Tampilkan postingan dengan label LANDASAN TEKNOLOGI PEMBELAJARAN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label LANDASAN TEKNOLOGI PEMBELAJARAN. Tampilkan semua postingan
CHE
PENGANTAR
Rangkuman ini akan menyajikan secara ringkas defenisi konseptual yang mencakup :
Diskripsi tentang asumsi dasar, cakupan teknologi pendidikan, tentang perbedaan antara teknologi pendidikan dengan teknologi ”Teknologi dalam Pendidikan” defenisi ” Teknologi Pembelajaran” dan analisis teknologi pembelajaran sebagai sub bagian dari teknologi pendidikan.
PENGANTAR
Rangkuman ini akan menyajikan secara ringkas defenisi konseptual yang mencakup :
Diskripsi tentang asumsi dasar, cakupan teknologi pendidikan, tentang perbedaan antara teknologi pendidikan dengan teknologi ”Teknologi dalam Pendidikan” defenisi ” Teknologi Pembelajaran” dan analisis teknologi pembelajaran sebagai sub bagian dari teknologi pendidikan.


I. ASUMSI DASAR DAN KONSEP
Sejumlah asumsi yang merupakan landasan Teknologi Pendidikan adalah sebagai berikut :
1. Penyebaran teknologi ke dalam kehidupan masyarakat yang makin luas menyebabkan terjadinya suatu masyarakat yang berbudaya teknologi yang mempengaruhi segenap bidang kehidupan termasuk bidang pendidikan.
2. Suatu kebudayaan teknologi adalah kebudayaan yang mencari pemecahan secara teknologi atas masalah-masalahnya.
3. Tekologi pembelajaran baru yang dikembangkan melalui riset dasar dan praktik lapangan dipandang mampu dan mememuhi syarat untuk memecahkan masalah-masalah pokok yang berhubungan dengan pembelajaran, organisasi dan administrasi sekolah.
4. Penerapan teknologi pembelajaran baru tersebut akan membawa perubahan besar yang berpengaruh terhadap :
- Administrasi dan fasilitas sekolah (secara fisik)
- Methode Pembelajaran ( dalam penyampaian informasi)
- Peranan Guru dan Siswa.
5. Agar teknologi pembelajaran yang baru tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal diperlukan suatu profesi baru yang berperan sebagai pemimpin (provide leadership) dalam penglolaan dan penyusunan desain, implementasi dan evaluasi program pendidikan secara penuh
( Moris 1963)
II. CAKUPAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN
Teknologi pendidikan sering dianggap sama dengan teknologi pembelajaran, hal ini disebabkan ada yang berpendapat bahwa istilah pendidikan sinonim dengan pembelajaran. Padahal pendidikan merupakan kebulatan konsep yang luas cakupannya, sedangkan pembelajaran merupakan sub bagian dari pendidikan.
Defenisi Teknologi menurut Finn :
Teknologi mencakup proses, sistem, pengelolaan dan mekanisme kontrol baik yang mengyangkut manusia maupun bukab manusia, dan lebih dari itu teknologi merupakan suatu cara memandang permasalahan ditinjau dari sudut kepentingan, kesulitan fisibilitas teknis pemecahannya, nilai ekonomi dalam arti luas terhadap masalah-masalah tersebut.
Jika diterapkan dalm pendidikan, teknologi merupakan proses yang kompleks lagi terpadu untuk menganalisis malsalah, dan mencari pemecahannya, mengimplemintasikan, mengelola dan mengontrol serta mengevaluasi pemecahan terhadap masalah-masalah tersebut.
Dengan demikian maka cakupan teknologi pendidikan dan teknologi pembelajaran dapat didefinisikan sesuai dengan fungsi berdasarkan atas tugsas yang dijumpai pada penerapan teknologi dalam proses pendidikan dan pembelajaran ( akan dibahas pada bagian akhir rangkuman ini )
III. DEFENISI KONSEPTUAL TEKNOLOGI PENDIDIKAN
Teknologi pendidikan adalah suatu proses terpadu yang melibatkan orang, prosedur, gagasan, peralatan, dan organisasi untuk menganalisa masalah-masalah pendidikan dan cara pemecahan, mengimplemintasikan, mengevaluasi dan mengelola pemecahan masalah yang berkenan dengan semua aspek belajar manusia.
Pemecahan masalah dalam teknologi pendidikan adalah bagaimana sumber belajar itu didesain, dipilih dan digunakan untuk menciptakan kegiatan belajar (lihat Kawasan Teknologi Pendidkan pembahasan Chapter I)
IV. RASIONAL PENYUSUNAN DEFINISI TEKNOLOGI PENDIDIKAN
Paradigma baru pada teknologi pendididkan (1977) memberikan suatu pendekatan baru dalam memecahkan masalah-masalah pendidikan , namun demikian pendekatan baru tersebut merupakan penjabaran dan perluasan dari konsep-konsep terdahulu. Dengan demikian secara langsung masih berhubungan dengan definisi dan diskripsi bidang teknologi pendidikan yang dihasilkan sebelumnya.
Dalam definisi yang baru teknologi pendidikan mempunyai 3 (tiga) bagian utama (tidak termasuk siswa didalamnya) yaitu :
1. Sumber Belajar
2. Fungsi Pengembangan Pendidikan
3. Fungsi Pengelolaan Pendidikan.
1. Sumber Belajar
Sumber belajar terdiri dari 4 (empat) komponen yaitu : a. Klasifikasi,
b. Sumber belajar dalam arti luas, c. Media belajar d. Sumber karena didesain dan karena dimanfaatkan.
a. Klasifikasi
Klasifikasi sumber belajar menurut Wallington, dkk, 1970 didasarkan
atas pertanyaan yang lazim digunakan yaitu :
(1) Apa informasi yang ditransmisikan ............................... Pesan
(2) Siapa atau apakah yang melakukan transmisi ................ Orang
Bahan
Peralatan
(3) Bagaimana (dengan cara bagaimana) informasi itu
ditransmisikan ................................................................ Teknik
(4) Dimana informasi ditransmisikan ................................. Latar (Lingkungan)
b. Sumber belajar dalam arti Luas
Sumber belajar menurut Torkleson, 1965
” Sumber-sumber itu mempunyai pengertian luas, melebihi bidang
audiovisual tradisional dan menjangkau pengembangan bidang
teknologi masa sekarang dan yang akan datang”
Dengan demikian semua sumber mempunyai potensi sebagai sumber
belajar dalam meningkatkan sarana/alat yang tersedia untuk keperluan
pendidikan.
c. Media Belajar
Media belajar merupakan perantaraan dalam proses pembelajaran,
Media belajar terdiri dari perangkat lunak (software ) dan perangkat
keras (hardware)
d. Sumber karena didesain dan karena dimanfaatkan
Sumber belajar yang didesain (learning resources by design) yaitu
sumber belajar yang sengaja didesain untuk proses pembelajaran.
Sedangkan sumber belajar yang dimanfaatkan (learning resources by
utilization) yaitu sumber belajar yang secara langsung dimanfaatkan
untuk kepentingan pembelajaran.
2. FUNGSI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
Yang termasuk Fungsi Pengembangan Pendidikan dapat diindentifikasi sebagai berikut :
a. Proses analisis masalah-masalah pendidikan dan mencari jalan
pemecahannya
b. Implementasi dan evaluasi terhadap masalah-masalah pendidikan.
Adapun unit dari fungsi pengembangan pendidikan meliputi : riset, teori, desain, produksi, evaluasi seleksi, pemanfaatan, dan penyebarluasan pemanfaatan.
3. FUNGSI PENGELOLAAN
Terdapat 2 (dua) fungsi pengelolaan baik daam teknologi pendidikan maupun dalam teknologi pembelajaran yaiotu : Fungsi Organisasi dan fungsi Personel.
V. KERANCUAN KONSEP TEKNOLOGI PENDIDIKAN DENGAN KONSEP-KONSEP YANG LAIN
Ada 2 (dua) konsep yang mempunyai hubungan dengan teknologi pendidikan yaitu : ”Teknologi dalm Pendidikan” dan ”Teknologi Pembelajaran”
Teknologi dalam Pendidikan
Teknologi dalam Pendidikan lebih menitikberatkan pada pengoperasian dan penunjang kelembagaan dimana proses pendidikan itu berlangsung, bukan pada sumber-sumber untuk memberikan fasilitas pembelajaran. Yang termasuk dalam Teknologi dalam Pendidikan misalnya : Pembuatan Jadwal, penyediaan transportasi, pembuatan raport hasil belajar, dll.
VI. DEFINISI KONSEPTUAL TEKNOLOGI PEMBELAJARAN
Teknologi Pembelajaran merupakan sub-set (bagian) dari Teknologi Pendidikan, bila didasarkan pada pengertian bahwa pembelajaran merupakan bagian dari pendidikan.
Teknologi Pembelajaran merupakan proses yang kompleks lagi terpadu, melibatkan orang, prosedur, gagasan (idea), peralatan dan organisasi untuk menganalisis masalah dan mencari pemecahannya, implemintasi, evaluasi dan mengelola pemecahan terhadap masalah-masalah tersebut, dalam situasi dimana belajar itu bertujuan dan terkendalikan
Pemecahan masalah dalam Teknologi Pembelajaran berupa :
1. Komponen Sistem Instruksional yang meliputi : Pesan, Orang, Bahan, Alat, dan
Latar (Lingkungan) yang didesain, dipilih, dan dimanfaatkna secara terpadu
sehingga membentuk suatu Sistem Instruksional.
2. Fungsi Pengembangan meliputi : Proses indentifikasi dan pemecahan masalah,
Implemintasi, Riset, Teori, Desain, Produksi, Evaluasi-Seleksi, dan Pemanfaat
an dan Penyebaran pemanfaatan tersebut.
3. Fungsi Pengelolaan berupa : Pengelolaan Organisasi dan Pengelolaan Personel.
( Hubungan unsur-unsur tersebut trdapat dalam Kawasan Teknologi Pembelajaran yang telah dibahas dalam Chapter I )
Karakteristik Teknologi Pembelajaran
Karateristik Teknologi Pembelajaran meliputi :
a. Belajar yang bertujuan dan Terstruktur
Dalam Teknologi Pembelajaran hanya menekankan pada situasi dimana proses
belajar itu berlangsung. Belajar yang berarah tujuan dan terkontrol mengan
dung arti bahwa ada pihak lain yang menenentukan agar proses belajar itu ber
langsung dan telah ditentukan sebelumnya.
b. Testruktur
Sumber-sumber yang digunakan oleh peserta didik disusun terlebih dahulu
sebelum peserta didik melakukan kontak dengan sumber belajar.
c. Pemilihan Desain dan Pemanfaatan
Pemilihan desain dan pemanfaatan sumber belajar pada Teknologi Pembela
jaran menekankan pada sumber-sumber yang memenuhi persyaratan tertentu.
Adapun persyaratan tersebut sebagai berikut :
Pertama : Sumber belajar harus didesain sebelumnya atau dipilih sesuai dengan
tujuan belajaryang ingin dicapai dan memenuhi persyaratan sesuai
dengan kendali belajar yang teleh ditentukan sebelumnya.
Kedua : Sumber-sumber belajar harus digunakan sesuai dengan desain dan pi
lihan yang telah ditentukan.
d. Komponen Sistem Instrunsional (Pembelajaran)
Dalam Sistem Instruksional (Pembelajaran) sumber-sumber belajar harus dipadukan dalam suatu kebulatan Sistem Instruksional yang lengkap.
Agar Komponen Sistem Instruksional dapat mewujudkan terjadinya proses belajar yang berarah tujuan dan terkontrol, maka pembelajaran harus :
a. Didesain untuk mencapai kompetensi tertentu atau tingkah laku akhir dalam
kerangka keseluruhan pembelajaran.
b. Meliputi Metodelogi Pempelajaran , format, dan urutan sesuai dengan desain
c. Mengelola kondisi tingkah laku
d. Meliputi keseluruhan prosedur pengelolaan dan menggunakan sistem tsb..
e. Dapat dulang dan diproduksi kembali
f. Telah dikembangkan dengan mengikuti seluruh prosedur pengembangan
instruksional/pembelajaran.
g. telah divalidasi secara empirik
( D&T Commite AECT, 1977)
Jadi dapat dikatakan bahwa semua hal yang berkenan dengan teknologi pembelajaran dapat tercakup dalam teknologi pendidikan, tapi sebaliknya semua hal yang berkenan dengan teknologi pendidikan tidak mesti tercakup dalam teknologi pembelajaran.
Dirangkum dari buku aslinya :
THE DEFINITION 0F EDDUCATIONAL TECHNOLOGY
AECT Task Force
On Definition and Terminology
Published by
Assocition for Educational Communication and Technology
1126 16th Street, N.W
Washington, D.C. 20036
Copyright 1977

