Tampilkan postingan dengan label DESAIN PEMBELAJARAN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label DESAIN PEMBELAJARAN. Tampilkan semua postingan
CHE
Jika kita melakukan pengujian pada semua model desain instruksional, kita akan menemukan penekanan yang utama adalah pada konsep dari evaluasi formatif, pengumpulan data akan digunakan sebagai sarana untuk mengidentifikasi masalah dan untuk merevisi materi instruksional. Model akan terbentuk setelah data dikumpulkan dan ringkas, kita harus memperbaiki bahan secara wajar. Walau ada beberapa pembahasan telah bermanfaat bagi revisi materi instruksional, sedikit tentang apapun teori diusulkan di sekitar yang mana ke kumpulkan data. Pada pendekatan kita ke evaluasi perkembangan, kita menginterpretasikan data dari strategi instruksional kita kemudian perubahan perbuatan yang tampak oleh data dan pemahaman kita dari proses belajar.
Ada dua jenis dasar dari revisi yang akan dipertimbangkan dengan materi yaitu:
1. Perubahan pada proses pembuatan isi atau unsur dari materi guna membuat meteri tersebut lebih akurat atau lebih efektif sebagai satu alat belajar.
2. Perubahan yang berhubungan dengan prosedur pengerjaan yang digunaankan pada materi.

Di pembahasan ini, kita akan mengetahuai bagaimana data dari berbagai evaluasi perkembangan sumber dapat diringkas dan dipergunakan untuk mengidentifikasi bagian dari bahan/materi tersebut harus diperbaiki. Kita akan mencatat bahwa kita tidak akan mengkaitkan dengan menggunakan dari statistik kompleks di langkah ini dari desain instruksional memproses karena dengan descriptif sederhaa dan ringkasan dari suatu data adalah sudah dipandang cukup. Perincian test statistik adalah jarang digunakan pada evaluasi perkembangan dan proses revisi.
Berikut adalah bentuk bentuk evaluasi formatif. Martin Tessmer (1996) menyebutkan sedikitnya ada empat bentuk evaluasi formatif, yaitu:
1. Review Ahli (Experts Review)
2. Evaluasi Satu-Satu (One-to-One Evaluation)
3. Evaluasi Kelompok Kecil (Small Group Evaluation)
4. Uji Lapangan (Field Test)
Sementara menurut Dick & Carey, terdiri dari 6 bentuk sebagai berikut:
1. Review Rancangan (Design Review)
2. Review Ahli (Experts Review)
3. Evaluasi Satu-Satu (One-to-One Evaluation)
4. Evaluasi Kelompok Kecil (Small Group Evaluation)
5. Uji Lapangan (Field Test)
6. On Going Evaluation
Disamping itu, ada beberapa bentuk evaluasi formatif alternatif lain, yaitu:
1. Evaluasi Diri (Self-Eavaluation)
2. Panel Ahli (Experts Panel)
3. Evaluasi Dua dalam Satu (Two-on-One Evaluation)
4. Prototipa Kilat (Rapid Prototype)
Tapi dalam hal ini, kami akan coba membahas empat bentuk evaluasi formatif tersebut:

B. Review Ahli
Review ahli adalah proses di mana seorang atau beberapa ahli melakukan review terhadap versi media pembelajaran kasar atau masih dalam rancangan, seperti yang masih berupa naskah atau storyboard untuk menentukan kelebihan dan kelemahannya. Review ahli biasanya dilakukan dalam tahap pertama pada proses evaluasi formatif dimana media pembelajaran tersebut masih dalam kondisi draft kasar, meskipun sebenarnya pengkajian dapat dilakukan pada setiap tahap proses evaluasi baik ketika materi pembelajaran masih kasar ataupun sudah diperbaiki. Dalam suatu review ahli, seorang ahli diberikan suatu draft kasar, misal naskah atau storyboard untuk di dikaji dan diberikan serangkaian pertanyaan-pertanyaan yang telah ditentukan sebelumnya. Biasanya evaluator ikut bersamanya dan mencatat komentar-komentar ahli serta menanyakan hal-hal lainnya.
Review ahli ini mempunyai beberapa kelebihan. Yang pertama adalah bahwa review menghasilkan tipe informasi yang berbeda jika dibandingkan dengan informasi yang diperoleh dari evaluasi orang per orang, kelompok kecil atau uji lapangan. Kedua, kadang-kadang orang ahli yang dibutuhkan telah ada dan dibayar dengan murah. Sedangkan kelemahannya adalah pertama, review ahli tidak memberikan pandangan atau pendapat dari sudut pandang siswa. Yang kedua adalah bahwa review ahli memerlukan biaya yang mahal jika orang ahli harus dibayar per jam atau didatangkan dari wilayah yang jauh.
Informasi apa saja yang penting digali dalam review ahli? Jawabannya adalah tergantung dari media pembelajaran apa yang akan direview. Namun demikian beberapa hal sebagai berikut dapat dijadikan sebagai panduan, diantaranya:
1. Informasi yang berkaitan dengan materi (content); kelengkapan, akurasi, kepentingan, kedalaman, dll.
2. Informasi yang berkaitan dengan desain pembelajaran (instructional design); seperti kesesuaian dengan karakteristik siswa, kesesuaian antara tujuan–materi–evaluasi/test, ketepatan pemilihan media, kemenarikan bagi siswa, dan lain-lain.
3. Informasi yang berkaitan dengan implementasi (implementation); seperti kemudahan penggunaan, kesesuaian dengan lingkungan belajar sebenarnya, kompatibiltas dengan lingkungan atau media lain, dan lain-lain.
4. Informasi kulaitas teknis (technical quality); seperti kualitas audio, gambar, video, animasi, layout, warna, sound effect, grafis dan lain-lain.
Selanjutnya, siapa atau ahli apa saja yang kita pilih sebagai reviewer? Dalam prakteknya, pemilihan ahli akan sangat tergantung dari kebutuhan dan kondisi yang ada seperti kondisi waktu, biaya, dan tenaga. Namun demikian, Tessmer (1996) mengelompokkan beberapa ahli yang dapat kita pilih sebagai reviewer kedalam beberapa kategori berikut:
1. Subject Matter Expert (Ahli Materi),
Adalah orang yang telah memperoleh pengetahuan penuh tentang topik pembelajaran. Orang ahli tersebut misalnya profesor keuangan yang dapat dikatakan sebagai ahli materi untuk hukum keuangan. Dalam konteks Pustekkom, ahli materi biasanya diambil dari Universitas, dosen yang mengampu disiplin ilmu terkait.
2. Teaching/Training Expert (Guru/Widyiswara);
Adalah guru/ widyaiswara yang dapat memberikan bukti ekstra apakah materi dalam media pembelajaran yang akan dikembangkan telah sesuai, dapat diimplementasikan dan lain-lain. Mereka diminta untuk memberikan masukan tentang permasalahan yang mungkin dihadapi sebelum diberikan kepada siswa. Mereka juga dapat mengevaluasi kemungkinan kemudahan implementasinya ketika pembelajaran tersebut digunakan oleh guru. Char dan Hawkins (1987), dalam penelitiannya menemukan bahwa guru secara unik merupakan ahli pembelajaran, hal ini dikarenakan mereka dapat mengevaluasi dengan baik antara kesesuaian pembelajaran dengan konteks pembelajaran yang diharapkan.
3. Subject Sophisticates;
Salah satu kategori ahli yang diperkenalkan oleh Waston (1987) adalah orang subject sophisticates (dapat kita katakan sebagai siswa pintar) yang dianggap mampu mengevaluasi efektifitas materi dan pembelajaran. Seorang subject sophisticates merupakan siswa pintar yang telah berhasil menyelesaikan pembelajaran mirip atau sama dengan media pembelajaran yang sedang dikembangkan baik dari sisi materi maupun pendekatan. Subject sophisticates dapat memberikan pandangan atau masukan yang unik tentang kemenarikan, kemudahan penggunaan, kebersinambungan, dan bahkan dari sisi materi dan kualitas teknis.
4. Instructional Disain Expert (Ahli Desain Pembelajaran);
Ahli desain pembelajaran diperlukan untuk mereview aspek-aspek yang terkait dengan rancangan pembelajaran, meliputi kememadaian analisis tugas, kejelasan dan kelengkapan tujuan pembelajaran, kesesuaian strategi dan media yang digunakan, dan lain-lain.
5. Production Expert;
Ahli produksi khusus juga akan penting artinya untuk memberikan review ketika media pembelajaran yang dikembangkanmenggunakan tekhnologi yang tidak familiar bagi tim pengembang. Ahli ini mengetahui secara detail hal-hal yang berkaitan dengan aspek teknis dari media yang sedang dikembangkan. Contoh ahli produksi adalah produser video, sutradara, programmer, ahli animasi, perekayasa perangkat lunak, dan termasuk disini adalah ahli media (media experts).
6. Ahli Lain;
Ahli lain bisa meliputi editor, ahli hukum, ahli bahasa, administrator, orang tua, dan atau ahli manajemen pengetahuan (knowledge management) dan lain-lain.

C. Uji Lapangan (Field Test)
Adalah evaluasi yang dilakukan terhadap suatu media pembelajaran yang sudah selesai dikembangkan tapi masih membutuhkan atau memungkinkan untuk direvisi akhir. Sama seperti evaluasi kelompok kecil, uji lapangan dilakukan dalam situasi yang senyatanya dengan ketika media pembelajaran tersebut akan digunakan kelak. Uji lapangan dilakukan dengan tujuan untuk mengkonfirmasi akhir, memperoleh pendapat akhir dan menguji keefektifan dan kemampuan untuk diimpelementasikan terhadap media pembelajaran yang sudah dalam tahap akhir pengembangan. Tessmer (1996) mengatakan bahwa uji lapangan dapat dikatakan sebagai uji realitas (reality check), karena memang uji lapangan dilakukan diakhir menjelang suatu produk atau media pembelajaran disebarluaskan atau dipasarkan untuk digunakan oleh penggunanya. Istilah lain dari uji lapangan adalah “beta test” atau sering disebut juga”field trial”.
Uji lapangan dilakukan ketika media pembelajaran telah selesai direvisi, namun demikian masih memungkinkan untuk direvisi kembali. Selama evaluasi dilakukan evaluator bertindak sebagai pengamat guna menentukan seberapa jauh siswa atau guru telah dapat menggunakan media pembelajaran. Uji lapangan dapat dilakukan dalam satu atau beberapa lokasi (site) dengan karakteristik situasi yang mungkin berbeda secara simultan. Misal, uji lapangan dilakukan di beberapa kelas dari beberapa sekolah atau tempat pelatihan. Semua komponen pembelajaran seperti perlengkapan atau alat, panduan pemanfaatan, materi pembelajaran, panduan belajar dan test disiapkan dengan baik untuk dapat digunakan seperti situasi senyatanya. Seperti halnya denganevaluasi kelompok kecil, unsur lingkungan yang senyatanya (realistis) merupakan aspek penting dalam uji lapangan. Semakin bervariasi situasi di mana pembelajaran akan digunakan, semakin bervariasi pula media pembelajaran tersebut harus diujicobakan.
Salah satu kelebihan umum dari uji lapangan adalah bahwa dengan evaluasi tersebut akan diperoleh informasi apakah pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran tersebut akan benar-benar berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan dalam lingkungan belajarnya. Evaluator dapat melakukan ‘cek realitas’ dengan melakukan observasi dan mencatat atau merekam permasalahan yang timbul pada saat implementasinya.
Pertanyaan penting selanjutnya adalah informasi apa saja yang perlu digali dalam uji lapangan? Sebenarnya, dalam uji lapangan, fokus penggalian informasi lebih banyak menekankan pada masalah implementasi. Menurut Tessmer (1996) ada beberapa fokus pertanyaan yang perlu dijadikan patokan dalam uji lapangan, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Kemampuan untuk dapat dilaksanakan (Implementability);
Dapatkah media pembelajaran tersebut digunakan sesuai dengan apa yang diharapkan? Apakah penggunaanya memerlukan pelatihan khusus? Apakah diperlukan perangkat pendukung lain? Kendala apa saja yang dihadapi pengguna dalam menggunakan media pembelajaran tersebut?
2. Kesinambungan (Sustainability);
Faktor-faktor apa saja yang memungkinkan media pembelajaran tidak digunakan atau sebaliknya oleh pengguna (guru/siswa)? Akankah materi (content) suatu ketika nanti akan kedaluarsa (out of date)? Apakah media pembelajaran tersebut memungkinkan diadaptasi atau disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan oleh pengguna, khususnya guru/widyaiswara? Apakah tidak ada masalah berkaitan dengan pemeliharaan dan perawatan (maintenance)? Apakah teknologi pendukung, dalam periode waktu yang relatif pendek kedepan akan kedaluarsa? Dan lain-lain.
3. Efektifitas;
Masalah efektifitas dan efisiensi masih penting dalam evaluasi formatif. Seperti apakah dengan media pembelajaran tersebut yang digunakan dalam situasi senyatanya dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan baik? Apakah revisi yang telah dilakukan sebelumnya dapat meningkatkan pencapaian terhadap tujuan pembelajaran yang diharapkan? Apakah siswa (peserta pelatihan) dapat mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan setelah belajar dengan memanfaatkan media pembelajaran tersebut? Dan lain-lain.
4. Kecocokan dengan lingkungan (appropriateness);
Apakah media pembelajaran tersebut dapat digunakan dalam beberapa variasi lingkungan seperti di rumah, di dalam kelas, untuk belajar sendiri, untuk belajar klasikal, dan lain-lain? Apakah faktor yang mendukung dan menghambat ketika digunakan dalam berbagai variasi lingkungan yang berbeda-beda tersebut? Apakah media pembelajaran tersebut dapat digunakan dengan kondisi fasilitas yang paling minimal? Dan lain-lain.
5. Penerimaan dan kemenarikan (acceptance & attractiveness);
Pada bagian-bagian manakah yang membosankan atau sebaliknya? Hal-hal apa saja yang menyebabkan media pembelajaran tersebut membosankan atau sebaliknya? Apakah pengguna (guru, siswa, widyaiswara) menunjukkan kepuasan terhadap media pembelajaran tersebut? Apakah pengguna menyatakan bahwa media pembelajaran tersebut dapat memenuhi atau sesuai dengan kebutuhan mereka?
Inilah bentuk-bentuk evaluasi formatif yang disarankan Martin Tessmer (1996). Idealnya kelima bentuk evaluasi formatif tersebut dilaksanakan untuk memastikan bahwa media pembelajaran yang kita kembangkan benar-benar berkualitas.



