.html

Uyoh Sadulloh. (2007). Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Yusufhadi Miarso. (2005). Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Prenada Media.

CHE

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam kehidupan sehari – hari manusia sering menjumpai phenomena-phenomena yang membuat manusia merasa kagum, merasa heran. Pada tahap awalnya kekaguman atau keheranan manusia terarah pada gejala-gejala alam. Misalnya gempa bumi, hujan, banjir, melihat laut yang sangat luas, dan lain sebagainya. Orang yang heran berarti dia merasa tidak tahu, atau dia menghadapi persoalan. Kemudian memunculkan rasa ingin tahu manusia terhadap gejala-gejala alam tersebut atau manusia ingin berusaha untuk mencari, menemukan jawaban terhadap persoalan-persoalan yang mereka hadapi tersebut.

Seandainya seseorang berkata kepada kita bahwa dia tahu bagaimana cara bermain gitar, maka seorang lainnya mungkin bertanya : apakah pengetahuan anda itu merupakan ilmu ? tentu saja dengan mudah dia menjawab bahwa pengetahuan bermain gitar itu bukanlah ilmu, melainkan seni. Demikian juga sekiranya seseorang mengemukakan bahwa sesudah mati semua manusia akan dibangkitkan kembali, maka akan timbul pertanyaan serupa : apakah pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat transcendental yang menjorok keluar batas pengalaman manusia dapat disebut ilmu ? tentu saja jawabannya “bukan”, sebab pengetahuan yang berhubungan dengan masalah semacam itu adalah agama. Pengetahuan adalah Segala sesuatu yang ditangkap manusia mengenai obyek sebagai hasil dari proses mengetahui, baik melalui indera maupun akal.

Pengetahuan merupakan khazanah kekayaan mental yang secara langsung atau tak langsung turut memperkaya kehidupan kita. Sulit untuk dibayangkan bagaimana kehidupan manusia seandainya pengetahuan itu tidak ada. Sebab pengetahuan merupakan sumber jawaban bagi berbagai pertanyaan yang muncul dalam kehidupan. Apa yang seharusnya kita lakukan sekiranya anak kita demam panas dan menderita kejang ? lalu lagu apa yang harus kita nyanyikan agar dia tertidur lelap ? sekiranya insan yang sangat kita cintai itu kemudian meninggalkan kita maka ke mana kita mesti berpaling dalam kemelut kesedihan ?

Tiap jenis pengetahuan pada dasarnya menjawab jenis pertanyaan tertentu yang diajukan. Oleh sebab itu agar kita dapat memanfaatkan segenap pengetahuan kita secara maksimal maka harus kita ketahui jawaban apa saja yang mungkin bisa diberikan oleh suatu pengetahuan tertentu. Atau dengan kata lain, perlu kita ketahui kepada pengetahuan mana suatu pertanyaan tertentu harus kita ajukan.

Sekiranya kita bertanya : “apakah yang akan terjadi sesudah manusia mati ?”. maka pertanyaan itu tidak bisa diajukan kepada ilmu melainkan kepada agama, sebab secara ontologis ilmu membatasi diri pengkajian objek yang berada dalam lingkup pengalaman manusia, sedangkan agama memasuki pula daerah penjelajahan bersifat transcendental yang berada diluar jangkauan kita. Ilmu tidak bisa menjawab pertanyaan itu sebab ilmu dalam tubuh pengetahuan yang disusunnya memang tidak mencakup permasalahan tersebut.

Tentu saja pada dasarnya kita boleh mengajukan pertanyaan kepada siapa saja, seperti jika kita tersesat dijalan dan bertanya kepada seseorang yang kebetulan nongkrong ditikungan: pak, tahukah anda jalan ke Universitas Negeri Yogyakarta ? jika yang kita tanyai itu seseorang yang ramah dan dididik untuk bersimpati dengan orang yang sedang kesusahan serta suka menolong ala kadarnya maka barangkali ia akan berkata “Mungkin arah kesana ! dan ditunjukanlah jalan ke Universitas Negeri Yogyakarta. Jawaban seperti itu tentu saja tidak terlalu menolong kita dari kesesatan, tetapi kita masih bisa tenang-tenang saja, toh kita masih di Yogyakarta. Namun bagaimana jadinya kalau kita ingin ke surga tetapi malah ditunjukan jalan ke neraka ?