CHE

Teknologi Pendidikan bekerja dalam suatu masyarakat, dan harus menghadapi semua persoalan dalam masyarakat misalnya masalah rasial, perbedaan kelamin dan sebagainya. Seperti halnya dengan bidang-bidang profesi lainnya, Teknologi pendidikan bergerak dan bekerja dalam lapangan kependidikan. Jika teknologi pendidikan itu berkeinginan menjadi satu dengan profesi lain, maka harus menerima isu-isu dan kemudian menentukan sikap.

  1. MASYARAKAT SEBAGAI SUATU KESELURUHAN

Kita berpendapat bahwa menjadi pekerjaan kita sungguh-sungguh memperhatikan isi dan filsafat dari materi yang akan kita gunakan pada waktu mendatang. Pendapat Antropologi Redfield bahwa akhir-akhir ini membincangkan mengenai metode kimia (yaitu: keobjektifan dan kenetralan) dan berkata, “Netral untuk siapa?” dan ia menjawab sendiri pertanyaan ini, “saya mendapatkan diri saya tepat pada pihak kemanusiaan, dan saya mengharapkan keslamatan manusia”

(Redfield, 1953; hlm. 141) (Finn, 1995, hlm.252)

Pernyataan yang tegas ini menimbulkan dua pertanyaan yang ada kaitannya dengan pekerjaan teknologi pendidikan dalam konteks masyarakat sebagai suatu keseluruhan.

* Apakah teknologi pendidikan memihak atau netral berkenaan dengan tujuan-tujuan yang akan dicapainya.

* jika memihak, tujuan-tujuan apakah yang harus dicanangkannya?

1. Profesi Memihak.

Teknologi Pendidikan ialah alat untuk mencapai tujuan. Dan tujuannya adalah memudahkan manusia untuk belajar . Akan tetapi :

Seringkali teknologi cenderung membuat tujuan-tujuan atau hasil-hasil yang hendak dicapai itu menjadi kabur atau bahkan hilang, dan diganti oleh teknologi yang berupa alat sebagai tujuan. Satu pertanyaan yang ditarik dari asumsi ini adalah: haruskah seseorang yang memperhatikan saran pendidikan, memperhatikan pula tujuan dengan mana sarana itu digunakan (AECT, 1972, hlm.42)

Sebuah jawaban atas pertanyaan yang diungkapkan di atas tapi tidak dicanangkan adalah bahwa teknologi pendidikan dan ahli teknologi pendidikan, seharusnya berperan sebagai seorang “teknisi netral”

Mereka memusatkan perhatian pada kenyataan tentang keterampilan mereka dan bukan pada penggunaan keterampilan itu sendiri……”contoh pekerjaan yang akan dilaksanakan pada seorang teknisi adalah : Misalnya: Para ilmuan yang akhir-akhir ini sibuk mengadakan seleksi dan manipulasi

genetic semata-mata tergolong karena “penemuan DNA memungkinkan” Para ilmuan

bersikap sebagai teknisi yang netral; karena tidak memperhitungkan sebab akibat yang

-1-

akan timbul baik positif maupun negative dari penemuan itu pada masyarakat. Jawabanlain atas pertanyaan di atas ialah bahwa teknologi pendidikan hendaknya berperan sebagai satu profesi memihak.