D. One-to-One Evaluation
Evaluasi satu-satu adalah evaluasi yang melibatkan seorang siswa untuk mereview versi kasar media pembelajaran yang sedang dikembangkan dengan didampingi oleh seorang evaluator. Evaluator duduk bersama siswa ketika siswa menggunakan/wereview media pembelajaran, mengamati bagaimana siswa tersebut menggunakan media pembelajaran, mencatat komentar siswa, bertanya kepada sisiwa selama dan setelah penggunaan oleh siswa. Siswa juga biasanya akan diminta untuk menyelesaikan pre dan post test untuk mengukur efektifitas hasil belajar dengan menggunakan media tersebut.
Evaluasi satu-satu dilakukan sedini mungkin dalam proses pengembangan pembelajaran bahkan evaluasi ini sering dilakukan ketika masih dalam versi kasar pembelajaran. Evaluasi satu-satu biasanya dilakukan terhadap dua sampai empat orang secara bergantian. Tujuan selama evaluasi yang pertama atau kedua adalah untuk mengidentifikasi kemungkinan kesalahan (error) dalam hal seperti tata bahasa yang lemah, salah pengejaan, salah tanda baca, petunjuk yang tidak jelas. Tujuan evaluasi satu-satu sealnjutnya berfokus pada kriteria yang lebih instrinsik, seperti kesesuaian contoh, sistematika materi dan kemudahan penggunaan, kemenarikan, dan bahkan kepuasan siswa.
Guna membantu evaluator memperbaiki pembelajaran sebelum diberikan pada kelompok kecil atau digunakan oleh instruktur evaluasi satu-satu biasanya dilakukan sebelum kelompok kecil atau uji lapangan. Haruskah evaluasi satu-satu dilakukan sebelum atau sesudah dilakukan review ahli ? Sebenarnya, review ini berguna baik sebelum, sesudah, atau bersamaan dengan review ahli. Hal ini dikarenakan evaluasi sebenarnya sebenarnya memberikan informasi yang dapat melengkapi data dari review ahli atau sebaliknya hasil review ahli dapat melengkapi informasi revisi yang diperoleh dari evaluasi satu-satu. Bukti akhir dari rekomendasi ahli tentang kemenarikan dan efektifitas media pembelajaran yang sedang dikembangkan adalah reaksi siswa terhadap media tersebut. Jadi, evaluasi satu-satu penting untuk dilakukan setelah review ahli, khususnya jika evaluasi kelompok kecil atau uji lapangan karena sesuatu dan lain hal terpaksa tidak dilakukan.
Salah satu keuntungan dari evaluasi satu-satu adalah bahwa evaluasi ini memberikan informasi dari sudut pandang siswa. Dalam evaluasi satu-satu evaluator memiliki kesepatan untuk berbicara secara terbuka dengan siswa tentang reaksi mereka terhadap media pembelajaran yang sedang dikembangkan. Kemudian kita juga akan memperoleh kesempatan untuk menemukan alasan mengapa siswa mungkin mengalami kebingungan atau kesulitan terhadap beberapa aspek tertentu, atau mengetahui alasan mengapa siswa merasa tertarik terhadap aspek-aspek tertentu. Keuntungan lainnya adalah bahwa evaluasi ini dapat dilakukan dengan mudah, cepat, murah dan produktif. Wager (1981) dan Robeck (1965) menunjukkan bahwa menggunakan dua atau tiga orang siswa untuk melakukan evaluasi satu-satu dapat menghasilkan informasi atau masukan untuk revisi yang cukup memadai bagi versi draft kasar media pembelajaran yang sedang kita kembangkan.
Informasi yang dapat diperoleh dari evaluasi satu-satu meliputi beberapa aspek sebagai beirkut:
1. Materi (content);
Tingkat kesulitan, kejelasan, kemenarikan, keterkinian materi, dan lain-lain.
2. Desain Pembelajaran;
Keterbacaan, kejelasan tujuan pembelajaran, kelogisan sistematika penyampaian materi, dan lain-lain.
3. Implementasi (implementation);
Tingkat kemudahan dana tau kesulitan penggunaan, kemungkinan kesulitan yang dihadapi, dan lain-lain.
4. Kualitas teknis;
Kualitas animasi, video, layout, warna, dan lain-lain yang tentu saja menurut persepsi atau penerimaan mereka.
Berapa orang siswa yang dapat kita gunakan untuk evaluasi satu-satu. Tidak ada patokan. Dick and Carey (1990) menyatakan bahwa dua atau tiga orang siswa cukup memadai. Lowe, Thruston dan Brown (1983), melaporkan bahwa penggunaan seorang juga telah menghasilkan informasi yang cukup memadai sebagai bahan masukan untuk revisi.. Sedangkan Roebeck (1965) dan Bakker (1970), telah menggunakan dua orang siswa guna mendapatkan informasi untuk media pembelajaran yang belum direvisi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dua atau tiga orang siswa dianggap cukup untuk memperoleh informasi revisi.
Namun, pertanyaan berikutnya adalah bukan terkait dengan jumlah. Tapi, karakteristik siswa seperti apa yang dapat kita pilih untuk evaluasi satu-satu? Menurut Tessmer (1996), Untuk memilih subyek dalam evaluasi satu-satu, ada beberapa karakteristik yang dapat dijadikan patokan, yaitu:

1. Pengetahuan siswa;
Meliputi seberapa jauh mereka dapat mengetahui tentang materi yang akan dipelajari. Hal ini dapat diperoleh dari hasil tes karakteristik atau kemampuan awal, pre tes atau penilaian guru/widyisawara.
2. Kemampuan siswa;
Apakah siswa mempunyai kemampuan intelektual dan strategi belajar yang menunjukkan bahwa dirinya sebagai siswa yang dapat belajar cepat atau lambat. Inforamsi ini dapat diperoleh dari skor tes atau penilaian profesional.
3. Minat siswa;
meliputi apakah mereka akan menunjukkan motivasi yang kuat untuk mempelajari dan mereview media pembelajaran yang sedang dikembangkan.
4. Keterwakilan (Representativensess) siswa;
Seberapa banyak jumlah siswa dari populasi yang memiliki kemampuan, ketrampilan dan motivsi siswa seperti tersebut di atas.
5. Kepribadian siswa;
Apakah cukup percaya diri dan terbuka untuk mengekspresikan kritiknya selama evaluasi.

E. Small Group Evaluation
Evaluasi kelompok kecil adalah evaluasi yang dilakukan terhadap sekelompok siswa yang mengevaluasi media pembelajaran yang belum selesai. Evaluasi kelompok kecil merupakan salah satu bentuk evaluasi formatif yang paling populer dan biasanya dilakukan setelah review ahli dan evaluasi satu-satu. Evaluasi ini bertujuan untuk menghasilkan saran revisi lebih lanjut. Penggunaan kelompok kecil siswa membedakan ciri evaluasi kelompok kecil evaluasi satu-satu, dimana keduanya menggunakan siswa sebagai sumber data utama. Berbeda dengan evaluasi satu-satu, evaluasi kelompok kecil berfokus pada data-data tentang performa siswa guna menegaskan revisi sebelumnya serta menghasilkan rekomendasi revisi yang baru sebelum uji lapangan.
Dalam evaluasi kelompok kecil, guru atau widyaiswara memberikan pembelajaran sebagaimana mestinya kepada sekelompok kecil siswa. Pemebelajaran diberikan dalam suatu lingkungan yang sama dimana pembelajaran tersebut akan digunakan dalam ‘situasi nyatanya’ atau dalam kondisi yang sebenarnya. Dalam evaluasi kelompok kecil, evaluator akan mencatat bagaimana siswa dan instruktur melakukan proses pembelajaran dengan menggunakan media yang sedang kita kembangkan. Siswa sebagai bagian dari evaluasi, diberikan tes entry, pre-test, post test, atau kuesioner. Di akhir pembelajaran dan periode pengetesan, evaluator menguji ketegasan reaksi siswa terhadap pembelajaran (debriefing) dalam bentuk wawancara terbuka.
Evaluasi kelompok kecil idealnya dilakukan setelah review ahli dan evaluasi satu-satu. Namun demikian, seperti yang dikutip Watson (1986) bahwa evaluasi kelompok kecil kadang-kadang dapat dilakukan tanpa terlebih dahulu melakukan evaluasi lain. Dalam hal ini, evaluasi digunakan untuk mengidentifikasi masalah utama mengenai kejelasan dan efektifitas pembelajaran.
Salah satu kelebihan evaluasi kelompok kecil adalah bahwa evaluasi tersebut memberikan pengukuran kinerja siswa secara lebih akurat. Proses belajar daam evaluasi ini jika dibandingkan dengan evaluasi satu-satu akan lebih mirip dengan situasi belajar sebenarnya. Hal ini dikarenakan evaluator dapat melakukan interaksi langsung dengan siwa ketika belajar dalam kondisi yang mendekati sebenarnya. Di samping itu, evaluasi kelompok kecil lebih mudah dilakukan jika dibandingkan dengan evaluasi satu-satu. Kelemahan evaluasi kelompok kecil adalah bahwa evaluasi ini tidak mempunyai level interaksi personal seperti yang terjadi dalam evaluasi satu-satu. Sehingga konsekuensi dari evaluasi ini, tidak memberikan informasi intrinsik yang mencukupi.
Kelemahan lain adalah biaya dan waktu yang mahal seandainya siswa atau guru/widyaisawara harus dibayar atau didatangkan dari tempat yang jauh. Namun demikian, meskipun gratis (tanpa biaya besar) jika terdapat banyak jumlah tes dan penegasan (debriefing), serta banyaknya informasi yang ingin diperoleh, maka evaluasi ini tetap memiliki potensi menghabiskan waktu yang relatif banyak atau lama.
Perlu juga dicatat bahwa evaluasi kelompok kecil bukan merupakan pengganti dari review ahli. Informasi yang diperoleh dari evaluasi kelompok kecil benar-benar berasal dari sudut pandang siswa. Oleh karena itu, aspek materi, desain pembelajaran dan kulaitas teknis dan lain-lain harus mendapat masukan dari ahli, khususnya sebelum evaluasi kelompok kecil dilakukan.
Fokus pertanyaan untuk evaluasi kelompok kecil secara umum meliputi aspek seperti:
1. Efektifitas dan efisiensi;
Seberapa besar siswa yang lulus post tes dibandingkan dengan pr-test? Dapatkah siswa menyelesaikan pembelajaran dengan waktu yang secara rasional cukup efisien? Bagian mana saja yang memberikan potensi ketidak berhasilan siswa, dan lain-lain.
2. Aspek implementasi;
Dapatkah guru dan siswa menggunakannya dengan mudah? Apakah ada potensi guru dan siswa tidak memanfaatkannya diwaktu yang akan datang? Hal-hal apa saja yang memungkinkan guru dan siswa tidak mau menggunakan atau sebaliknya? Dan lain-lain
3. Aspek materi;
Memastikan apakah materi menarik, tidak terlalu dalam atau sebaliknya tidak terlalu rendah, dan lain-lain.
4. Asek desain pembelajaran;
Apakah strategi atau pendekatan yang digunakan tidak menarik? Unsur-unsur apa saja yang membuat guru dan atau siswa tidak tertarik atau sebaliknya? Dan lain-lain.
Selanjutnya, karakteristik siswa seperti apa yang harus dipilih sebagai subyek? Menurut Tessmer (1996), sebagai patokan, karakteristik siswa yang dapat dijadikan sebagai subyek evaluasi daat dilihat dari kiriteria sebagai berikut:
1. Kemampuan siswa;
Meliputi keterampilan dan tingkat intelektual yang dapat menjadi sarana mereka untuk belajar pada situasi yang berbeda, atau dengan beberapa tingkat kesulitan berbeda;
2. Pengetahuan siswa;
Meliputi seberapa banyak keterampilan awal yang dimiliki mereka dan seberapa banyak target keterampilan yang belum mereka miliki;
3. Motivasi belajar;
Meliputi seberapa besar tingkat ketrtertarikan siswa terhadap topik tersebut;
4. Motivasi untuk melakukan evaluasi;
Yaitu seberapa seriuskah kemungkinan mereka dalam melakukan evaluasi:
5. Literasi tekhnologi;
Keterampilan dalam menggunakan perlengkapan dan software dari media pembelajaran tersebut;
6. Faktor bahasa dan budaya;
Latar bekang suku, gender, kemampuan bahasa, nilai.