Jadi pada hakekatnya kita mengharapkan jawaban yang benar, dan bukannya sekedar jawaban yang bersifat sembarang saja. Lalu timbullah masalah, bagaimana cara kita menyusun pengetahuan yang benar ? Masalah inilah yang dalam kajian filsafat disebut epistemology, dan landasan epistemology ilmu adalah Metode Ilmiah. Dengan kata lain, metode ilmiah adalah cara yang dilakukan dalam menyusun pengetahuan yang benar.

Berdasarkan latarbelakang tersebut diatas, maka tulisan makalah ini tertarik untuk membahas dan memfokus diri pada metode ilmiah sebagai sarana menemukan dan mengembangkan pengetahuan ilmiah.

B. PERMASALAHAN

1. Apakah metode ilmiah ?

2. Bagaimana prosedur metode ilmiah ?

3. Mengapa mengunakan metode ilmiah ?

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui hakekat dari metode ilmiah

2. Untuk Mengetahui prosedur atau langkah – langkah yang digunakan dalam Metode Ilmiah.

3. Untuk memperoleh ilmu dan mengembangkan ilmu yang telah ada.

II. PEMBAHASAN

A.DEFINISI PENGETAHUAN

Kata pengetahuan merupakan terjemahan dari kata dalam bahasa Inggris : Knowledge. Pengetahuan adalah Segala sesuatu yang ditangkap manusia mengenai obyek sebagai hasil dari proses mengetahui, baik melalui indera maupun akal. Menurut Sidi Gazalba (1992;4) bahwa manusia melihat, mendengar, merasa, segala sesuatu dimana pengalaman panca indera ini melalui proses pemikiran langsung menjadi pengetahuan.

B. DEFINISI ILMU

Kata ilmu merupakan terjemahaan dari kata dalam bahasa Inggris : Science. Kata science ini berasal dari kata latin Scientia yang berarti pengetahuan. Kata scientia ini berasal dari bentuk kata kerja scire yang artinya mempelajari, mengetahui, pada mulanya cakupan ilmu (science) secara etimologis menunjuk pada pengetahuan semata-mata, pengetahuan mengenai apa saja (Dampier; 1986). Pertumbuhan selanjutnya pengertian ilmu (science) ini mengalami perluasan arti, sehingga menunjuk kepada segenap pengetahuan sistematik (Systematic Knowledge). Pemakaian yang luas dari kata ilmu (science) ini diteruskan dalam bahasa Jerman dengan istilah Wissenschaft yang berlaku terhadap kumpulan pengetahuan apapun yang teratur, termasuk didalamnya naturWissenschaften yang mencakup ilmu-ilmu alam maupun GeistesWissenschaften yang dalam bahasa Inggris dikenal sebagai the humanities, sementara dalam bahasa Indonesia dikenal dengan ilmu-ilmu social budaya yang pada umumnya mencakup bahasa dan sastra, estetika, sejarah dan agama (Dampier;1966).

Menurut Sidi Gazalba (1992;4) bahwa ilmu adalah hasil berfikir dan berbuat dengan metode secara sistematis disertai dengan riset dan atau eksperimen.

C. DEFINISI METODE ILMIAH

Menurut The Liang Gie (2004; 110) bahwa,”Metode ilmiah merupakan prosedur yang mencakup berbagai tindakan pikir, pola kerja, tata langkah, dan cara teknis untuk memperoleh pengetahuan baru atau memperkembangkan yang ada”.

Metode menurut Senn, merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu, yang mempunyai langkah-langkah sistematis. Sedangkan metodologi merupakan suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan dalam metode tersebut. Jadi metodologi ilmiah merupakan pengkajian dari peraturan-peraturan yang terdapat dalam metode ilmiah. Metodologi ini termasuk dalam apa yang dinamakan epistemologi (cabang filsafat). Epistemology merupakan pembahasan mengenai bagaimana kita mendapatkan pengetahuan.

Seperti kita ketahui bersama bahwa berfikir adalah kegiatan mental yang menghasilkan pengetahuan. Dengan dasar berfikir ini, manusia dapat mengubah keadaan alam sejauh akal dapat memikirkannya. Berfikir disebut juga sebagai proses bekerjanya akal, manusia dapat berfikir karena manusia berakal sehingga manusia dapat dikatakan sebagai makhluk yang berakal.