Lawan dari sikap sebagai teknisi netral ialah apa yang dapat kita sebut profesional memihak. Profesi memihak mempunyai pandangan tentang tujuan dan mampu memutuskan apakah pekerjaan yang akan dilakukan itu tercapai hasil positif ataukah negative. Sebaliknya seorang professional yang memihak tentu menolak untuk mengerjakan pekerjaan yang demikian.

Pernyataan AECT memperjelas pendapat bahwa yang penting bukanlah sikap yang diambil melainkan pertanyaan yang diajukan itulah yang menandai ciri professional memihak:

Perlu ditegaskan bahwa professional memihak itu tidak perlu seorang “Liberal” atau “konservatif”. Akan tetapi, seorang professional memihak harus memperlihatkan sensitivitas moral berkenaan dengan akibat-akibat yang mungkin timbul dari apa yang dilakukannya.

2. Pencanangan Tujuan/ hasil.

Beberapa orang percaya bahwa profesi memihak itu haruslah bertindak lebih jauh dari pada hanya mengajukan pertanyaan-pertanyaan, yaitu sampai pada penentuan posisi nilai-nilai yang dianut bagi profesi. Mereka percaya bahwa ahli-ahli teknologi pendidikan “ memili sesuatu sebagai urutan pertama dalam wira mereka sesungguhnya, ketelitian dan kepentingan untuk menyusun nilai , yang menjadi dasar bagi mereka bertindak dalam memainkan peranan mereka “.

Masalah ini dikemukakan karena amat kuatnya pengaruh teknologi pendidikan , maka teknik dan penerapannya pada masa yang akan datang mungkin dapat digunakan untuk menyelewengkan pengetahuan dan informasi bagi tujuan-tujuan yang tak bermoral.

Guna mencegah terjadinya kemungkinan yang demikian, AECT dan penulis-penulis dalam bidang teknologi pendidikan telah mencanangkan bermacam-macam tujuan. Sikap yang didasarkan pada norma tersebut menyangkut persoalan-persoalan kebebasan intelektual, tindakan afirmatif, stereotip, dan penerapan teknologi secara manusiawi.

3. Kebebasan Intelektual

AECT telah menentukan sikap yang tegas dalam mendukung kebebasan intelektual. Kode Etik AECT menyatakan bahwa anggota-anggota ”berkewajiban melindungi hak pribadi guna memperoleh/ mengetahui bahan dari berbagai sudut pandang” contoh pidato inagurasi Presiden Gilkey yang menjadi kewajiban tersebut lebih kuat lagi:

Kita harus sadar dan memperhatian mengenai praktek penyensoran. Kita harus membuat dan mengembangkan petunjuk yang memungkinkan anggota mampu menanggani segala bentuk penyensoran. Kita harus menentang penyensoran yang datangnya dari kelompok liberal maupun konservatif yang berusaha meniadakan bahan yang kritik atau dirugikan. Kita harus mengambil sikap bahwa siswa-siswi membutuhkan informasi mengenai isu yang dipersoalkan dari segala pihak jika mereka diharapkan dapat mengambil keputusan secara intelegen

-2-

4. Tindakan Afirmatif.

AECT juga telah menentukan sikap yang mendukung adanya tindakan afirmatif. Dalam AECT terdapat sebuah komisi tindakan afirmatif yang bertugas ” menyusun rencana untuk melibatkan wanita dan golongan minoritas dalam kegiatan AECT serta bidang teknologi pendidikan umumnya.” selanjutnya usaha dari komisi ini memberi petunjuk bagi keharusan penentuan sikap secara aktif dan ” haruslah memperoleh dukungan dan kerjasama dari setiap anggota”.

5. Stereotip

AECT telah secara tegas telah menyatakan penolakannya atas bahan-bahan yang mengandung stereotip. Kode Etik AECT menyatakan bahwa anggota-anggota AECT haruslah : baik dalam membuat desain maupun mengadakan seleksi program kependidikan atau media, hendaklah menghindari materi (isi) yang memperkuat atau menganjurkan stereotip berkenaan dengan kekelaminan, kesukuan, keagamaan. Anggota harus berusaha mendorong pengembangan program dan media yang memberi tekanan pada kenyataan kebhinekaan masyarakat sebagai satu persekutuan hidup yang multi-kultural; selanjutk Huban (1970) berpendapat bahwa kita harus membuang jauh-jauh mitos yang dibuat berdasarkan studi yang dilakukan Coleman dan Jenkins yaitu beberapa golongan siswa (siswa kulit hitam/negro) sebagai akibat dari keturunan atau pendidikan dalam keluarga secara intelektual adalah inferrior. Hoban berpendapat bahwa dengan melalui teknologi pendidikan kita harus dapat menciptakan suatu pendidikan yang benar-benar universal dan efektif bagi semua orang.

6. Penerapan Manusiawi Teknologi.

AECT menyadari bahwa, meskipun teknologi itu adalah alat, tetapi membawa akibat-akibat. Apakah akibat tersebut berdampak positif atau negatif. Oleh karena itu jika kita akan menggunakan teknologi pendidikan, maka AECT berkeyakinan bahwa: Teknologi dapat dipakai guna mendukung tujuan kemanusiaan dan kebutuhan hidup. Haruslah dibuktikan bahwa teknologi pendidikan berguna dan penting dalam kaitannya dengan akibat-akibat yang lebih luas dari teknologi pada masyarakat, bahwa bidang teknologi pendidikan itu dapat membantu masyarakat mendayagunakan potensi-potensi mereka guna meningkatkan kemanusian tiap individu

*Komoski (1972) yakin bahwa kita dapat melakukan hal tersebut dan menyarankan bagaimana caranya:

”Mempertahankan hakikat keberadaan manusia yang berarti secara sosial, di tengah-tengah masyarakat teknologis dengan menghimbau secara persuasif agar sistem teknologis tradisional dapat diadaptasikan guna memenuhi kebutuhan material dan manusiawi semua anggota masyarakat”.

*Silber (1972) mengidentifikasi unsur yang harus dikemukakan jika teknologi akan digunakan untuk tujuan-tujuan hidup manusia. Hal ini dilakukan berkenaan dengan hubungan antara apa yang disebutnya ” kebebasan sejati” dan ”teknologi sejati”. Ia membuat batasan kebebasan sebagai suatu yang mencakup pengertian ”hak untuk memilih, kemampuan memilih, dan adannya pilihan-pilihan yang akan

dipilih.

-3-

Kebebasan yang demikian dikaitkan dalam teknologi sejati apabila:

1) Kebutuhan yang berasal dari pengambilan inisiatif/penerima (si-pelajar)

2) Kebutuhan itu dikemukakan dan didengar

3) Hasil yang dikeluarkan hendaklah memenuhi kebutuhan

4) Manusia itu hendaklah terus mengendalikan proses dan alat serta menggunakannya untuk memenuhi kebutuhan

Kesimpulannya bahwa : ”Kebebasan sejati tidak mungkin tanpa teknologi; teknologi sejati tidak mungkin tanpa kebebasan”

B. HUBUNGAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN DENGAN PROFESI-PROFESI LAIN

Kami telah bicara tentang sifat integratif dan luas mengenai konstruk teori dari teknologi pendidikan. Banyak kelompok orang yang melaksanakan kegiatan di bidang teknologi pendidikan namun tidak semua masuk dalam profesi teknologi pendidikan. Bagaimanakah seharusnya mereka berada dalam profesi teknologi pendidikan berhubungan dengan orang-orang yang menganggap bahwa bidang profesi mereka bukan teknologi pendidikan ?

Teknologi pendidikan bergerak dalam konteks usaha kependidikan yang lebih luas, karena juga berada dalam konteks profesi dan orang-orang yang terlibat dalam memberikan kemudahan belajar. Jadi ahli teknologi pendidikan bukanlah satu-satunya dapat membuat keputusan tentang bagaimana memudahkan belajar melalui pengidentifikasi, pengembangan, organisasi dan pemamfaatan sumber-sumber belajar. Karena itu bidang Teknologi Pendidikan perlu mengenal konteks ”orang lain”.