F. Penutup
Setelah mengetahui kelemahan dan kelebihan dari berbagai macam evaluasi, perlu dilakukan pengidentifikasian hal-hal berikut sebelum melakukan proses revisi materi instruksional, hal-hal tersebut adalah:
1. Group’s Item-by-Objective Performance
2. Learners’ Item-by-Objective Performance
3. Learners’ Performance across Tests
4. Graphing Learners’ Performance
5. Other Types of Data
6. Sequence for Examining Data
7. Entry Behaviours
8. Pretests and Postests
9. Instructional Strategy
10. Learning Time
11. Instructional Procedures
Revision Process

G. Daftar Pustaka
Dick and Carey (2005), The Systematic Design of Instructional, Sixth Edition, Pearson, Boston, New York, San Francisco
Martin Tessmer (1996), Planning and Conducting Formative Evaluation

CHE
Evaluasi perkembangan adalah proses perancangan untuk memperoleh data yang dapat digunakan untuk meninjau kembali perintah untuk membuat semakin efektif dan efisien. Penekanan di dalam evaluasi perkembangan adalah dengan koleksi dan analisis dari data dan revisi dari iperintah. Ada tiga tahap dasar evaluasi perkembangan, yang pertama adalah one-to-one, Di awal tahap perancang dengan pelajar untuk memperoleh data dapat meninjau kembali bahan-bahan, dan persipaan tersebut, yang kedua langkah evaluasi perkembangan adalah small-group evaluasi. Suatu kelompok terdiri dari delapan sampai duapuluh perwakilan siswa, contoh populasi target belajar, bahan-bahan, bakal-bakal pada diri siswa dan diuji untuk mengumpulkan data yang diperlukan. yang ketiga adalah langkah evaluasi perkembangan adalah pada umumnya suatu bidang percobaan. Banyaknya pelajar bukan dari spesifikasi tertentu; sering Penekanan bidang percobaan adalah dengan uji coba secara tersembunyi dengan prosedur diperlukan untuk instalasi dari instruksi brown lebih dekat dengan " dunia nyata" . Ke tiga tahap dari evaluasi perkembangan adalah secara khas didahului oleh tinjauan ulang dari instruksi oleh ahli dengan secara tidak langsung dilibatkan di dalam proyek pengembangan pembelajaran tetapi mempunyai relevan keahlian.

1. Designing Formative Evaluation:
Mengingat bahwa tujuan untuk evaluasi perkembangan adalah untuk menunjukkan dengan tepat kesalahan yang spesifik dari bahan-bahan, untuk mencari kebenaran. evaluasi design-including instrumen, prosedur, dan personil - terpaksa menghasilkan informasi tentang penempatan dan pertimbangan untuk permasalahan apapun. Menggunakan strategi pembelajaran sebagai kerangka acuan untuk mengembangkan instrumen evaluasi dan prosedur yang diperlukan, untuk menghindari perancangan evaluasi perkembangan yang terlalu luas dan kurang fokus, maka ada strategi bagaimana cara strategi pembelajaran digunakan untuk merancang perkembangan evaluasi? satu cara untuk menciptakan suatu acuan komponen dari strategi pembelajaran sejauh satu sisi dan area utama dari pertanyaan tentang perintah yang lain. Dengan memotong dari component-by-question acuan, hal ini dapat menghasilkan pertanyaan yang harus dijawab dan dievaluasi serta dihubungkan dengan masing-masing area atau wilayah dan komponen. Penggunaan pertanyaan ini, kemudian bisa merencanakan instrumen yang sesuai dan memeriksa prosedur untuk menggunakan dan memperoleh informasi tersebut.
Tabel 1 berisi suatu contoh dari kerangka yang diusulkan untuk merancang evaluasi perkembangan. Penggunaan kerangka seperti itu akan membantu memastikan bahwa hal ini relevan dengan pertanyaan tentang komponen yang berbeda-beda dari bahan-bahan, individu dan kelompok yang sesuai.














Didalam merancang instrument untuk mengumpulkan informasi dari pelajar, perancang harus mempertimbangkan tahap one-to-one, small-group, dan bidang percobaan, pengaturan ( pelajaran atau kontek pencapaian), dan informasi yang bersifat alami yang dikumpulkan oleh perancang.

Pada suatu minimum, jenis data yang mungkin ingin dikumpulkan meliputi:
 Teks data mengumpulkan test perilaku, pretests, posttests, dan konteks capaian.
 Komentar yang dibuat oleh pelajar ditandai bahan-bahan, bekal-bekal pembelajaran tentang berbagai kesulitan yang ditemui pada poin-poin yang tertentu didalam bahan-bahan,
 Data yang dikumpulkan atas dasar pertanyaan sikap atau wawancara, yang dikumpulkan dari siswa atau pelajar agar siswa dapat mengungkapkan segala sesuatu secara keseluruhan dan persepsi mereka tentang berbagai kesulitan tergantung pada bahan-bahan, perbekalan dan pembelajaran diperiksa secara umum dengan prosedur.
 Waktunya memerlukan untuk siswa untuk melengkapi, menyudahi berbagai komponen dari pembelajaran
 Reaksi dari ahli. Ini merupakan tanggung jawab dari ahli untuk memverifikasi bahwa isi dari modul adalah uptudate dan akurat.
 Reaksi dari seorang manajer atau personalia yang telah mengamati siswa mencapai konteks pencapaian.
2.One to One Evaluation with Learners:
Tujuan langkah yang pertama dari evaluasi perkembangan, adalah langkah one-to-one adalah untuk mengidentifikasi dan memindahkan kesalahan yang paling jelas dan nyata di dalam pembelajaran. Untuk memperoleh indikasi pencapaian awal dan reaksi oleh si siswa ini adalah memenuhi melalui interaksi langsung antara perancang dan siswa. Langkah perancang secara individu dengan tiga atau lebih perwakilan siswa,dengan contoh target populasi.
2.1. Selecting Learners:
Salah satu dari keputusan paling kritis yang dibuat oleh perancang didalam evaluasi perkembangan adalah pemilihan dari pelajar untuk mengambil bagian seleksi siswa. Di sini, perancang ingin memilih beberapa perwakilan siswa, contoh populasi target. Mereka perlu menghadirkan cakupan dari kemampuan didalam kelompok sebab kemampuan atau pelajaran yang utama pada umumnya salah satu dari penentu yang utama tentang kemampuan untuk belajar informasi dan ketrampilan yang baru. Oleh karena itu perancang memilih sedikitnya satu siswa dari populasi target yang berada di atas rata-rata dalam kemampuan ( tetapi bukan siswa yang terbaik),tetapi rata-rata. dan sedikitnya satu pelajar yang di bawah rata-rata. Perancang kemudian berpegangan pada basis perorangan dengan masing-masing pelajar. Setelah evaluasi awal dengan ketiga pelajar, perancang dapat memilih lebih dari pelajar dari populasi target dengan melakukan gaya atau model one-to-one, walaupun ketiganya sudah cukup.
2.2 Data Collection:
Ketiga ukuran-ukuran utama dan keputusan untuk dibuat selama penilaian one-to-one berbantuan percobaan memusatkan secara diam-diam dari informasi yang bersifat bermanfaat Tabel 2 berisi jenis informasi yang diperoleh untuk perbandingan kejelasan, dampak, dan ukuran-ukuran kelayakan. Setiap kategori ukuran dimaksudkan untuk penjabaran secara menyeluruh sebab derajat tingkat dari keterkaitan dan setiap informasi boleh berbeda dengan kedewasaan pelajar, isi pembelajaran, dan metodae penyerahan.
Karena kejelasan dari perintah, ada tiga kategori utama dari pesan informasi secara jelas, , lapangan untuk bermain golf, dan memeriksa prosedur. Kategori yang pertama adalah pesan, berhubungan dengan seberapa jelas pesan dasar bagi siswa. Kategori kedua, lapangan untuk bermain golf, mengacu pada bagaimana pesan dasar dikhususkan untuk pelajar tersebut. Yang ketiga prosedur, mengacu pada karakteristik dari perintah seperti urutan, ukuran dari persegmen, transisi antar segmen, langkah, dan variasi membangun ke dalam presentasi tersebut. Ukuran yang kedua di dalam Tabel 2, berdampak pada siswa, berhubungan dengan sikap siswa tentang instruksi dan prestasinya diatas sasaran khusus.. Sikap yang yang dihubungkan dengan penilaian, terpaksa menentukan apakah siswa merasa instruksi sesuatu hal sebagi berikut : ( 1) secara pribadi relevan bagi dia, ( 2) bisa memenuhi dengan usaha yang layak, dan ( 3) memuaskan dan menarik. Prestasi yang yang dihubungkan dengan, posttests akan membantu menentukan apakah individu dapat mengingat informasi dan melaksanakan tugas tersebut. Format dari ukuran prestasi ini akan berbeda tergantung dengan penyerahan pembelajaran. Pertanyaan atau arah untuk pencapaian dapat diperkenalkan dengan lisan oleh instruktur. Siswa dapat diminta untuk menjawab ( 1) menggunakan catatan/kertas dan pensil atau papan tombol, ( 2) dengan lisan sebagai jawaban atas pertanyaan instruktur, atau ( 3) dengan mengembangkan atau melakukan sesuatu yang diminta. Ukuran yang ketiga didalam Tabel 2, uji kelayakan berhubungan dengan pertimbangan yang berorientasi pada manajemen yang dapat diuji dengan percobaan one-to-one. Kelayakan meliputi kemampuan dari siswa, pembelajaran medium, dan pembelajaran lingkungan.
2.3 Procedur.
Prosedur one-to-one evaluasi adalah untuk menjelaskan sandar baru satuan bahan-bahan, perbekalan pembelajaran yang telah dirancang dan mengetahui reaksi siswa. Hal ini telah jelas bahwa one-to-one sesi dapat berlangsung denganu siswa. Hal ini adalah hanya tidak mungkin mendesak untuk berbuat proses dengan dua atau lebih pelajar. Sebagai perancang meneruskan evaluasi, evaluasi disini diperlukan untuk mencatat komentar dan usul yang dibuat oleh siswa seperti halnya alternatif penjelasan apapun yang dibuat oleh perancang yang nampak efektif.
2.4 Data Interpretation
Informasi yang dikumpulkan dari percobaan one-to-one harus dipandang sebagai " pertama memandang sepintas" itu boleh atau tidak boleh menyamaratakan. Mendapat keuntungan kotor kesalahan di instruksi mungkin akan menjadi kenyataan sepanjang percobaan dan akan mendorong kearah revisi yang lebih akurat.
2.5 Outcomes:
Hasil dari percobaan one-to-one adalah ( 1) berisi kosa kata yang sesuai, kompleksitas bahasa, contoh, dan ilustrasi untuk mengambil bagian siswa; ( 2) prestasi apapun dan sikap siswa apapun yang paaenting memperoeh hasil yang layak, atau ditinjau kembali dengan sasaran untuk meningkatkan sikap siswa atau pencapaian selama percobaan; dan ( 3) dapat menggunakan sisa siswa yang tersedia, sumber daya, dan pengaturan. Perintah ini juga dapat dilakukan dengan percobaan kelompok kecil.
3. Small-Group Evaluation
Ada dua tujuan utama untuk small-group evaluasi. Pertama adalah untuk menentukan efektivitas dari perubahan dibuat secara one-to-one evaluasi dan untuk mengidentifikasi permasalahan apapun yang barangkali siswa juga memilikinya. Tujuan yang kedua adalah untuk menentukan apakah siswa dapat menggunakan instruksi tanpa saling berinteraksi dengan instruktur.
3.1. Selecting Learners:
Karena evaluasi,small-group kamu [perlu] memilih suatu kelompok kira-kira delapan sampai duapuluh pelajar. Jika banyaknya pelajar adalah lebih sedikit dibanding delapan, data akan mungkin tidak sangat wakil;contoh populasi target. Pada sisi lain, jika kamu memperoleh data pada [atas] banyak orang lebih dari duapuluh pelajar, kemudian kamu boleh temukan bahwa kamu mempunyai lebih informasi dibanding kamu kebutuhan, dan itu data dari pelajar yang tambahan kamu tidak menghasilkan dengan banyak informasi yang tambahan. Pemilihan dari siswa untuk mengambil bagian didalam small-group percobaan adalah penting. Siswa yang mengevaluasi bahan-bahan, bakal-bakal harus sama wakil. suatu riset yang ideal akan memilih siswa secara acak, dan akan memungkinkan untuk menggunakan penemuan ini secara umum terhadap masyarakat secara keseluruhan. Ketika tidk dapat memilih siswa secara acak, atau ketika kelompok yang yang diambil dalam kelompok kecil, ingin memastikan bahwa meliputi didalamnya contoh sedikitnya satu wakil. Contoh masing-masing bagian jenis yang berada didalam populasi mu.
2. 2. Procedures
Prosedur dasar yang digunakan brown small-group evaluasi berbeda jauh dari yang digunakan brown one-to-one evaluasi. Instruktur mulai menjelaskan bahwa bahan-bahan, bakal-bakal langkah pengembangan itu diperlukan untuk memperoleh umpan balik bagaimana upaya meningkatkannya. Masing-Masing kesulitan siswa dan solusinya perlu dicatat sebagai bagian dari data revisi.
3.4. Assessments and Questionnaires:
Langkah-Langkah tambahan didalam small-group evaluasi adalah administrasi dari suatu daftar pertanyaan sikap jika memungkinkan, Tujuan utama untuk memperoleh reaksi siswa terhadap perintah adalah mengidentifikasi dari persepsi mereka, kelemahan dan kekuatan untuk dapat diimplementasikan dari strategi pembelajaran. Pertanyaan diperlukan karena itu mencerminkan berbagai komponen dari strategi tersebut.