Metode ilmiah merupakan ekspresi mengenai cara bekerja fikiran. Dengan cara bekerja ini maka pengetahuan yang dihasilkan diharapkan mempunyai karakteristik-karakteristik tertentu yang diminta oleh pengetahuan ilmiah yakni sifat rasional dan teruji yang memungkinkan tubuh pengetahuan yang disusunnya merupakan pengetahuan yang dapat diandalkan. Dalam hal ini maka metode ilmiah menggunakan cara berfikir deduktif, cara berfikir induktif dan mencoba menggabungkan cara berfikir deduktif, cara berfikir induktif.

D. PROSEDUR METODE ILMIAH

Pada pembahasan di atas telah diuraikan pengertian metode ilmiah, ilmu keduanya merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan. Hal ini dikarenakan ilmu sebagai aktivitas dari penelitian, sedangkan penelitian merupakan suatu rangkaian aktivitas yang memiliki prosedur tertentu, yakni suatu cara atau langkah tertib yang mewujudkan pola tetap. Suatu cara atau langkah dalam keilmuan dinamakan metode. Sedangkan cara maupun langkah dalam penelitian untuk mengembangkan maupun menemukan ilmu dinamakan metode ilmiah.

Dari pendapat the Liang Gie (2004;110) diatas memberikan penjelasan bahwa metode ilmiah dalam suatu penelitian mengikuti aturan atau prosedur tertentu. Jumlah langkah yang ditempuh dari berbagai ilmuwan tidaklah sama, yang paling sederhana 3 langkah dalam metode ilmiah yang digunakan.

Menurut George Abell bahwa metode ilmiah sebagai suatu prosedur khusus dalam ilmu mencakup 3 langkah berikut :

1. pengamatan gejala-gejala atau hasil-hasil dari percobaan-

percobaan;

2. perumusan pangkal-pangkal duga yang melukiskan gejala-

gejala ini, dan yang bersesuaian dengan kumpulan pengetahuan yang ada;

3. pengujian pangkal-pangkal duga ini dengan mencatat apakah

mereka secara memadai meramalkan dan melukiskan gejala-gejala baru atau hasil-hasil dari percobaan percobaan yang baru.

Israel Rose menyatakan bahwa metode ilmiah berpangkal pada percobaan dan pengamatan yang membentuk statu siklus terdiri dari 4 langkah untuk memcari kesimpulan umum :

1. percobaan-percobaan dan atau pengamatan gejala;

2. kesimpulan-kesimpulan umum yang diperoleh dari langkah 1;

3. kesimpulan-kesimpulan khusus yang diturunkan dari kesimpulan-

kesimpulan umum dari langkah 2;

4. pemeriksaan kebenaran kesimpulan-kesimpulan dari langkah 3.

J. Eigelberner merumuskan metode ilmiah mencakup 5 langkah yaitu :

1. analisis masalah untuk menetapkan apa yang dicari, dan penyusunan pangkal-pangkal duga yang dapat dipakai untuk memberikan bentuk dan arah pada telaah penelitian;

2. pengumuman fakta-fakta yang bersangkutan.

3. penggolongan dan pengaturan data agar supaya menemukan kesamaan-kesamaan, urutan-urutan, dan hubungan-hubungan yang ada;

4. perumusan kesimpulan-kesimpulan dengan memakai proses-proses penyimpulan yang logis dan penalaran;

5. pengujian dan pemeriksaan kebenaran kesimpulan-kesimpulan itu.

Sedangkan Sheldon Lachman mengurai metode ilmiah menjadi 6 langkah yang berikut :

1. perumusan pangkal-pangkal duga yang khusus atau pernyataan yang khusus untuk penyelidikan.

2. perancangan penyelidikan itu;

3. pengumpulan data;

4. penggolongan data;

5. pengembangan generalisasi-generalisasi;

6. pemeriksaan kebenaran terhadap hasil-hasil, yaitu terhadap data dan generalisasi.

Dalam bidang manajemen, dua ahlinya Clifford Craft dan David Hertz menyatakan bahwa metode ilmiah terdiri atas 7 langkah yaitu:

1. pengamatan dan survai umum mengenai bidang bidang permasalahan;

2. perumusan masalah itu;

3. pencarian falta;

4. analisis terhadap data dan pembentukan statu model;

5. perbandingan model itu dengan dengan data yang telah diamati;

6. pengulangan langkah-langkah di atas sampai suatu model yang memuaskan terbentuk, dan

7. penggunaan model itu untuk meramalkan.