Ada 4 (empat) macam hubungan pengambilan keputusan yang mungkin antara teknologi pendidikan dan profesi lain:

1. teknologi pendidikan bekerja dengan berperanan sebagai sub ordinasi terhadap profesi lain dengan diberi wewenang/tanggungjawab pengambilan keputusan instruksional yang sempit sekali

2. teknologi pendidikan dalam hal pengambilan keputusan berada diatas profesi lain dan mengembang peranan yang menentukan dalam pengambilan keputusan instruksional

3. teknologi pendidikan beserta tujuan dan alat-alatnya secara bertahap di adopsi untuk dipakai sehingga tidak menjadi persoalan siapa yang harus membuat dan mengambil keputusan

4. teknologi pendidikan berperan dengan profesi lain untuk membuat dan mengambil keputusan bersama, menetapkan bersama bidang mana yang akan membuat keputusan terakhir dengan mengingat dan memperhatikan tuntutan spesifik dari situasi dan kondisi lembaga yang bersangkutan

Tema Konvensi AECT (1976) juga menekankan hubungan dengan profesi lain yaitu hubungan yang kooperatif dan saling ketergantungan. Dengan saling ketergantungan merupakan cara hidup yang sangat berarti karena kita mungkin mendapatkan sesuatu yang jauh lebih besar nilainya daripada apa yang kita sembunyikan apa yang kita capai.

-4-

C. RINGKASAN

Teknologi Pendidikan bergerak dalam konteks mayarakat dan lapangan kependidikan yang lebih luas. Dalam peranan kemasyarakatannya, teknologi penddikan mencanangkan dirinya sebagai profesi memihak- memperhatikan dengan sungguh-sungguh untuk maksud apa teknik dan aplikasinya dipergunakan. Sebagai satu profesi, teknologi pendidikan telah menentukan sikap dan memihak pada kebebasan intelektual, memihak pada tindakan afirmatif, menolak adanya stereotip dalam bahan-bahan dan memihak pada teknologi yang digunakan untuk mendukung dan meningkatkan kemanusiaan menuju kebutuhan hidup manusia. Dalam hubungan dengan profesi lain yang juga bergerak dalam lapangan kependidikan. Teknologi pendidikan mencanangkan suatu hubungan kooperatif, saling ketergantungan, dan kerjasama sederajat sesama semua profesi yang berkecimpung dalam dunia pendidikan.

CHE
  1. Pendahuluan

Ajaran filsafat yang komprehensif telah menduduki status yang tinggi dalam kehidupan kebudayaan manusia, yakni sebagai ideologi suatu bangsa dan Negara. Seluruh aspek kehidupan suatu bangsa, diilhami dan berpedoman ajaran-ajaran filsafat bangsa itu. Dengan demikian kehidupan social, politik, ekonomi, pendidikan, dan kebudayaan, bahkan kesadaran atas nilai-nilai hukum dan moral bersumber atas ajaran filsafat.

Eksistensi suatu bangsa adalah eksistensi dengan ideologi atau filsafat hidupnya, maka untuk kelangsungan eksistensi tersebut harus melalui pendidikan. Dalam kepentingan ini pendidikan dapat diartikan sebagai:

1. Pendidikan sebagai Aktifitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya, yaitu cipta, rasa, karsa, dan budinurani, serta pertumbuhan dan perkembangan jasmaniahnya.

2. Pendidikan berarti juga lembaga yang bertanggungjawab menetapkan cita-cita (tujuan) pendidikan, isi pendidikan, system dan organisasi pendidikan.

3. Pendidikan merupakan pula hasil atau prestasi yang dicapai oleh perkembangan manusia dan usaha lembaga-lembaga tersebut dalam mencapai tujuannya. Pendidikan dalam arti ini merupakan tingkat kemajuan masyarakat dan kebudayaan sebagai satu kesatuan.

Sesuai dengan kenyataan tersebut, bahwa filsafat dalam pendidikan merupakan teori umum dari pendidikan, landasan dari semua pemikiran mengenai pendidikan, atau dapat dikatakan sebagai teori yang dipakai dasar bagaimana ‘pendidikan itu dilaksanakan” sehingga mencapai tujuan (Dewey, 1946: 383). Dewasa ini, salah satu bagian penting dalam pelaksanaan pendidikan agar supaya mencapai tujuan, yaitu penerapan Teknologi Pendidikan dalam proses pembelajaran. Dalam pembahasan ini problem esensialnya adalah:

  1. Merumuskan secara tegas sifat dan hakekat pendidikan (the nature of education).
  2. Merumuskan sifat dan hakekat manusia, sebagai subyek dan obyek pendidikan (the nature of man).

3. Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan dan teori pendidikan (science of education).

4. Merumuskan hubungan antara filsafat Negara, filsafat pendidikan dan politik pendidikan (system pendidikan).

5. Merumuskan system nilai dan norma, atau isi moral pendidikan (tujuan)[1].

Ide filsafat yang memberi asas kepastian bagi nilai peranan pendidikan bagi kemajuan manusia, telah melahirkan ilmu pendidikan, lembaga pendidikan dan aktifitas penyelenggaraan pendidikan. Maka peranan filsafat dalam pendidikan merupakan landasan pendidikan dilaksanakan.

Dari uraian di atas jelas bahwa latar belakang ide-ide filsafat menentukan pendidikan, sebab tujuan pendidikan bersumber pada filsafat atau ajaran filsafat. Seperti yang dikemukakan Prof. Broudy (1961: 14) dalam bukunya, Building a Philisophy of Education, adalah:

“ In this book the philosophy of education is regarded as the systematic discussion of educational problems on a philosophical level, i.c., the probing into an educational question until it is reduced to an issue in metaphysics, episthemology, ethics, logic, or aesthetics, or to combination of these”.

Mengapa masalah-masalah pendidikan yang merupakan bagian daripada kehidupan obyektif manusia, sebagai persoalan-persoalan praktis, harus dibahas secara filosofis. Apakah dengan demikian malahan menyebabkan pemecahan persoalan bersifat teoritis, mengambang dari kehidupan yang realistis.

Jika ada pertanyaan-pertanyaan demikian, ini disebabkan karena pemikiran filosofis itu dipandang sebagai pikiran-pikiran teoritis, perenungan-perenungan yang tidak bertolak atas kenyataan sosio-kultural dan kebutuhan manusia. Pada hal, pikiran filosofis adalah pikiran murni yang berusaha mengerti sedalam-dalamnya untuk menemukan kebenaran. Caranya dapat melalui induksi, deduksi, analisa rasional atas factor-faktor, perenungan atas konsepsi-konsepsi, pemahaman atas observasi, atau juga melalui intuisi. Semua ide, konsepsi, analisa, dan kesimpulan-kesimpulan filsafat dalam pendidikan adalah berfungsi teori; dan dari teori ini dipakai dasar praktek (pelaksanaan) pendidikan. Maka filsafat memberikan prinsip-prinsip umum bagi suatu praktik pendidikan.

B. Sistem-Sistem Filsafat Dalam Teknologi Pendidikan

Dengan mengunakan pandangan Jonh Dewey (1946) sebagai dasar bahwa filsafat adalah teori umum dari pendidikan dan adanya hubungan hakiki timbal-balik antara filsafat dan pendidikan, maka berdirilah filsafat pendidikan sebagai suatu ilmu. Cabang ini sebagai suatu system menjawab dan memecahkan persoalan-persoalan pendidikan, termasuk di dalamnya teknologi pendidikan yang bersifat filosofis dan memerlukan jawab secara filosofis pula.

Filsafat pendidikan sebagai ilmu yang mengadakan tinjauan dan mempelajari obyeknya dari sudut hakekat, berhadapan dengan problem utama yaitu:

1. Realita, ialah mengenai kenyataan, yang selanjutnya menjurus kepada masalah kebenaran. Kebenaran akan timbul bila orang telah dapat menarik kesimpulan, bahwa pengetahuan yang dimiliki ini telah nyata. Realita atau kenyataan ini dipelajari oleh fisika dan metafisika, dalam system filsafat disebut ontology yaitu the study of the principles of reality.

2.Pengetahuan, yang berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti apakah pengetahuan, cara manusia memperoleh dan menangkap pengetahuan itu, dan jenis-jenis pengetahuan. Pengetahuan dipelajari oleh epistemology, yaitu the study of the principles of knowledge.