3.5. Data Summary and Analysis:
Informasi deskriptif dan kuantitatif dikumpulkan selama percobaan harus diringkas dan dianalisis. Data kuantitatif terdiri dari score test seperti halnya persyaratan waktu dan biaya proyeksi. Informasi yang deskriptif terdiri dari komentar yang dikumpulkan dari daftar pertanyaan sikap, wawancara, atau catatan, penilai menulis sepanjang percobaan tersebut.
3.6. Outcomes
Sasaran percobaan small-group dan pembelajaran harus disaring dengan perintah yang lebih efektif dengan targetnya adalah siswa dapat mengikuti peraturan yang berlaku.

4. Field Trial
Memberikan isyarat kepada seseorang yang akhir langkah evaluasi yang dikembangkan oleh instruktur mencoba untuk menggunakan suatu belajar konteks yang lebih lekat diharapkan untuk menjadi penggunaan akhir dari bahan pembelajaran. Tujuan akhir langkah evaluasi perkembangan adalah untuk menentukan apakah perubahan perintah small-group adalah langkah yang efektif. Tujuan yang lain adalah untuk melihat apakah instruksi dapat digunakan terkait dimana hal tersebut telah diharapkan secara administratif mengunakan pengaturan? Percobaan bidang adalah serupa dengan jendral repetisi, tujuan utama dari percobaan adalah untuk menempatkan dan menghapuskan dimanapun permasalahan yang di perintahkan. Perbedaan yang utama antara percobaan small-group dan percobaan bidang adalah di kesempurnaan yang nyata dari bahan-bahan, bakal-bakal, siswa, prosedur, instruktur, dan pengaturan.
4.1. Selecting Learners:
Perancang perlu mengidentifikasi suatu kelompok sejumlah tigapuluh individu untuk mengambil bagian didalam percobaan bidang. Kemudian kelompok terpilih untuk memastikan bahwa ia adalah wakil, contoh populasi target dimana bahan-bahan, bakal-bakal dimaksudkan.
4.2. Procedure for Conducting Field-Trial:
Prosedur untuk melaksanakan percobaan/pengadilan bidang adalah yang serupa untuk itu untuk kelompok yang kecil, dengan hanya sedikit perkecualian. Perubahan yang utama adalah di peran dari perancang, yang [perlu] tidak melakukan lebih dari mengamati proses [itu]. Satu-Satunya perubahan yang lain boleh jadi suatu pengurangan di (dalam) menguji. Pengalaman yang didasarkan pada di kelompok yang kecil, kekuatan yang posttest dan yang pretest dimodifikasi atau dikurangi menjadi hanya menilai ketrampilan dan perilaku masukan yang paling utama untuk diajar. Daftar pertanyaan mungkin dimodifikasi untuk memusatkan dengan diam-diam faktor yang lingkungan bahwa perancang [adalah] berpikir akan [jadi] kritis [bagi/kepada] sukses dari instruksi itu. Sangat utama, pertanyaan [perlu] memusatkan pada [atas] apapun yang mungkin bertentangan dengan sukses dari instruksi itu. Pengamatan dari instruksi menggunakan dan wawancara dengan pelajar dan instruktur akan [jadi] sangat bernilai.
4.3. Data Summary and Analysis
Ringkasan data dan prosedur analisi adalah sama seperti small-group dan percobaan bidang. Prestasi data harus terorganisir oleh sasaran pembelajaran, dan informasi baik dari siwa maupun instruktur
4.4. Outcomes:
Sasaran bidang percobaan dan revisi akhir adalah instruksi efektif yang menghasilkan tingkat prestasi pelajar dan sikap dan fungsi seperti diharapkan didalam pengaturan pelajaran. Menggunakan data tentang seputar masalah kemudian dikumpulkan sepanjang bidang percobaan, revisi yang sesuai standar yang dibiuat oleh instruktur, dengan melengkapi kita dapat memulai evaluasi perkembangan sesuai dengan target.
5. Formative Evaluation in the Performance Context:
Perancang menentukan apakah ketrampilan yang telah diajarkan bertahan dan digunakan didalam konteks capaian, dan apakah penggunaan dari ketrampilan mempunyai efek. Tujuan evaluasi in-context perkembangan adalah untuk menentukan pada dasarnya ada tiga hal. Pertama, lakukan pelajar, temukan bahwa untuk menggunakan ketrampilan yang baru mereka sesuai di tempat kerja, dan mereka dapat mulai melakukannya. Kedua, jika mereka telah menggunakan apa yang telah nampak di dalam pengorganisasian. Ketiga, usul apa yang lakukan siswa dan orang lain yang bekerja untuk meningkatkan instruksi tersebut?Instruksi yang berpegang bagus, dalam kaitan dengan capaian pelajar pada suatu posttest, tidak boleh mengakibatkan pelajar menjadi kurang hati-hati dalam meraih sukses.
5.1. Criteria and Data
Di dalam memilih prosedur yang paling sesuai untuk mengumpulkan bukti dari pelatihan berdampak pada perancang perlu mempertimbangkan data capaian dari kedua-duanya pengamatan langsung dan arsip perusahaan. Juga meliputi perceptual informasi seperti sikap dan pandangan dari siswa, dari mereka yang bekerja dengan dan barangkali dari pelanggan. Dasar pertanyaan, sumber data yang mungkin, dan data-gathering metoda di-compile di (dalam) Tabel 03.

5.2. Selecting Responds
Barangkali hanya suatu contoh pelajar dari bidang percobaan dan kelompok yang lebih kecil akan dimasukkan. Mereka bisa menjadikan secara rinci terpilih didasarkan pada pencapaian mereka dengan diam-diam pada posttest dan daftar pertanyaan sikap. Hal ini akan bersifat sesuai untuk memilih seberapa tinggi achievers dan seberapa rendah achievers, bersama dengan siswa memperkenalkan keadaan khusus dengan menarik perhatian perancang.
5.3. Procedure:
Penyelesaian dari evaluasi perkembangan, dengan mengabaikan tahap, siswa harus diberitahu bahwa mereka akan dihubungi sekali waktu di masa akan datang mendiskusikan perintah yang mereka baru saja menyelesaikan untuk hal-hal yang berguna. Kemudian, ketika waktu yang cukup telah memberikan kepada surat ijin ketrampilan untuk ini akan saling menukar menurut sifat alami siswa yang harus dihubungi.
5.4. Outcomes:
Data yang dikumpulkan sepanjang evaluasi performance-site perkembangan digunakan untuk dokumen kekuatan dan kelemahan didalam perintah, perpindahan dari ketrampilan kepada lokasi capaian, penggunaan dari ketrampilan, dan derajat tingkat kebutuhan yang asli telah dikurangi atau dihapuskan melalui instruksi. Data ini harus diringkas dan bersama dengan siswa, para penyelia mereka, dan mereka yang meminta instruksi sebagai jalan untuk mengurangi atau menghapuskan kebutuhan yang asli tersebut. Sebagai tambahan, permasalahan yang dideteksi di tempat kerja yang menghalangi perpindahan dan implementasi dari ketrampilan yang baru harus diuraikan dan bersama dengan organisasi. Hasil dari pencapaian - evaluasi lokasi perkembangan adalah ( 1) kekuatan dan kelemahan di instruksi, ( 2) area di mana perpindahan dan penggunaan dari kaleng ketrampilan didukung lebih baik, dan ( 3) usul untuk meninjau ulang instruksi untuk memindahkan pembelajaran penghalang apapun bagi penerapan ketrampilan yang baru dikerjakan .

C. KESIMPULAN
Evaluasi perkembangan tentang bahan-bahan, bakal-bakal pembelajaran diselenggarakan untuk menentukan efektivitas dari bahan-bahan, bakal-bakal dan untuk meninjau kembali didalam area di mana kurang efektif. Evaluasi perkembangan harus diselenggarakan. Suatu proses yang berulang-ulang dari evaluasi perkembangan berisi sedikitnya tiga siklus dari pengumpulan data, analisis, dan revisi yang direkomendasikan. Masing-Masing siklus memusatkan tentang aspek kualitas yang berbeda. Siklus yang pertama, one-to-one evaluasi, diselenggarakan untuk menunjukkan dengan tepat kesalahan. One-To-One evaluasi harus diselenggarakan dengan wakil atau populasi target. Suatu interaktif, proses mewawancarai digunakan sehingga penilai dapat belajar apa yang salah dengan bahan-bahan, bakal-bakal dan mengapa hal itu adalah salah.
Siklus yang kedua, small-group evaluasi, dengan kata-kata sebagai koreksi dari kesalahan utama mengenali perintah. Kelompok secara khusus terdiri dari delapan sampai duapuluh anggota wakil dari target populasi itu. Tujuan small-group evaluasi adalah untuk menempatkan kesalahan tambahan dibahan-bahan, bakal-bakal pembelajaran dan manajemen prosedur. Selama siklus ini penilai lebih interaktif, mencapai target dan bersungguh-sungguh untuk memperoleh data kuantitatif dan kualitatif. Siklus yang akhir suatu percobaan bidang, diselenggarakan perbaikan bahan-bahan, bakal-bakal didasarkan secara lebih serius di dalam small-group evaluasi. Tujuan evaluasi ini adalah untuk menunjukkan dengan tepat kesalahan di bahan-bahan, bakal-bakal ketika mereka menggunakan sebagai ketentuan dalam pengaturan.

D. DAFTAR PUSTAKA
Dick W., Carey L., Carey J.O. (2005). The Systematic Design of Instruction. Chapter 10: Designing and Conducting Formative Evaluations. New York: Pearson.

CHE
Dalam menyusun desain pengembangan materi pembelajaran sangat penting, karena pencapaian tujuan yang di tetapkan terinci pada materi pembelajaran. Meskipun begitu tidak berarti mengesampingkan unsur-unsur lainnya termasuk siswa, metode, maupun penilaian. Oleh karena itu pengembangan bahan pembelajaran sebaiknya melibatkan pusat sumber belajar baik yang didesain maupun yang tidak didesain. Sehingga sebagai desainer bahan pembelajaran jangan tergantung pada buku teks saja tetapi memanfaatkan sumber bahan pembelajaran. Disadari atau tidak kondisi sekarang kurang memperhatikan pengembangan bahan pembelajaran secara baik, kadang seorang guru mengajar didepan kelas berbicara sesuai apa yang diingat saat itu tanpa ada perencanaan dalam pembelajaran. Pengembangan materi pembelajaran perlu dilakukan mulai penyusunan perencanaan pembelajaran sehingga diharapkan dapat mencapai hasil belajar yang optimal.
Tujuan dan manfaat yang dapat diperoleh dalam pengembangan bahan pembelajaran antara lain:
a. Materi yang relevan, yaitu memilki keterkaitan dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar
b. Materi yang konsisten, maksudnya materi memiliki keajegan antara bahan ajar dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar.
c. kecukupan, maksudnya: materi yang diajarkan cukup memadai untukmembantu siswa menguasai kompetensi yang di tetapkan
d.. Materi pembelajaran yang menarik bagi anak, menarik di sebabkan bahan dikembangkan dengan memanfaatkan seluruh sumber belajar.