Dari berbagai langkah yang dirumuskan oleh para ilmuwan dapat kita simpulkan bahwa ada 4 – 5 langkah yang merupakan pola umum yang senantiasa dilalui pada setiap penelitian yaitu:

1. penentuan masalah atau problematika penelitian yaitu masalah yang ingin dicari jawabnya melalui kegiatan penelitian.

2. perumusan hipótesis yaitu merupakan dugaan kebenaran sementara dari kegiatan penelitian .

3. pengumpulan data

4. penurunan kesimpulan

5. pengujian atau verifikasi hasil.

E. METODE ILMIAH SEBAGAI SARANA MENEMUKAN DAN MENGEMBANGKAN ILMU

Perkembangan ilmu-ilmu merupakan hasil pengunaan suatu metode untuk memperoleh pengetahuan yang mengabungkan pengalaman dan akal sebagai pendekatan bersama dan menambahkan suatu cara baru untuk menilai penyelesaian-penyelesaian yang disarankan.

Namun kesulitan yang dihadapi filsafat ialah “ filsafat tidak bersifat ilmu”. Jika orang pernah bekerja dilaboratorium ilmu, mungkin akan mengeluh“ di dalam ilmu kita membicara tentang kenyataan empiris, di dalam filsafat nampaknya tidak ada cara untuk memperoleh jawaban”. Ini merupakan masalah dalam metode ilmiah sebagai sarana untuk menemukan dan mengembangkan ilmu.

Metode ilmiah merupakan suatu prosedur yang mencakup berbagai tindakan pikiran, pola kerja, cara tehnis dan tata langkah untuk memperoleh dan mengembangkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan melalui metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan dapat disebut ilmu sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-ayarat tertentu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan dapat disebut ilmu tercantum dalam apa yang dinamakan dengan Metode Ilmiah.

Metode ilmiah megikuti prosedur-prosedur tertentu yang sudah pasti digunakan dalam usaha memberi jawaban atas pertanyaan yang dihadapi oleh seseorang. Metode ilmiah berawal dari pengamatan dan berakhir dengan pengamatan-pengamatan yang menghasilkan kesimpulan dalam menyelesaikan suatu pengamatan/permasalahan, tetapi permulaan dan akhir ini hanyalah merupakan pembagian yang bersifat nisbi.

Suatu masalah yang sudah diajukan satu penyelesaian yang memungkinkan, maka penyelesaian yang diusulkan dinamakan “hipotesa”. Didalam menemukan hipotesa berawal dari kegiatan akal bergerak keluar dari pengalaman, mencari satu bentuk untuk kemudian disusun fakta-fakta yang telah diketahui dalam suatu kerangka tertentu. Untuk itu perlu diverifikasi atau sekurang-kurangnya perlu bahan-bahan bukti yang mendukungnya.

Kajian hipotesa dilakukan secara hati-hati dan sistematis terhadap ramalan-ramalan yang disimpulkan, jika pengamatan-pengamatan menujukan apa yang diramalkan terjadi maka hipotesa tersebut mendapat dukungan. Salah satu sifat penting dalam metode ialah mengedepankan kebenaran probabilitas bukan kebenaran mutlak. Dengan tinjauan sifat dari metode ilmiah yaitu digunakan akal dan pengalaman hingga menghasilkan sesuatu unsur baru, jadi benar bila metode ilmiah sebagai sarana menemukan dan mengembangkan ilmu

III. KESIMPULAN

Pengetahuan adalah Segala sesuatu yang ditangkap manusia mengenai obyek sebagai hasil dari proses mengetahui, baik melalui indera maupun akal. Metode ilmiah merupakan suatu prosedur yang mencakup berbagai tindakan pikiran, pola kerja, cara tehnis dan tata langkah untuk memperoleh dan mengembangkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan melalui metode ilmiah.

IV. DAFTAR PUSTAKA

Gazalba Sidi. 1992. Sistematika Filsafat; Pengantar pada dunia fisafat. PT Bulan Bintang Jakarta.

Kattsoff O Louis. 2004. Pengantar Filsafat. Tiara Wacana Yogyakarta. Yogyakarta

Soeprapto sri. 2003. Filsafat Ilmu. Liberty Yogyakarta.

The Liang Gie. 2004. Pengantar Filsafat Ilmu. Liberty Yogyakarta