3. Nilai, yang dipelajari oleh cabang filsafat yang disebut aksiologi. pertanyaan-pertanyaan yang dicari jawabannya antara lain, seperti nilai-nilai bagaimanakah yang dikehendaki oleh manusia dan yang dapat digunakan sebagai dasar hidup, maka pembicaraan aksiologi adalah the study of the principles of value.

Sistem pemikiran filsafat di atas mengantarkan dalam pembahasan Teknologi Pendidikan tidak hanya berpandangan yang bersifat positivistik , tetapi juga memerlukan paradigma pascapositivistik. Berarti landasan filosofis sangat diperlukan dan menjadi penting dalam menjelaskan secara teori dan paktik masalah-masalah teknologi pendidikan (Anglin, ed., 1991).

  1. Ontologi

Obyek filsafat ialah segala sesuatu, meliputi kesemestaan. Scope filsafat yang amat luas dan tak terbatas obyeknya itu, perlu adanya pembidangan untuk intensifikasi penyelidikan. Pembidangan atau sistematika filsafat yang pertama adalah Ontologi.

Ontologi kadang-kadang disamakan dengan metafisika. Metafisika ini disebut juga sebagai prote-filosifia atau filsafat pertama. Sebelum manusia menyelidiki yang lain, manusia berusaha mengerti hakekat sesuatu. Manusia dalam antar aksinya dengan semesta raya, melahirkan pertanyaan=-pertanyaan filosofis. Apakah sesungguhnya hakekat realita yang ada ini. Apakah realita yang menampak ini suatu realita materi saja. Ataukah ada sesuatu di balik realita itu, suatu “rahasia” alam. Apakah wujud semesta ini bersifat tetap, kekal tanpa perubahan. Ataukah hakekat semesta ini adalah perubahan semata-mata. Apakah realita ini terbentuk atas satu unsure (monisme); atau dua unsur (dualisme). Ataukah lebih dari dua unsur, yakni serba banyak (pluralisme).

Pertanyaan-pertanyaan di atas adalah pertanyaan metafisis atau ontologism. Sesuatu realita sebagai suatu perwujudan menampakkan diri sebagai satu “tubuh”, satu eksistensi. Sesuatu itu mendukung satu perwujudan, yakni keseluruhan sifatnya; dan yang utama dari perwujudan itu adalah eksistensinya. Wujud atau adanya sesuatu adalah primer, sedang sifat-sifat yang lain adalah sekunder. Berarti eksistensi suatu realita adalah fundamental, sedang sifat-sifat yang lain adalah sesuatu yang accidental, atau suatu atribut saja. Ontologi bertolak atas penyelidikan tentang hakekat ada (existence and being) (Brameld, 1955: 28).

Pandangan ontology ini secara praktis akan menjadi masalah utaqma di dalam pendidikan. Sebab, siswa (peserta didik) bergaul dengan dunia lingkungan dan mempunyai dorongan yang kuat untuk mengerti sesuatu. Oleh karena itu teknologi pendidikan dalam posisi ini sebagai bagian pengembangan untuk memudahkan hubungan siswa atau peserta didik dengan dunia lingkungannya. Peserta didik, baik di masyarakat atau di sekolah selalu menghadapi realita dan obyek pengalaman.

Melalui realita (ontologi), peserta didik secara sistematis dibina potensi berpikir kritis untuk mengerti kebenaran.Implikasi pandangan ontology di dalam pendidikan ialah bahwa dunia pengalaman manusia yang harus memperkaya kepribadian bukanlah hanya alam raya dan isisnya dalam arti sebagai pengalaman sehari-hari; melainkan sebagai suatu yang tak terbatas, realitas fisik, spiritual, yang tetap dan yang berubah-ubah (dinamis) (Runes, 1963: 219-230).

  1. Epistemologi dan Aksiologi

Sedemikian luas dan jauh, dunia pendidikan dianggap sebagai proses penyerahan kebudayaan pada umumnya, khususnya ilmu pengetahuan. Timbul pertanyaan, apakah sesungguhnya ilmu itu, dari mana sumber ilmu itu, bagaimana proses terjadinya dan sebagainya. Persoalan ini secara mendalam dibahas oleh epistemology. Epistemologi ialah suatu cabang filsafat yang membahas sumber, proses, syarat, batas, validitas, dan hakekat pengetahuan.

Dalam sebuah analisa mengenai filsafat, ilmu dan filsafat pendidikan dalam bukunya yang berjudul: Introduction to Philosophy of Education, Stella Van Petten Henderson (1964) mengemukakan, bahwa filsafat selalu berusaha untuk memahami segala sesuatu yang timbul dalam spectrum pengalaman manusia, dan berusaha untuk memperoleh pandangan yang luas (kompprehensif) mengenai alam, dan mampu memberikan penerangan yang universal mengenai hakekat benda-benda (segala sesuiatu).

Pandangan epistemology tentang pendidikan akan membahas banyak persoalan-persoalan pendidikan, seperti kurikulum, teori belajar, strategi pembelajaran, bahan atau sarana-prasarana yang mengantarkan terjadinya proses pendidikan, dan cara m,enentukan hasil pendidikan.

Berdasarkan pandangan tersebut diperlukan prisip tertentu apakah dianggap baik atau tidak isi dari pengetahuan tersebut, maka epistemology memerlukan pandanghan aksiologi. Aksiologi (axiology), suatu bidang yang menyelidiki nilai-nilai (value). Brameld (1955) membedakan tiga bagian, yaitu:

  1. Moral conduct, tidak moral; bidang ini melahirkan disiplin khusus yakni etika.
  2. Esthetic expression, ekspresi keindahan, yang melahirkan estetika.
  3. Socio-political life, kehidupan sosio-politik; bidang ini melahirkan filsafat sosio-politik.

Nilai dan implikasi aksiologi didalam pendidikan –di dalamnya teknologi pendidikan- ialah “to examine and integrate these values as they enter into the lives of people through the chanels of the schools (Brameld, 1955: 33). (Pendidikan menguji dan mengintegrasikan semua nilai tersebut di dalam kehidupan manusia dan membinanya di dalam kepribadian anak.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Dewey, John (1946)

Democracy and Education, The MacMillan Company, New

York.

Broudy, Harry S. (1961)

Building a Philosophy of Education,Prentice Hall, Inc.

New Jersey.

Inkeles, Alex and David H. Smith (1976)

Becoming Modern, Harvard University Press, USA.

Anglin, G.J; ed. (1991)

Intructional Technology: Past, Present, and Future,

Libraries Unlimited, Inc., Colorado.

Runes, Dagobert D. (1963)

Dictionary of Philosophy, Little Field Adams & Co,

New Jersey.

Henderson, Stella Van Petten (1964)

Introduction to Philosophy of Education, The Universi-

Ty of Chicago Press, Chicago.



[1] Dalam Alex Inkeles dan David H. Smith (1976), Becoming Modern, Harvard University Press

dalam kata pengantarnya menegaskan pentingnya pembaharuan dalam bidang pendidikan, baik landasannya, system strukturnya maupun pelaksanaanya. Hal ini berarti pembahasan Teknologi Pendidikan dalam perspektif filosofis menjadi sangat urgent.

CHE

Definisi Teknologi Pembelajaran terbangun dari lima wilayah yang berbeda yaitu: Design, Development, Utilization, Management, dan Evaluation.

The Role of the Domains

Functions of the Domain

Identifikasi dan organissasi hubungan antara teori dan praktek harus dikembangkan. Untuk mempermudah hubungan ini biasanya digunakan taxonomies atau klasifikasi. Jadi taxonomies adalah klasifikasi berdasarkan hubungan. Menurut Bloom (1956), taxonomies tidak boleh memiliki element yang arbitrer, harus mengacu pada fenomena riil berdasarkan term, harus disesuaikan konsistensinya dengan theoritical views dari bidang itu. Disampaikan pula bahwa tujuan dari taxonomy adalah untuk mempermudah komunikasi dengan memilih simbolisasi yang pas, memberikan penjelasan yang tepat dan berguna, dan securing the concensus dari group yang akan menggunakannya.