Pembahasan Materi

1. Bahan pembelajaran dan sumbernya
Bahan ajar atau materi pembelajaran (instructional materials) adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Secara terperinci, jenis-jenis materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, prosedur), keterampilan, dan sikap atau nilai.
Sumber bahan ajar merupakan tempat di mana bahan ajar dapat diperoleh. Dalam mencari sumber bahan ajar, siswa dapat dilibatkan untuk mencarinya, sesuai dengan prinsip pembelajaran siswa aktif (CBSA). Berbagai sumber dapat kita gunakan untuk mendapatkan materi pembelajaran dari setiap standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sumber-sumber dimaksud dapat disebutkan di bawah ini: (a) buku teks yang diterbitkan oleh berbagai penerbit . Gunakan sebanyak mungkin buku teks agar dapat diperoleh wawasan yang luas, (b) laporan hasil penelitian yang diterbitkan oleh lembaga penelitian atau oleh para peneliti sangat berguna untuk mendapatkan sumber bahan ajar yang atual atau mutakhir, (c) Jurnal penerbitan hasil penelitian dan pemikiran ilmiah. Jurnal-jurnal tersebut berisikan berbagai hasil penelitian dan pendapat dari para ahli di bidangnya masing-masing yang telah dikaji kebenarannya, (d) Pakar atau ahli bidang studi penting digunakan sebagai sumber bahan ajar yang dapat dimintai konsultasi mengenai kebenaran materi atau bahan ajar, ruang lingkup, kedalaman, urutan, dsb,, (e) Profesional yaitu orang-orang yang bekerja pada bidang tertentu. Kalangan perbankan misalnya tentu ahli di bidang ekonomi dan keuangan, (f) Buku kurikulum penting untuk digunakan sebagai sumber bahan ajar. Karena berdasar kurikulum itulah standar kompetensi, kompetensi dasar dan materi bahan dapat ditemukan. Hanya saja materi yang tercantum dalam kurikulum hanya berisikan pokok-pokok materi. (g) Penerbitan berkala seperti harian, mingguan, dan bulananyang banyak berisikan informasi yang berkenaan dengan bahan ajar suatu matapelajaran, (h) Internet yang yang banyak ditemui segala macam sumber bahan ajar. Bahkan satuan pelajaran harian untuk berbagai matapelajaran dapat kita peroleh melalui internet. Bahan tersebut dapat dicetak atau dikopi, (i) Berbagai jenis media audiovisual berisikan pula bahan ajar untuk berbagai jenis mata pelajaran. Kita dapat mempelajari gunung berapi, kehidupan di laut, di hutan belantara melalui siaran televisi, dan (j) lingkungan ( alam, sosial, senibudaya, teknik, industri, ekonomi). Perlu diingat, dalam menyusun rencana pembelajaran berbasis kompetensi, buku-buku atau terbitan tersebut hanya merupakan bahan rujukan. Artinya, tidaklah tepat jika hanya menggantungkan pada buku teks sebagai satu-satunya sumber bahan ajar. Tidak tepat pula tindakan mengganti buku pelajaran pada setiap pergantian semester atau pergantian tahun. Buku-buku pelajaran atau buku teks yang ada perlu dipelajari untuk dipilih dan digunakan sebagai sumber yang relevan dengan materi yang telah dipilih untuk diajarkan. Mengajar bukanlah menyelesaikan satu buku, tetapi membantu siswa mencapai kompetensi. Karena itu, hendaknya guru menggunakan banyak sumber materi. Bagi guru, sumber utama untuk mendapatkan materi pembelajaran adalah buku teks dan buku penunjang yang lain.
2. Pemilihan bahan pembelajaran

Menurut Dick and Carey (2005: 238) bahwa ada 3 faktor cara pemilihan media yaitu: (1) ketersediaan bahan pembelajaran, (2) dapat di implementasikan dan diproduksi, (3) memberi kemudahan pada instruktur. Sedangkan dalam memilih dan menilai bahan didasarkan pada kreteria sebagai berikut:
a. Tujuan atau sasaran sebagai dasar untuk menilai bahan pembelajaran
Tujuan merupakan hal yang pokok dalam menyusun desain pembelajaran, begitu pula dalam menilai suatu bahan untuk digunakan atau tidak dalam pembelajaran tujuan sebagai dasar utama. Oleh karena itu bahan yang akan digunakan perlu dianalisis sebagai berikut:
1). Keselarasan antara isi bahan dengan sasaran akhir yang dicapai
2). Ketercukupan pemenuhan isi dan kelengkapan
3). Otoritas
4). Ketelitian
5). Umum berlaku atau digunakan
6). Obyektivitas.
b. Siswa sebagai dasar menilai bahan
Dalam proses belajar mengajar siswa merupakan sasaran pembelajaran, oleh karena itu materi yang dikembangkan harus mempertimbangkan siswa. Hal itu penting, karena taraf perkembangan siswa tidak sama sehingga kondisi siswa akan mempengaruhi bahan yang akan di sampaikan, pertimbangan diri siswa diantaranya:
1). Tingkat penguasaan bahasa atau kosa kata
2). Perkembangan anak, diantaranya: bakat, minat, motivasi .
3). Latar belakang anak dan kemampuan awal yang dimiliki.
4). Bahasa khusus atau kebutuhan khusus

c. Aspek belajar sebagai dasar menilai bahan
Pada dasarnya bahan yang dikembangkan untuk dipelajari siswa, sehingga mengembangkannya perlu memperhatikan konsep belajar. Dengan mempertimbangkan hal tersebut diharapkan anak akan dapat mempelajari dengan mudah dan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu bahan yang dikembangkan perlu memperhatikan:
1). Materi prapembelajaran
Kegiatan awal ini memperhatikan sasaran penampilan, motivasi anak, aktivitas pembelajaran yang diharapkan dan sebagainya.
2). Urutan materi yang diajarkan secara benar dan lengkap
Urutan penyajian (sequencing) bahan ajar sangat penting untuk menentukan urutan mempelajari atau mengajarkannya. Tanpa urutan yang tepat, jika di antara beberapa materi pembelajaran mempunyai hubungan yang bersifat prasyarat (prerequisite) akan menyulitkan siswa dalam mempelajarinya. Misalnya materi operasi bilangan penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Siswa akan mengalami kesulitan mempelajari perkalian jika materi penjumlahan belum dipelajari. Siswa akan mengalami kesulitan membagi jika materi pengurangan belum dipelajari. Materi pembelajaran yang sudah ditentukan ruang lingkup serta kedalamannya dapat diurutkan melalui dua pendekatan pokok , yaitu: pendekatan prosedural, dan hierarkis. Pendekatan prosedural yaitu urutan materi pembelajaran secara prosedural menggambarkan langkah-langkah secara urut sesuai dengan langkah-langkah melaksanakan suatu tugas. Misalnya langkah-langkah menelpon, langkah-langkah mengoperasikan peralatan kamera video. Sedangkan pendekatan hierarkis menggambarkan urutan yang bersifat berjenjang dari bawah ke atas atau dari atas ke bawah. Materi sebelumnya harus dipelajari dahulu sebagai prasyarat untuk mempelajari materi berikutnya.
3). Partisipasi aktif anak
Bahan yang dikembangkan harus dapat mendorong anak aktifk dalam belajar, sehingga akan memotivasi rasa ingin tahu pada anak.
4). Bahan pembelajaran ada dan tersedia.
Hal itu untuk mempermudah anak dalam mendapatkan bahan untuk dipelajari, sehinnga tidak menghambat dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
5). Meningkatkan memori anak, sehingga akan bertambah wawasan, pengetahuan, ketrampilan, yang dapat diplikasikan dalam perilaku.
6). Umpan balik, bahan yang dikembangkan dapat dikuasai siswa sehingga anak mencapai tujuan pembelajaran atau belum dapat di ketahui dari penguasaan bahan.
7). Perencanaan dan penyampaian sesuai sasaran akhir dan konteks belajar berikutnya.
8). Bimbingan belajar diberikan untuk membantu penguasaan siswa pada bahan yang dipelajari dan konteks belajar berikutnya.
d. Konteks sebagai dasar menilai bahan.
Dalam pengembangan bahan pembelajaran perlu memperhatikan keterkaitan dengan materi berikutnya, sehinga anak memiliki pemahaman utuh terhadap pokok bahasan tertentu. Selain itu pengembangan materi memberikan bekal kepada anak untuk dapat bermanfaat dikelak kemudian hari.
3. Strategi penyampaian bahan ajar ( disarikan : dari Depdiknas, 2006)
Strategi penyampaian bahan ajar oleh guru diantaranya:
(1) Strategi urutan penyampaian simultan
Strategi urutan penyampaian simultan yaitu jika guru harus menyampaikan materi pembelajaran lebih daripada satu, maka menurut strategi urutan penyampaian simultan, materi secara keseluruhan disajikan secara serentak, baru kemudian diperdalam satu demi satu (Metode global);
(2) Strategi urutan penyampaian suksesif
Strategi urutan penyampaian suksesif, jika guru harus manyampaikan materi pembelajaran lebih daripada satu, maka menurut strategi urutan panyampaian suksesif, sebuah materi satu demi satu disajikan secara mendalam baru kemudian secara berurutan menyajikan materi berikutnya secara mendalam pula.
(3) Strategi penyampaian fakta
Strategi penyampaian fakta, jika guru harus manyajikan materi pembelajaran termasuk jenis fakta (nama-nama benda, nama tempat, peristiwa sejarah, nama orang, nama lambang atau simbol, dsb.),
(4) Strategi penyampaian konsep
Strategi penyampaian konsep, materi pembelajaran jenis konsep adalah materi berupa definisi atau pengertian. Tujuan mempelajari konsep adalah agar siswa paham, dapat menunjukkan ciri-ciri, unsur, membedakan, membandingkan, menggeneralisasi, dsb.Langkah-langkah mengajarkan konsep: Pertama sajikan konsep, kedua berikan bantuan (berupa inti isi, ciri-ciri pokok, contoh dan bukan contoh), ketiga berikan latihan (exercise) misalnya berupa tugas untuk mencari contoh lain, keempat berikan umpan balik, dan kelima berikan tes;
(5) Strategi penyampaian materi pembelajaran prinsip
Strategi penyampaian materi pembelajaran prinsip, termasuk materi pembelajaran jenis prinsip adalah dalil, rumus, hukum (law), postulat, teorema, dsb.
(6) Strategi penyampaian prosedur.
Strategi penyampaian prosedur, tujuan mempelajari prosedur adalah agar siswa dapat melakukan atau mempraktekkan prosedur tersebut, bukan sekedar paham atau hafal. Termasuk materi pembelajaran jenis prosedur adalah langkah-langkah mengerjakan suatu tugas secara urut.
4. Peranan desainer dalam pengembangan bahan pembelajaran
Perancang atau desainer ada dua kelompok yaitu:
a. Desainer sebagai pengembang dan instruktur, ini akan lebih menguntungkan dalam pembelajaran, karena dalam mengembangkan materi pembelajaran mengetahui perilaku awal pebelajar, bakat, minat, motivasi, serta konteks yang diharapkan nantinya untuk siswa.
b. Desainer tidak sebagai instruktur, sudah barang tentu materi yang dikembangkan akan banyak hambatan dalam penyampaian, karena materi yang dikembangkan tidak didasarkan pada karekterintik pebelajar. Oleh karena itu untuk mengatasi hal tersebut desainer perlu memperoleh data pebelajar dan konteksnya.
5. Pengembangan pembelajaran untuk evaluasi formatif
Setelah dilakukan evaluasi formatif dapat diketahui tingkat penguasaan anak terhadap pokok bahasan tertentu, sehingga akan diketahui tingkat pencapaian pada diri siswa dalam mempelajari materi pembelajaran. Dengan demikian terdapat beberapa kemungkinan pada diri siswa, yaitu siswa belum siap bekal pengetahuannya, siswa mengalami kesulitan, atau siswa dengan cepat menguasai materi pembelajaran. Kemungkinan pertama siswa belum memiliki pengetahuan prasyarat. Pengetahuan prasyarat adalah bekal pengetahuan yang diperlukan untuk mempelajari suatu bahan ajar baru. Misalnya, untuk mempelajari perkalian siswa harus sudah mempelajari penjumlahan. Untuk mengetahui apakah siswa telah memiliki pengetahuan prasyarat, guru harus mengadakan tes prasyarat (prequisite test). Jika berdasar tes tersebut siswa belum memiliki pengetahuan prasyarat, maka siswa tersebut harus diberi materi atau bahan pembekalan. Bahan pembekelan (matrikulasi) dapat diambil dari materi atau modul di bawahnya. Dalam menghadapi kemungkinan kedua, yaitu siswa mengalami kesulitan atau hambatan dalam menguasai materi pembelajaran, guru harus menyediakan materi perbaikan (remedial). Materi pembelajaran remedial disusun lebih sederhana, lebih rinci, diberi banyak penjelasan dan contoh agar mudah ditangkap oleh siswa. Untuk keperluan remedial perlu disediakan modul remidial. Dalam menghadapi kemungkinan ketiga, yaitu siswa dapat dengan cepat dan mudah menguasai materi pembelajaran, guru harus menyediakan bahan pengayaan (enrichment). Materi pengayaan berbentuk pendalaman dan perluasan. Materi pengayaan baik untuk pendalaman maupun perluasan wawasan dapat diambilkan dari buku rujukan lain yang relevan atau disediakan modul pengayaan. Selain pengayaan, perlu dipertimbangkan adanya akselerasi alami di mana siswa dimungkinkan untuk mengambil pelajaran berikutnya. Untuk keperluan ini perlu disediakan bahan atau modul akselerasi.
C. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa berbagai jenis sumber belajar meliputi sebagai berikut:
1. buku / literatur
2. laporan hasil penelitian
3. jurnal (penerbitan hasil penelitian dan pemikiran ilmiah)
4. majalah ilmiah
5. kajian pakar bidang studi
6. karya profesional
7. buku kurikulum
8. terbitan berkala seperti harian, mingguan, dan bulanan
9. situs-situs Internet
10. multimedia (TV, Video, VCD, kaset audio, dsb)
11. lingkungan (alam, sosial, seni budaya, teknik, industri, ekonomi)
12. narasumber dan lain-lain