Dalam pembuatan stuktur taxonomy terutama dalam Teknologi Pembelajaran harus ada kesamaan persepsi dan persetujuan mengenai istilah2 yang digunakan, karena tanpa kesamaan persepsi akan sulit mengadakan generalisasi dan bahkan sulit untuk berkomunikasi antar sub-wilayah.

Denganmengidentifikasi area taksonomi, akademisi dan praktisi dapat memecahkan masalah mengenai bidang-bidang penelitian, dan praktisi juga dapat mengerjakan bisang-bidang teori untuk mengidentifikasi bagian teori yang lemah dalam mendukung dan memprediksi Aplikasi teknologi Pembelajaran di dunia nyata.

Fleishman dan Quaintance (1984) merangkum beberapa keuntungan mengembangkan taxonomy of human performance:

- membantu dalam penyampaian literature reviews

- menciptakan kapasitas untuk men-generalisasi tugas-tugas baru

- membuka celah dalam pengetahuan dengan menampakkan kategori dan subkategori pengetahuan, menggambarkan celah-celah dalam penelitian dan mempromosikan diskusi teori atau evaluasi.

- Mengikuti perkembangan teori-teori dengan mengevaluasi sejauh mana teori sukses mengorganisasi pengamatan data yang telah dihasilkan oleh penelitian di wilayah TP.

Menurut AECT 1977 fungsi management pembelajaran dan fungsi perkembangan pembelajaran dioperasikan dalam komponen system pembelajaran.

Menurut Jacob (1988) ada tiga fungsi yang mendasari TP yaitu fungsi management fungsi perkembangan system performance dan human performance systems components yang merupakan konsep dasar bagi fungsi-fungsi lainnya. Masing-masing fungsi mempunyai tujuan dan komponen. Subcomponents dari manajemen adalah adminnistrasi dan kepegawaian. Subkomponen dari development adalah step dalam proses perkembangan. Subkomponen dari human performance systems adalah konsep mengenai organisasi, motivasi, tingkah laku, penampilan, dan feedback.

Hubungan antar ranah

Hubungan antar ranah seperti yang tergambar di hal 26 tidak linear. Akan lebih mudah memahami keterkaitan antar ranah ini bila peneltitian dan teori dalam tiap ranah dijelaskan. Para peneliti dapat berkonsentrasi pada satu ranah saja, namun praktisi harus mengkombinasi beberapa fungsi dalam beberapa ranah atau bahkan semua ranah.

Hubungan antar ranah tersebut adalah sinergis. Contoh: praktisi yang bekerja di bidang pengembangan (development) menggunakan teori dari bidang desain. Contoh lain praktisi di bidang desain menggunakn teori tentang karakteristik media dari bidang pengembangan dan bidang penggunaan. Bidang-bidang tersebut dapat saling melengkapi seperti tampak di hal 27. Yang dituliskan pada hal 26 hanya 4 subkategori besar, walaupun sebenarnya ada beberapa subkategori yang tidak ditampilkan karena dirasa kurang penting. Atau karena teorinya kurang mendukung.

Deskripsi masing-masing ranah / bidang

1. Bidang desain.

Bidang ini mendapatkan dasar dari psychology of instruction movement. Ada beberapa katalisator yi: 1) artikel B.F. Skinner (1954) mengenai theory of programmed instruction (teori mengenai pembelajaran terprogram), 2) Herbert Simon (1969) membicarakan prescriptive science of design, 3) awal tahun 1960, pendirian centers for the design of instructional materials and programs seperti Learning Resource and Development Center at University of Pittsburgh. Antara tahun 1960-1970 Robert Glaser (director of that center) mengatakan bahwa instructional design menjadi dasar dari educational technology.

Penyempurnaan instructional psychology roots merupakan aplikasi dari system teori to instruction. Pendekatan system pembelajaran pertama kali yang diperkenalkan oleh Jim Finn dan Leonard Silvern dikembangkan secara bertahap menjadi metodologi dan menggabungkan ide-ide dari psikologi pembelajaran. Pendekatan system ini membawa ke instructional systems design movement seperti ditunjukkan oleh proses perkembangan pembelajaranyang digunakan di pendidikan tinggi pada tahun 1970. Pada tahun 1960-1970 Robert Gagne dan leslie Briggs menggabungkan keahlian psikologi pembelajaran dan desain system yang kemudian menghidupkan konsep desain pembelajaran.

Pada masa itu, bidang desain pembelajaran dikacaukan dengan pengembangan atau bahkan dengan konsep pembelajaran itu sendiri. Definisinya membatasi desain menjadi fungsi perencanaan baik dalam level micro maupun macro. Akibatnya, dasar pengetahuan menjadi kompleks dan mengikutsertakan susunan model procedural, konseptual models dan teori. Karena hubungan yang sangat dekat antara desain pembelajaran dan bidang lain dalam TP, dasar pengetahuan desain berubah untuk mempertahankan konsistensi dengan bidang pengembangan, penggunaan, management, dan evaluasi.

Teori desain lebih dikembangkan daripada segi-segi TP yang sangat bergantung tradisi praktek untuk menentukan dasar pengetahuan mereka. Penelitian dan teori desain hampir selalu mengikuti ekplorasi praktisi ttg keruwetan dan kemampuan dari hardware dan software. Tantangan bagi akademisi dan praktisi adalah melanjutkan untuk mendefinisikan dasar pengetahuan sejalan dengan respon terhadap tekanan dari tempat kerja.

Desain is the process of specifying conditions for learning (30). Tujuan dari desain adalah menciptakan strategi dan produk pada level macro seperti program dan kurikulum, dan pada level micro seperti lessons dan modul. Definisi ini sejalan dengan definisi design yang sekarang yaitu menciptakan spesifikasi. Hal ini berbeda dari definisi yang dahulu yaitu tekanannya ada dalam kondisi belajar daripada dalam komponen system pembelajaran sehingga cakupan desain pembelajaran diperluas dari learning resources atau individual components dari suatu system menjadi sistemasi pertimbangan dan lingkungan.

Ranah desain meliputi paling tidak 4 area teori dan praktik utama yaitu the study of instructional systems design, message design, instructional strategies and learner characteristics. Definisi dan deskripsi untuk masing2 area adalah sebagai berikut:

- Instructional system design (ISD)

Is an organized procedure that includes the steps of analyzing, designing, developing, implementing and evaluating instruction. (31) ISD adalah prosedur yang tertata, meliputi tahap-tahap analisa, mendesain, mengembangkan, mempraktekkan dan mengevaluasi pembelajaran. Menganalisa adalah proses mendefinisikan apa yg akan dipelajari; merencanakan adalah proses menentukan bagaimana hal itu akan dipelajari; mengembangkan adalah proses mengarang/menciptakan dan memproduksi materi pembelajaran; melaksanakan adalah proses menggunakan materi dan strategi yang sesuai dengan context, dan mengevaluasi adalah proses menentukan kecukupan pengajaran. ISD biasanya merupakan prosedur linear dan berulang-ulang yang membutuhkan kecermatan dan konsistensi. Semua tahapan harus dilengkapi agar`terjadi keseimbangan antar bagian.

- Message design

Message design involves “planning for the manipulation of the physical form of the message” (31).MD meliputi perencenaan untuk memanipulasi bentuk fisik dari pesan. MD meliputi prinsip memperhatikan, daya memahami, dan mengingat. Yang menunjukkan spesifikasi bentuk fisik pesan yg dimaksudkan untuk berkomunikasi antara penutur (sender) dan lawan tutur (receiver). Fleming dan Levy (1993) membatasi pesan dalam tanda dan symbol yang memodifikasi tingkah lau kognitif, afektif dan psikomotorik. MD berurusan dengan level yang paling kecil seperti individual visuals, sequences, pages dan screens. Karakteristik yang lain dari MD adalah medium dan learning task-nya harus spesifik. Yang berarti bahwa prinsip dari MD akan berkembang menyesuaikan dengan mediumnya, apakah medium itu statis, dinamis, atau gabungan dari keduanya dan juga apakah task-nya meliputi konsep atau formasi tingkah laku, skill or learning strategy development atau memorization.