Dari berbagai jenis sumber belajar diperlukan desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, dan evaluasi untuk mendukung pencapaian tujuan pembelajaran.

Daftar pustaka

Dick, W. at.al, 1937. The Systematic Design of Instruction – 6 th ed. Library of Congress Cataloging-in-Publication Data
Depdiknas. 2006. Pedoman Memilih dan Menyusun Bahan Ajar. Jakarta.
CHE
Kegiatan instruksional yang dilakukan para pengajar beraneka ragam. Ada pengajar yang memulai kegiatannya dengan menunggu pertanyaan dari siswa, ada yang aktif memulai dengan mengajukan pertanyaan kepada siswa, ada pula yang mulai dengan memberikan penjelasan tentang materi yang akan diuraikan, dan ada yang memulai menguilangi penjelasan tentang materi yang lalu. Selanjutnya ada yang melanjutkan dengan kegiatan menjawab pertanyaan siswa, membentuk kelompok diskusi atau menggunakan program lain.
Istilah startegi pembelajaran menyatakan bebagai jenis aktivitas belajar mengajar, seperti diskusi kelompok, membaca, studi kasus, perkuliahan, simulasi computer, lembar kerja, proyek kelompok kerjasama, dll.
Serangkaian materi pembelajaran yang baik terdiri dari banyak strategi dan prosedur yang umumnya digunakan oleh guru yang baik dengan sekelompok pembelajar. Ketika ,mendesain pembelajaran, penting untuk mengembangkan strategi pembelajaran yang digunakan. Kadar yang memungkinkan,pengetahuan yang kita miliki untuk memudahkan proses pembelajaran. Psikologi pendidikan telah melakukan banyak penelitian disepanjang 75 tahun ini untuk menentukan bagaimana manusia belajar. Mereka mengidentifikasi beberapa komponen utama yang selalu mempermudah pembelajaran. Tiga dari komponen itu adalah motivasi, persyaratan atau sub ordinat skill, dan praktek atau feed back. Dalam chapter ini akan dideskripsikan prosedur apa yang bisa digunakan untuk mendesain instrucsional strategy untuk tipe-tipe tujuan pembelajaran yang berbeda.

Adapun tujuan dalam mempelajari strategi pembelajaran ini, adalah:
• Mendeskripsikan pemilihan system penyampaian pembelajaran
• Menyusun dan merangkai isi pembelajaran berdasarkan level/tingkatan
• Memberi nama 5 komponen pembelajaran dalam strategi pembelajaran dan mendaftar komponen-komponen utama didalamnya.
• Merencanakan komponen pembelajaran dalam strategi pembelajaran termasuk aktivitas sebelum proses belajar mengajar, isi presentasi, partisipasi pembelajar, penilaian, aktivitas yang mengikuti untuk serangkai tujuan dalam kelompok pembelajaran tertentu.
• Memilih kelompok siswa dan media yang sesuai untuk komponen strategi pembelajaran
• Menggabungkan media yang dipilih dan menyeleksi system penyampaia
B. PEMBAHASAN
Istilah instructional startegi umumnya digunakan untuk mencakup berbagai aspek dalam pemilihan sistem penyampaian. menyusun dan mengelompokkan isi, mendeskripsikan komponen pembelajaran yang akan termasuk dalam pembelajaran, menspesifikasikan bagaimana siswa akan dikelompokkan sepanjang pembelajaran, menentukan struktur pelajaran, dan memilih media untuk menyampaikan pembelajaran.
1. Menyeleksi Sistem Penyampaian
System penyampaian dan strategi pembelajaran tidak sama,. sistem penyampaian hanyalah bagian dari keseluruhan strategi pembelajaran,.sistem penyampaian juga merupakan asumsi bahwa desainer terlibat dalam pengembangan strategi pembelajaran. Dalam kasus lain memilih system pembelajaran dapat juga berupa level pembelajaran (meteri bidang studi), level bidang studi, ataupun level kurikulum. Berikut ini beberapa contoh system penyampain yang umum dalam melaksanakan pembelajaran.
• Model tradisional/instruktur dengan sekelompok pembelajar didalam ruang kelas, pusat pelatihan atau lab.
• Korespondensi
• Kuliah kelompok besar yang diikuti dengan Tanya jawab.
• Telecource dengan video tape atau siaran.
• Video conference interaktif dua arah
• Pembelajaran berdasarkan computer
• Pembelajaran berdasarkan web menggunakan internet atau intranet
• Program belajar sendiri (terbuka atau tertutup) yang terdiri dari berbagai macam kombinasi instruktur/tutor dan print atau modul atau paket pembelajaran.
• Kombinasi system kebiasaan, kombinasi dan unik.
Dalam proses desain pembelajaran yang ideal, hal pertama yang dipertimbangkan adalah tujuan, karakteristik pembelajar, konteks dan performa pembelajaran, tujuan khusus, assesemen (penilaian), dan kemudian bekerja melalui pertimbangan-pertimbangan dan keputusan yang akan diseleksi dalam system penyampaian yang terbaik. Dan untuk mencapai seleksi sitem penyampaian yang terbaik, semua komponen di atas akan melalui pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
a. Review analisis pembelajaran dan mengidentifikasi tujuan khusus kelompok yanga akan diajarkan dengan urutan yang sesuai,
b. Merencanakan dan mempelajari komponen yang akan digunakan dalam pembelajaran
c. Memilih kelompok siswa yang paling efektif dalam pembelajaran.
d. Menspesifikasi bahan dan media efektif dengan mempertimbangkan kualitas dan fungsi alat dan kepraktisan konteks pembelajaran.
e. Menentukan tujuan dari materi pelajaran dan menggabungkan pemlihan media.
f. Menyeleksi atau mengembangkan system penyampaian terbaik dari kelima langkah yang sudah dibuat di atas.
2. Merangkai (Menyusun) Isi dan Mengelompokkan Pembelajaran
a. Merangkai Isi
Langkah pertama dalam mengembangkan staretegi pembelajaran adalah mengidentifikasi rangkain pengajaran dan isi yang bisa diatur. Hal ini bisa mulai dari level skill yang paling bawah yaitu skill yang tepat di atas garis entri behavior kemudian naik terus mengikuti hirarki.
Rangkaian pembelajaran cenderung merupakan kombinasi dari bawah ke atas atau dari kiri ke kanan.yaitu, sub ordinat skill langkah 1 diajarkan pertama kali, kemudianlangkah 1, lalu yang berikutnya sub ordinat skill langkah 2,kemudian langkah ke 2 itu sendiri. Rangkaian ini berlangsung terus sampai semua langkah di ajarkan. Ilustrasi merangkai isi pembelajaran dpat dilihat pada gambar berikut :







---------------------------------------------------------------------- garis entry behavior


b. Pengelompokkan Pembelajaran
Satu rangkaian yang besar adalah pendekatan program pembelajaran linear yang cenderung merubah semua informasi ke dalam unit-unit kecil dan meminta respon terus menerus dari pembelajar. Rangkaian besar yang lain adalah teks book konvensional yang mana dalam satu chapter biasanya terdiri dari unit-unit informasi. Anda bisa memutuskan bahwa anda akan menampilkan informasi anda dalam bentuk tujuan pertujuan, aktivitas dasar, atau anda ingin menampilkan informasi tersebt ke dalam bentuk beberapa tujuan terlebih dahulu pada berbagai aktivitas pebelajar. Anda harus mempertimbangkan 5 faktor dalam menentukan jumlah informasi yang akan ditampilkan (atau ukuran ‘kelompok’), sebagai berikut :
• Level usia pebelajar
• Kompleksitas materi
• Jenis-jenis pembelajaran
• Apakah aktivitas dapat divariasikan, sehingga bisa menfokuskan perhatian pada latihan-latihan.
• Jumlah waktu yang diminta untuk memenuhi semua event dalam starateipembelajaran untuk tiap-tiap kelompok materi yang dipresentasikan.
3. Komponen Belajar Dalam Strategi Pembelajaran.
Konsep dasar dalam strategi pembelajaran adalah peristiwa pembelajaran yang dideskripsikan dalam condition of learning Gagne (1970). Dalam pandangan psikologi kognitif ada 9 event yang menghadirkan efektivitas mengajar eksternal yang mendukung mental proses pembelajaran internal.
1) Memperoleh perhatian
2) Menginformasikan pada pembelajar tentang tujuan pembelajaran
3) Menstimulasi ingatan dan prasyarat pembelajaran
4) Menampilkan materi-materi stimulus
5) Menyediakan bimbingan pembelajaran
6) Menimbulkan performa
7) Memberikan feed back tentang kebenaran kinerja
8) Menilai kinerja
9) Memperkaya ingatan dan mentransfer
Untuk mempermudah proses desain pembelajaran, ada 5 komponen utama belajar yang merupakan bagian dari keseluruhan strategi pembelajaran, yaitu.
1) Kegiatan pra instruksional ( pendahuluan )
2) Isi presentasi / Penyajian Informasi
3) Partisipasi pebelajar
4) Penilaian
5) Kegiatan Tindak lanjut
Adapun uraian dari kelima komponen tersebut sebagai berikut :
• Kegiatan pra instruksional (pendahuluan) ; sebelum memulai pembelajaran formal anda harus mempertimbangkan 3 faktor yaitu: motivasi pembelajar, menginformasikan apa yang akan harus mereka pelajari, memastikan bahwa mereka sudah mempunyai pengetahuan prasyarat sebelum memulai pembelajaran (entry behavior)
• Isi presentasi/ penyajian materi; disini anda harus menentukan dengan tepat informasi konsep aturan dan prinsip-prinsip apa yang perlu diberikan pada pembelajar. Ini merupakan penjelasan dasar dari unit-unit yang ada di dalamnya. Kesalahan utama yang sering terjadi dalam langkah ini adalah menyampaikan terlalu banyak informasi, khsususnya informasi yang tidak ada hubungannya dengan tujuan. Tidak hanya penting untuk mendefenisikan konsep-konsep baru, tetapi juga menjelaskan hubungan antar konsep-konsep tersebut. Anda juga perlu menentukan tipe dan jumlah contoh yang akan diberikan pada setiap konsep.
• Partisipasi pebelajar; salah satu komponen yang paling kuat dalam proses pembelajaran ad lah praktek dengan feed back. Anda bisa memperkaya proses pembelajaran dengan memberikan aktivitas yang berhubungan langsung dengan tujuan. Pebelajar harus diberi kesempatan untuk mempraktekkan apa yang anda ingin, dan mampu dilakukan oleh mereka. Pembelajar seharusnya tidak hanya mampu mempraktekkan tetapi mereka juga harus memberi feed back.
• Penilaian (assessment); empat kriteria dasar di dalam penilaian sudah digambarkan didalam chapter 7, tes entry behavior, pre test, tes pr ktek, dan post test. Fungsi utama dari tes tersebut sudah digambarkan, tetapi disini sebagai seorang desainer anda harus memutuskan dengan tepat apa strategi anda. Pertama anda harus tahu bagaimana menggunakan tes peraktek, lalu anda harus bisa memtuskan hal-hal berikut ini.
 Akankah saya mengetes entry behavior?
 Kapan penilaian dikelola?
 Akankah saya memberi pre test sebelum keseluruhan skill diajarkan? Kapan ini dilaksanakan? Lebih tepatnya skill apa yang akan di nilai?
 Kapan dan bagaimana saya akan melakukan post test?
• Kegiatan Tindak lanjut adalah kegiatan review keseluruhan dari strategi untuk menentukan apakah memori/materi pembelajaran dan transfer perlu untuk diberikan. Pertanyaan ini bisa dijawab dengan mengulang kembali analisis konteks kinerja.
Dalam bentuk bagan Strategi Pembelajaran dari kelima komponen tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
URUTAN KEGIATAN PEMBELAJARAN METODE MEDIA WAKTU
PENDAHULUAN Diskripsi Singkat
Relevansi
Kompetensi Dasar
PENYAJIAN MATERI Uraian Materi
Contoh Soal
PARTISIPASI SISWA (PEBELAJAR) Latihan
Pembahasan/Diskusi
PENILAIAN Pre tes
Pos tes
Umpan Balik
TINDAK LANJUT Review
Revisi / Remedial