- Instructional strategies

Instructional strategies are specifications for selecting and sequencing events and activities within a lesson (31).

“Strategi pembelajaran adalah spesifikasi untuk memilih dan merangkai kejadian-kejadian dan aktivitas-aktivitas dalam pelajaran”. Penelitian di bidang strategi pembelajaran memberikan kontribusi pada pengetahuan tentang komponen pelajaran. Desainer menggunakan teori strategi pembelajaran atau komponen-komponen sebagai prinsip-prinsip pengajaran. Secara karakteristik, strategi pembelajaran berinteraksi dengan situasi belajar yang sering dideskripsikan oleh model pengajaran. Model pengajaran dan strategi pembelajaran dibutuhkan untuk menerapkan bermacam-macam model yang bergantung pada situasi belajar, the nature of the contents (isi yg natural ??), dan tipe keinginan untuk belajar. Teori strategi pembelajaran meliputi situasi belajar seperti motivasi dan perluasan.

Variabel micro-strategy adalah metode elemental untuk menyelenggarakan pengajaran dengan ide tunggal (cth : konsep tunggal, dll) termasuk didalamnya adalah komponen strategi sebagai definisi dan praktek. Variabel macro-strategy adalah metode elemental untuk menyelenggarakan aspek-aspek pengajaran yang berhubungan pada lebih dari satu ide seperti mengurutkan, mengumpulkan dan meringkas ide.

Sejak 1983, istilah yang digunakan adalah istilah yang lebih umum untuk membandingkan desain kurikulum dan desain pelajaran. Istilah yang sekarang digunakan untuk micro design adalah instuctional strategy dan untuk macro design mengacu pada langkah-langkah dalam proses ISD. Istilah micro strategy dan macro strategy sekarang jarang digunakan.

Micro-design adalah istilah untuk unit terkecil pengajaran seperti text pages, screens dan visuals. Micro desain ini akan dibicarakan pada chapter 3.

- Learner characteristics (karakteristik pembelajar)

Learner characteristics are those facets of the learner’s experimental background that impact the effectiveness of a learning process (32).

“Karakteristik pembelajar adalah sisi latar belakang pengalaman pembelajar yang mempengaruhi keefektifan proses belajar”.

Penelitian di bidang ini sering overlap (tumpang tindih) dengan penelitian di bidang strategi pembelajaran, tetapi penelitian dilakukan dengan tujuan yang berbeda yaitu untuk menjelaskan sisi pembelajar yang butuh diperhitungkan oleh desain.

Area strategi pembelajaran menggunakan penelitian motifasi untuk menentukan desain komponen-komponen pelajaran. Area ini digunakan untuk mengidentifikasi variable-variabel yang harus diambil untuk memperhitungkan dan menentukan bagaimana membuatnya diperhitungkan. Karakteristik pembelajar mempengaruhi komponen pengajaran yang dipelajari di bawah strategi pembelajaran. Selain strategi, dipelajari juga konteks dan isi.

Trends and Issues (tren dan masalah)

Trend an isu dalam kelompok kawasan desain berada pada penggunaan model ISD, penerapan teori belajar pada desain, dan pengaruh teknologi baru pada proses desain. Meskipun ada consensus bahwa pendekatan sistematik yang paling tradisional kepada desain pembelajaran masih sangat signifikan, beberapa orang mengajukan pertanyaan tentang keefektifan ISD model dan kecenderungan untuk menggunakannya dengan cara tidak flexible dan linear.

Dick (1993) ingin mereduksi the typical ISD cycle-time dan meletakkan perhatian yang semakin tinggi pada system support electronic performance. Ada juga perhatian yang meninggi tentang ketidakadaan ISD di sekolah-sekolah sebagai alat dalam desain kurikulum. Beberapa menggunakan tes yang cermat pada aplikasi prosedur ISD standar di sekolah baik rencana pengajaran untuk siswa atau pengembangan staf guru dan administrasi.

Satu persoalan adalah kebutuhan teori yang berhubungan dengan klasifikasi belajar dengan pemilihan media. Tiap langkah dalam proses ISD, dari analisa tugas hingga evaluasi, dengan pengecualian pemilihan media, mempunyai dasar dalam teori klasifikasi belajar dan prosedur untuk menerapkan teori itu. Meskipun beberapa model pemilihan media membutuhkan pertimbangan tipe belajar, cara untuk mendasarkan keputusan ini pada objektifitas dan strategi sementara itu mengambil variable lain pada perhitungan tidak dikembangkan dengan baik (??).

Ada beberapa perhatian bahwa praktisi biasanya lebih menekankan pada langkah desain umum yang digarisbawahi di model ISD dan melupakan penggunaan prinsip umum belajar. Bidang ini mempengaruhi sudut kognitif meskipun prosedur dan taktik merefleksikan orientasi kognitif dan tingkah laku. Sekarang ini, mengembangkan dukungan pada posisi yang membangun menghasilkan penekanan pengalaman pembelajar, control pembelajar dan definisi pembelajar pada arti dan kenyataan. Hal ini knsisten dengan tren menghadapi kontekstualisasi isi yang jelas dalam penelitian proses pengetahuan yang dilabuhkan dan disituasikan, pergerakan teknologi dan pendekatan sistemik untuk mendesain pengajaran. Pencarian alternative dasar kerjasama untuk pendekatan be;ajar mandiri adalah contoh lain tekanan untuk mengembangkan alternative strategi.

Berdasarkan satu orientasi filosofi atau teori, semua desainer dipengaruhi oleh cepatnya kemajuan teknologi yang menyediakan program/dasar penyampaian pembelajaran, sama baiknya dengan alat segi otomatis dari proses desain itu sendiri. Sebagai alternative penyampaian, teknologi ini memungkinkan visualisasi dengan lebih efektif dan akses cepat pada informasi, kemampuan untuk link informasi, lebih bisa beradaptasi dan desain interaktif, belajar melalui hal lain daripada dengan cara yang formal. Sebagai alat desain otomatis, teknologi baru memungkinkan desainer untuk menggunakan aturan-aturan yang lebih detail untuk pemilihan strategi pembelajaran, mengimplementasikan training “just-in-time”, dan merespon dengan efisien harapan dan syarat-syarat pada organisasi mereka. Tren ini adalah reaksi dari isu dan mempengaruhi fundamentals of instructional design.

2. Bidang/kawasan pengembangan

Akar dari kawasan pengembangan adalah di area produksi media dan setelah bertahun-tahun, perubahan pada kemampuan media telah membawa perubahan di kawasan ini. Meskipun perkembangan textbooks dan alat Bantu pembelajaran yang lain telah mengawali film, munculnya film adalah peristiwa penting pertama dalam kemajuan perkembangan audio-visual menjadi era teknologi pembelajaran modern. Pada tahun 1930an film teatrikal mulai digunakan, sebagai akibatnya catalog film pertama kali muncul: sehingga muncul juga perpustakaan film, perusahaan-perusahaan didirikan, studi tentang film dan didirikan organisasi komersial seperti Society for Visual Education. Event ini tidak hanya menstimulasi produksi materi-materi untuk pendidikan, tapi juga jurnal-jurnal tentang materi-materi ini seperti Educational Screen dan See and Hear.

Selama perang dunia kedua, banyak tipe materi yang diproduksi untuk keperluan pelatihan militer, terutama film. Setelah perang, medium baru televisi juga diaplikasikan untuk pendidikan, dan genre baru dari program televisi yang muncul. Bersamaan dengan itu, dana yang besar dari pemerintah mendukung proyek kurikulum yang menggabungkan beberapa tipe dari media pembelajaran. Selama akhir tahun 1950an dan awal 1960an materi pembelajaran yang terprogram sedang dikembangkan. Tahun 1970an, computer mulai digunakan untuk pengajaran, dan simulasi games sedang digemari di sekolah. Selama tahun 1980an teori dan praktik di area computer-based instruction (pengajaran berbasis computer) menjamur, dan tahun 1990an computer yang diintegrasikan dengan multimedia menjadi bagian dari kawasan ini.