4. Komponen Belajar Untuk Pebelajar Dengan Level Kemampuan Dengan Kedewasaan yang Berbeda.
Disini kita akan mempertimbangkan kebutuhan pebelajar yang berbeda dalam strategi pembelajaran. Aspek pertama yang perlu diperhatikan adalah mengingat bahwa komponen belajar itu ditujukan untuk memandu proses intelektual pembelajar melalui aktivitas dan mental yang membantu pembelajaran. Idealnya adalah semua pembelajar harus mampu mengatur proses intelektual mereka seperti menjadi pebelajar yang mandiri.
1) Komponen Belajar Untuk Berbagai macam Outcome (Hasil).
Komponen dasar belajar dalam strategi pembelajaran adalah intelektual skill, informasi verbal, skill motorik dan perilaku.
• Intelktual skill;
Seorang desainer harus menyadari dua hal yaitu cara pebelajar mengorganisir pengetahuan yang diterima dalam memori dan keterbatasan kemampuan mereka untuk mengingat materi baru. Strategi yang digunakan harus mencakup cara-cara bagaimana pebelajar dapat menghubungkan materi baru yang didapatkan dengan pengetahuan yang sudah ada dalam memori. Dalam mempresentasikan informasi tentang intelektual skill, penting untuk mengingat kembali hakikat hirarkis intelektual skills. Anda juga harus memastikan bahwa contoh dan ilustrasi yang dipilih sudah umum bagi pebelajar. Pemberian contoh yang tidak umum akan meningkatkan kompleksitas. Dalam menyeleksi contoh dan non contoh seorang desainer harus menyeleksi keduanya. Untuk meperkaya transfer ilmu, anda juga dapat menggunakan contoh-contoh yang umum. Ada beberapa hal penting yang perlu dipertimbangkan dalam mendesain latihan praktek untuk intelektual skill. Salah satunya adalah menyesuaikan praktek dengan kondisi dan perilaku yang ditentukan dalam tujuan. Kriteria ini membantu memisahkan praktek yang relevan dengan kegiatan pribadi. Selain itu memastikan hubungan antara pengetahuan yang menjadi prasyarat dengan skill baru dan kemajuan dari kesulitanyang sedikit menjadi masalh kompleks.
• Informasi verbal;
Mendesain aktivitas sebelum pembelajaran itu penting untuk hasil informasi verbal. Ketika menginformasikan kepada pebelajar tentang tujuan, anda harus mempertimbangkan cara-cara dengan tujuan yang mana yang dapat diringkas menggunakan struktur organisasi. Anda juga menginformasikan pada pebelajar bagaimana mereka dapat menggunakan informasi ini. Dalam mempresentasikan informasi verbal, konteks untuk penyediaan informasi dan mengingat kembali sangatlah penting. Strategi yang menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang ada dalam memori akan meningkatkan keefektivan pembelajaran.
Strategi lain yang direkomendasikan untuk menghadirkan informasi verbal adalah menampilkan informasi seperti dalam bagian rangkaian dan memberikan instruksi langsung tentang hubungan antar item di dalam subset (bagian rangkaian) dan perbedaan antara subset. Prosedur yang direkomendasikan oleh Gagne untuk membantu siswa mengatur informasi baru adalah dengan memberikan outline atau tabel yang merangkum informasi ini.
• Skill motorik;
Apa implikasi dari deskripsi pembelajaran skill motorik yang menampilkan isi, contoh, praktek dan umpan balik (feed back) ? Implikasi yang sangat nyata adalah persyaratan dari beberapa presentasi visual dari skill, sudah pasti video atau film bisa digunakan untuk melihat gerak tetapi sering foto dan gambar juga bisa digunakan, setidaknya di awal pertunjukan dalam pembelajaran skill motorik. Kategori isi dan contoh dalam strategi biasanya dalam bentuk deskripsi verbal yang diikuti dengan ilustrasi.
• Perilaku
Perilaku terdiri dari tiga komponen: perasaan, sikap, dan pemahaman kognitif. Perasaan bisa dideskripsikan sebagai hal yang menyenagkan atau tidak menyenangkan yang diekspresikan melalui kecenderungan kita untuk mendekati atau menghindari sebuah situasi. Sikap, harus mendemonstrasikan kondisi yang menggambarkan tujuan performa. Anda juga harus mempertimbangkan strategi yang akan digunakan untuk mengembangkan sikap. Utnuk sikap negatif seperti pembelajar lebih cepat menjadi emosional anda mungkin harus menfokuskan pembelajaran pada kesadaran diri dan mengajarkan cara-cara alternatif untuk mengontrol keadaan.
2. Komponen Belajar untuk Strategi Pembelajaran Konstruktivisme
Pendekatan belajar dalam presepektif konstrutivisme lebih menekankan pada, pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada pebelajar (siswa). Dalam strategi konstruktivisme pembelajaran didesain dan dikelola sedemikian rupa, sehingga pembelajaran dapat menggali secara optimal potensi yang dimiliki oleh pebelajar (siswa). Komponen belajar untuk strategi pembelajaran konstruktivesme sama dengan komponen terdahulu, tapi pada pendahuluan atau dalam deskripsi lebih menekankan keterlibatan siswa dalam memberikan gambaran yang objektif yang disesuaikan dengan kehidupan sehari-hari. Demikian juga dalam partisipasi siswa mempunyai porsi yang lebih besar dan umpan balik dapat dilakukan pada proses tersebut.. Berikut bagan komponen belajar konstruktivisme :
URUTAN KEGIATAN PEMBELAJARAN METODE MEDIA WAKTU
PENDAHULUAN Diskripsi Singkat
Relevansi
PENYAJIAN MATERI Uraian Materi
Contoh Soal
PARTISIPASI SISWA (PEBELAJAR) Latihan
Pembahasan/Diskusi
Umpan balik
PENILAIAN Penilaian proses
Portofolio
TINDAK LANJUT Review dan revisi terhadap proses belajar

Contoh Strategi Pembelajaran Konstruktivisme
Satuan Pendidikan : SMA
Mata Pelajaran/ SKS : Kimia / 3 SKS
Kelas / Semester : X/2
Standar Kompetensi : Memahami sifat-sifat larutan elektrolit dan non elektrolit
Kompetensi Dasar : Mengindentifikasi sifat larutan elektrolit dan nonelektrolit Berdasarkan data hasil percobaan.
Uraian Kegiatan Pembelajaran Metode Media/alat Waktu (mnt)
PEN
DAHU
LUAN Deskripsi Singkat Berdasarkan daya hantar listrik zat dibedakan atas : konduktor dan isolator. Konduktor yang paling lasim digunakan adalah logam (wujud padat). Bagaimana dengan wujud zatyang lain ( pada wujud gas dan cair) ?Bagaimana zat cair dapat menghantarkan listrik ? Untuk menjawab pertanyaan tersebut akan kita pelajari tentang Larutan Elektrolit dan non elektolit. Ceramah Alat/Bahan/Cara
5
Relevansi

Teori Atom menyatakan bahwa : Atom mengandung elektron yang bermuatan negatif pada kulit atom. Dalam Teori ikatan logam menyatakan Elektron dalam logam mudah berpindah dari satu atom ke atom lain disekitarnya. Arus listrik dapat dianggap sebagai aliran electron dari suatu kutub negatif (-)menuju kutub positif.(+) Ceramah 5
Kompetensi Dasar (Indikator) Indikator ketercapaian kompetensi pada Kegiata pembelajaran; a..Membedakan antara larutan elektrolit dan larutan non elektrolit b..Menjelaskan hantaran listrik melalui media larutan. Ceramah LCD/OHP 5
PENYA
JIAN Uraian Materi Memberikan petunjuk prosedur Pada Lembar Kerja Siswa (LKS), dan memberikan peragaan alat dan bahan yang akan digunalkan Ceramah/ Penjelasan teknis 5
Contoh Memperagakan contoh larutan elektrolit dan larutan non elektolit Demonstrasi Alat& Bahan Lab. 5
PARTI
SIPASI
SISWA Latihan Melakukan percobaan/eksperimen sesuai prosedur yang telah dipersiapkan dalam LKS Percobaan / Eksperimen Alat dan Bahan Lab. 45
Pembahasan &
Diskusi Membahas data hasil pengamatan dari eksperimen yang talah dilaku kan dan mendisusikannya tentang keterkaitan antasa hasil pengamatan dengan teori yang telah dipelajari sebelumnya Diskusi - 20
Umpan Balik Membuat kesimpulan terhadap hasil eksperimen Diskusi - 20
PENI
LAIAN Penilaian Proses Penilaian dilakukan selama berjalannya percobaan, terhadap smua dimensi, penilaian dimensi kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan instrument penilaian yang telah dibuat sebelumnya Obeservasi / pengamatan langsung. Instrumen penilaian non tes 10
Penilaian portofolio Penilaian atas kerja siswa, berdasarkan laporan kegiatan yang telah disediakan dalam LKS Lembar perta nyaan (dlm LKS) - (dilakukan diluar jampel)
Umpan Balik Menginentifikasi kesulitan yang dijumpai selam proses percobaan Diskusi 5
TINDAK
LANJUT Review Penjelasan kembali pada bagian-bagian yang belum dipahami siswa Ceramah White Board 10
Revisi Mengadakan perbaikan pada bagian-bagian yang dijumpai kesulitan selam proses pembelajaran - - (dilakukan diluar jampel)
Jumlah Waktu 135 menit

C. KESIMPULAN
Aspek yang termasuk dalan Startegi Pembelajaran meliputi :
• pemilihan sistem penyampaian.
• menyusun dan mengelompokkan isi,
• komponen strategi pembelajaran
• pengelompokan pebelajar,
• menentukan struktur pelajaran, dan
• pemilihan media untuk menyampaikan pembelajaran.

Adapun komponen utama stratergi pembelajaran, sebagai berikut :
• Kegiatan pra-instruksiional (pendahuluan)
• Penyajian Informasi
• Partisipasi Pebelajar (siswa/mahasiswa)
• Penilaian
• Tindak Lanjut



Referensi :
Dick. W & Carey. L (2005) The Systematic Design of Instruction ( 6 th Ed) ,
Pearson USA
M. Atwi Suparman (2001). Desain Instruksional Pekerti,
PAU-PPAI-UT Jakarta

CHE
Definisi learner-centered assessment sejajar dengan definisi tradisional test acuan patokan, sebagai element inti dari pembelajaran yang didesain secara sistematis. Tipe test ini penting untuk mengevaluasi perkembangan pebelajar dan kualitas pembelajaran. Hasil dari tes acuan patokan memberikan indikasi instuktur seberapa baik pebelajar mampu mencapai setiap tujuan pembelajaran, dan mengindikasikan komponen mana dari pembelajaran yang bisa berjalan dengan baik, dan komponen mana yang perlu direvisi. Selain itu juga, tesacuan patokan memungkinkan pebelajar untuk merefleksikan diri dengan mengaplikasikan kriteria untuk menilai hasil kerja mereka sendiri.
Pengembangan tes muncul di point ini dan bukannya di setelah pembelajaran karena tes harus sesuai dengan tujuan performance. Performance yang ingin dicapai dalam tujuan harus sesuai dengan performance yang ingin dicapai dalam tes atau penugasan.