Development is the process of translating the design specifications into physical form (35). Pengembangan adalah proses menerjemahkan spesifikasi desain ke dalam bentuk fisik. Kawasan pengembangan meliputi variasi teknologi yang sangat luas yang digunakan dalam pengajaran. Hal ini tidak diisolasikan dari teori dan praktik yang berhubungan dengan belajar dan desain. Tidak juga evaluasi, menejemen, dan penggunaan berfungsi secara mandiri. Lebih baik, perkembangan dikendalikan oleh teori dan desain dan harus merespon permintaan formatif evaluasi dan praktik penggunaan dan kebutuhan menejemen. Begitu juga kawasan perkembangan tidak terdiri atas hardware tentang pengajaran saja tapi menggabungkan hardware dan software, visual dan materi audio, dan paket program atau paket yang mengintegrasikan bermacam-macam bagian.

Berkaitan dengan kawasan perkembangan, ada hubungan yang kompleks antara teknologi dan teori yang menggerakkan desain pesan dan strategi pembelajaran. Secara mendasar, kawasan perkembangan dapat dideskripsikan sebagai berikut:

- pesan yang dimotori oleh isi

- strategi pembelajaran yang digeraakn oleh teori

- manifestasi fisik dari teknologi – hardware, software dan materi pembelajaran.

Teknologi merepresentasikan kekuatan penggerak kawasan perkembangan. Berawal dari asumsi, kita dapat menetapkan dan menjelaskan berbagai tipe media pembelajaran dan karakteristiknya. Proses ini tidak bisa dikatakan hanya sebagai kategorisasi saja tapi malahan sebagai elaborasi dari karakteristik yang menggambarkan teknologi dari teori dan prisip-prinsip desain.

Kawasan perkembangan dapat dibagi dalam 4 kategori: print technologies (merupakan dasar pembentukan untuk kategori-kategori lain), audiovisual technologies, computer-based technologies, dan integrated technologies. Karena kawasan perkembangan meliputi desain, produksi dan fungsi penyampaian; materi dapat di desain menggunakan satu tipe teknologi, diproduksi menggunakan tipe yang lain dan disampaikan menggunakan tipe yang ketiga. Sebagai contohnya, spesifikasi desain pesan dapat diterjemahkan menjadi script atau storyboard dari menggunakan teknologi berbasis computer lalu script dan storyboard dapat diproduksi menggunakan teknologi audiovisual dan disampaikan dengan menggunakan teknologi yang terintegrasi seperti multimedia interaktif. Dalam kawasan perkembangan, konsep desain mengasumsikan arti ketiga. Merujuk pada macro-level desain system pembelajaran (mengidentifikasi tujuan, isi, dan objective) dan micro level desain pembelajaran (menspesifikasikan dan mengurutkan aktivitas). Desain dapat juga merujuk pada aplikasi yang terspesialisasi seperti screen design dalam kawasan perkembangan.

Sub kategori-sub kategori pada kawasan pengembangan merefleksikan perubahan teknologi secara kronologis. Saat satu teknologi memberikan cara/jalan untuk teknologi lain, akan terjadi overlap antara yang tua dan yang muda. COntoh: teknologi tertua adalah print teknologi yang berdasar pada prinsip mekanik. Teknologi audio-visual mengikuti untuk menggunakanmekanikal dan penemuan elektronik dalam setting pendidikan. Teknologi berbasis microprocessor mengantar pada aplikasi computer dan interaksi dan sekarang elemen-elemen print teknologi sering dikombinasikan dengan teknologi berbasis computer seperti dalam publishing. Dalam era digital, sekarang memungkinkan untuk mengawinkan bentuk teknologi lama dan teknologi sekarang.

Print Technologies

Print technologies are ways to produce or deliver materials, such as books and static visual materials primarily through mechanical or photographic printing processes.

“Print technology adalah cara untuk memproduksi atau menyampaikan materi seperti buku, materi visual yang statis, melalui proses mekanik atau fotografik printing.”

Subkategori ini meliputi text, graphic, foto, dan reproduksi. Materi print dan visual melibatkan teknologi yang paling dasar dan bisa merembes. Materi ini menjadi dasar bagi perkembangan dan penggunaan hamper semua materi pembelajaran. Teknologi-teknologi ni menghasilkan materi dalam bentuk hard copy. Display text dari computer adalah contoh penggunaan teknologi berbasis computer untuk produksi. Saat text itu dicetak dalam hard copy yang akan digunakan sebagai bahan pengajaran, hal ini adalah contoh penyampaian dalam print teknologi.

Teknologi ini mempunyai dua komponen yaitu: verbal text materials dan visual materials. Perkembangan dua tipe materi pembelajaran bergantung pada teori yang berhubungan dengan visual perception, reading, dan proses informasi human, begitu juuga teori of learning. Materi pembelajaran yang paling tua dan masih biasa digunakan adalah textbook yang diimplikasikan melalui mediator linguistic dan materi visual yang diprint mewakili kenyataan. Visual media dapat membawa pesan yang lengkap tapi ini belum biasa. Biasanya, ada kombinasi text dan visual information.

Cara penyampaian print dan visual information yang diatur dapat memberi kontribusi pada tipe belajar yang terjadi. Pada level paling dasar, simple text books teratur lalu informasi dapat diakses secara acak dengan cara “user-friendly”. Bentuk lain dari print technologies seperti pelajaran yang terprogram, dapat dikembangkan berdasar petunjuk teroi lain dan strategi pembelajaran. Secara spesifik, print/visual technologies mempunyai karakter sebagai berikut:

- text dibaca secara linear, sedangkan visual hanya dilihat dengan cara scan.

- Print dan visual biasanya memberikan komunikasi satu arah

- Menampilkan visualisasi statis

- Perkembangannya bergantung pada prinsip linguistic dan persepsi visual

- Learner-centered

- Informasi dapat dilakukan atau diatur kembali oleh user.

Audiovisual technologies

Audio visual technologies are ways to produce or deliver materials by using mechanical or electronic machines to present auditory and visual messages.

“Audio-visual teknologi adalah cara untuk memproduksi atau menyampaikan materi dengan menggunakan mesin mekanik atau mesin elektronik untuk menyampaikan pesan visual dan audio.”

Pengajaran audiovisual biasanya dimaknai dengan penggunaan hardware pada proses pengajaran. Audiovisual bisa memproyeksikan gambar bergerak, latar belakang suara, dan display gambar yang besar. Pengajaran audiovisual adalah produksi dan penggunaan materi-materi yang mempengaruhi proses belajar melalui melihat dan mendengar dan tidak bergantung pada pemaknaan kata atau symbol-simbol lain yang mirip. Biasanya, teknologi audiovisual memproyeksikan materi seperti film, slide, transparansi. Televise merupakan teknologi yang unik karena menjembatani audiovisual dengan materi yang berbasis computer dan teknologi yang terintegrasi. Contoh lain adalah video, jika berbentuk videotape dia menjadi materi yang bersifat audiovisual karena sifatnya yang linear dan ditujukan lebih untuk presentai yang bersifat exposisi daripada interaksi. Tapi pada saat info video ini ada dalam bentuk videodisc, info ini menjadi bisa diakses secara random dan mampu mendemonstrasikan sebagian besar karakteristik computer-based atau teknologi yang terintegrasi yang bersifat non-linear, random access dan learner driven.

Ciri-ciri:

- linear in nature

- menampilkan visual dinamis

- digunakan dengan cara pre-determined oleh desainer

- merupakan representasi fisik dari ide real dan abstrak

- dikembangkan berdasar prinsip behavioral and cognitive psychology

- kadang-kadang teacher-centered danmelibatkan sedikit sekali interaksi siswa

Computer-based Technologies

Teknologi berbasis computer are ways to produce and deliver materials using micro-processor-based resources

‘Teknologi berbasis computer adalah cara untuk memproduksi dan menyampaikan materi dengan menggunakan sumber-sumber yang berasal dari micro-processor.

Informasi yang disampaikan dikemas secara elektronik dalam bentuk data digital. Varias-variasi tipe aplikasi computer disebut Computer-Based Instruction (CBI), Computer-Assisted Instruction (CAI) atau Computer-Managed Instruction (CMI).