Penilaian acuan patokan terbentuk dari item-item atau tugas-tugas performance yang langsung mengukur ketrampilan yang dideskripsikan dalam satu atau lebih tujuan performance.
1. 4 tipe tes yang dapat digunakan dalam penilaian dan penggunaannya.
a. Entry behaviors test
Tes ini diberikan kepada pebelajar sebelum memulai pembelajaran. Tes ini ditujukan untuk mengetahui kemampuan yang sudah dikuasai pebelajar sebagai ketrampilan syarat atau ketrampilan yang harus sudah dikuasai sebelum pembelajaran dimulai. Ketrampilan syarat akan muncul di bawah garis entry behavior. Tes ini diberikan karena jika ada pebelajar yang tidak memiliki ketrampilan tersebut sebelum pembelajaran, akan mengalami kesulitan mengikuti pembelajaran. Jika dalam pembelajaran tidak dibutuhkan entry behavior, maka tes ini tidak perlu diadakan.
b. Pretest
Tes ini dilakukan pada awal pembelajaran untuk mengetahui apakah pebelajar sudah menguasai beberapa atau semua ketrampilan yang akan diajarkan. Tujuannya adalah untuk efisiensi. Jika semua ketrampilan sudah dikuasai maka tidak perlu ada pembelajaran. Namun jika hanya sebagian materi yang sudah dikuasai maka data tes ini memungkinkan desainer untuk lebih efisien. Mungkin hanya review atau pengingat yang dibutuhkan.
Biasanya pretest dan entry behavior test dijadikan satu. Hasil dari tes entry behavior dapat digunakan desainer untuk mengetahui apakah pebelajar siap memulai pembelajaran, sedagkan dari hasil pretest desainer dapat memutuskan apakah pembelajaran akan menjadi terlalu mudah untuk pebelajar.
c. Practice test
Tujuan tes ini adalah untuk membuat pebelajar lebih aktif berpartisipasi selama pembelajaran. Tes ini memungkinkan pebelajar untuk menampilkan pengetahuan dan ketrampilan baru dan untuk refleksi diri sampai level berapa ketrampilan dan pengetahuan mereka. Tes ini berisi ketrampilan yang lebih sedikit dan lebih fokus pada materi per pertemuan daripada per unit. Hasil tes ini digunakan instruktur untuk memberikan feedback dan untuk memonitor pembelajaran.
d. Posttest
Tes ini paralel dengan pretes. Sama dengan pretes, posttest mengukur tujuan pembelajaran. Postest harus menilai semua objektif dan terutama fokus pada objektif terakhir. Namun jika waktu tidak memungkinkan, maka hanya tujuan akhir dan ketrampilan penting saja yang diujikan.
Postest mungkin digunakan untuk menilai performance pebelajar dan untuk memberi kredit karena telah menyelesaikan program. Tujuan yang terutama dari tes ini adalah agar desainer dapat mengidentifikasi area pembelajaran yang tidak bisa dilakukan dengan baik. Jika pebelajar gagal dalam tes, desainer harus dapat mengidentifikasi dalam proses pembelajaran yang mana tidak dimengerti oleh siswa.
Tipe tes Keputusan desainer Objectif yang diujikan
Entry behavior test - Apakah target pebelajar sudah siap mengikuti pembelajaran?
- Apakah pebelajar memiliki ketrampilan yang disyaratkan? Ketrampilan syarat atau ketrampilan di bawah garis entry behavior dalam analisis pembelajaran
Pretest - Apakah pebelajar sudah menguasai ketrampilan yang akan diajarkan?
- Ketrampilan khusus yang mana yang sudah mereka kuasai?
- Bagaimana cara yang efisien untuk mengembangkan pembelajaran? - Tujuan akhir
- Langkah utama dari analisis tujuan
Practice tests - Apakah pebelajar memperoleh pengetahuan dan ketrampilan yang diinginkan
- Kesalahan apa yang mereka lakukan?
- Apakah pembelajaran sudah dikelompokkan dengan baik?
- Apakah langkah pembelajaran sesuai untuk pebelajar? - Pengetahuan dan ketrampilan sebagai pengganti tujuan
- Lingkupnya disekitar materi daripada unit
Posttests - Apakah pebelajar telah mencapai tujuan utama?
- Apakah pembelajaran efektif untuk tiap langkah utama dan untuk tiap kemampuan subordinat?
- Di bagian mana pembelajaran harus direvisi?
- Apakah pebelajar telah menguasai informasi, ketrampilan, dan tingkah laku yang diinginkan? - Tujuan utama/akhir
- Langkah utama dan ketrampilan subordinatnya.

2. Mendesain tes
Pertimbangan pertama adalah menyesuaikan bidang pelajaran dengan item atau tipe tugas penilaian. Verbal information biasanya di tes dengan objectif tes. Tes bentuk objektif meliputi format seperti jawaban singkat, jawaban alternatif, mencocokkan, dan pilihan ganda.
Objektif untuk intelektual skill lebih kompleks dan biasanya menggunakan model objektif, kreasi produk atau pertunjukan langsung.
Penilaian untuk ranah afektif juga kompleks. Biasanya tidak ada cara langsung untuk mengukur tingkah laku seseorang. Penilaian di ranah ini biadanya dilakukan dengan observasi.
Penilaian ranah psikomotor biasanya dilakukan dengan mendemonstrasikan tugas. Untuk melihat apakah setiap langkah telah dilakukan dengan baik oleh pebelajar, guru membuat check-list atau rating-scale.
3. Menentukan level penguasaan (mastery level)
Peneliti yang meneliti sistem penguasaan pelajaran menyarankan bahwa penguasaan equivalent dengan level keberhasilan yang diharapkan dari pebelajar yang terbaik. Metode untuk menentukan level penguasaan menggunakan acuan norma.
Pendekatan yang kedua, bisa digunakan cara statistik. Jika desainer ingin memastikan bahwa pebelajar benar-benar mengerti ketrampilan sebelum mereka melanjutkan tahap pembelajaran selanjutnya, maka kemungkinan-kemungkinan harus disediakan untuk menampilkan ketrampilan sehingga hampir tidak mungkin keberhasilan menjadi hasil utama. Jika menggunakan soal pilihan ganda sangat mudah untuk menghitung probabilitas kesempatan keberhasilan. Dengan tipe soal yang lain, lebih sulit dilakukan penghitungan tapi lebih mudah untuk meyakinkan orang lain bahwa keberhasilan bukan sekedar kesempatan saja.
4. Menulis tes
Ada empat kategori tes yang berkualitas, yaitu:
a. Goal-centered criteria
Soal tes dan penugasan harus sesuai dengan tujuan utama pembelajaran. Soal dan penugasan harus sesuai dengan perilaku termasuk konsep dan action. Untuk menyesuaikan jawaban soal tes dengan perilaku yang diharapkan dalam tujuan, desainer harus mempertimbangkan tugas belajar atau kata kerja yang ditunjukkan dalam tujuan. Tujuan yang meminta pebelajar untuk menyatakan atau mendefinisikan, menampilkan secara individu, membutuhkan format soal dan jawaban yang berbeda.
Butir soal harus mengukur perilaku yang sesungguhnya yang dideskripsikan dalam tujuan.
Test item dan tugas seharusnya berkaitan dengan kondisi tertentu dari tujuan (objective) yang telah ditetapkan. Jika format item tertentu, perlengkapan, simulasi atau sumber di tentukan, hal tersebut seharusnya digunakan sebagai penilaian.
b. Kriteria learner-center
Tes item dan penilaian tugas harus disesuaikan dengan kharakteristik dan kebutuhan siswa, meliputi kosa kata, bahasa, tingkat kompleksitas tugas, motivasi siswa, dan tingkat ketertarikan siswa, pengalaman siswa, dan latar belakang siswa serta kebutuhan khusus siswa.
Kosakata yang digunakan dalam pertanyaan harus sesuai dengan tingkat kosakata yang dimiliki siswa sehingga siswa dapat memahami istilah-istilah yang digunakan. jika suatu definisi pada istilah-istilah tertentu harus dicantumkan maka definisi tersebut harus diberikan saat pengajaran berlangsung. penghilangan istilah-istilah yang perlu merupakan sebuah kesalahan.
c. Kriteria konteks center
Dalam membuat tes item dan penilaian tugas, desainer harus mempertimbangkan seting kinerja dan juga lingkungan belajar atau lingkungan kelas. Tes item dan tugas harus realitis atau relevan dengan seting kinerja. Kriteria ini membantu untuk memastikan transfer pengetahuan dan skill dari belajar ke dalam lingkungan kinerja.
Feasibilitas dan sumber dalam lingkungan belajar sebagai bahan pertimbangan yang baik. Kadang-kadang seting belajar tidak memuat perlengkapan yang diperlukan dalam menghasilkan kinerja.
d. Kriteria assessment center
Siswa akan merasa cemas selama assessment, penyusunan tes item dan penilaian tugas yang baik dapat menghilangkan rasa cemas siswa. Cetakan tes yang berkualitas meliputi kebahasaan baik, pengucapan dan tanda baca tepat dan tulisan jelas, petunjuk jelas, sumber materi dan pertanyaan jelas.
Untuk memastikan kejelasan tes item dan tugas dan untuk meminimalisir kecemasan siswa terhadap tes, siswa seharusnya diberi informasi penting dalam menjawab pertanyaan sebelum siswa diminta memberikan respon.
5. Seting Penguasaan Kriteria
Terdapat beberapa saran yang dapat membantu anda dalam menentukan berapa banyak tes item pilihan yang diperlukan. Jika tes item memerlukan sebuah format respon yang memungkinkan siswa dapat menebak jawaban dengan benar anda dapat memasukkan beberapa tes item paralel untuk tujuan yang sama jika kemungkinan menebak jawaban yang benar kecil kemungkinan, anda dapat memutuskan satu atau dua item untuk menentukan kemampuan siswa.
6. Jenis-jenis item
Pertanyaan penting lainnya adalah jenis tes item atau penilaian tugas apa yang paling baik dalam menilai kinerja siswa? Perilaku tertentu dalam objektif memberikan point-point penting terhadap jenis item atau tugas yang dapat digunakan untuk menguji perilaku.
Contoh, jika point penting yang ditanyakan kepada siswa adalah mengingat fakta, maka tanyakan kepada siswa tersebut dengan jawaban siswa yang menyatakan fakta-fakta daripada memberikan pertanyaan yang meminta reaksi siswa seperti pada pertanyaan pilihan ganda. gunakan objektif sebagai guide, dalam menyeleksi jenis tes item yang memberi kesempatan kepada siswa untuk mendemonstrasikan kinerja tertentu yang terdapat dalam objektif. Setiap jenis test items mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Untuk meyeleksi jenis tes items yang baik dari beberapa format test item yang ada, pertimbangkan beberapa faktor seperti faktor waktu yang diperlukan oleh siswa dalaam memberikan respon, waktu penilaian yang diperlukan untuk menganalisis dan memutuskan jawaban, suasana ujian, dan kemungkinan dalam menebak jawaban yang benar.
7. Menulis Petunjuk
Test harus terdapat petunjuk yang jelas, singkat. Permulaan tes biasanya menyebabkan kecemasan pada siswa yang akan dinilai. Oleh karena itu tes seharusnya mengurangi keraguan pada pikiran siswa mengenai apa yang akan mereka kerjakan dalam menyelesaikan test.
Dibawah ini informasi petunjuk test yang biasanya ditemukan dalam test, yaitu :
a. Judul test seharusnya memberikan kesan kepada siswa mengenai content atau isi daripada kata-kata sederhana seperti Pretest atau Test I
b. Pernyataan singkat yang menerangkan objective atau performance yang diujikan.
c. Siswa diberitahu untuk menebak jawaban jika mereka tidak yakin dengan jawaban yang benar.
d. Petunjuk khusus seharusnya diucapkan dengan benar.
e. Siswa diberitahu agar menulis nama mereka atau identitas mereka.
f. Siswa seharusnya diberitahu mengenai penggunaan perlengkapan khusus dalam menyelesaikan test seperti penggunan pensil, lembar jawaban mesin, teks-teks tertentu atau perlengkapan khusus lainnya.
Penulisan petunjuk tes secara jelas dan singkat memang sulit. apa yang jelas bagi anda mungkin akan membuat bingung orang lain. Tulislah dan review petunjuk test untuk menyakinkan bahwa siswa memperoleh informasi yang mereka perlukan dalam menyelesaikan test dengan benar.


8. Pengembangan Instrumen untuk mengukur Kinerja (performance), hasil kerja (Produk) dan Sikap
Pengembangan instrumen digunakan untuk mengukur hasil kerja (produk) dan kinerja (performen), tidak termasuk untuk mengukur hasil tes tentang materi yang diajarkan (kemampuan kognitif) tetapi lebih menekankan pada kemampuan psikomotorik dan kemampuan afektif. Untuk itu diperlukan pedoman yang dapat digunakan untuk memandu aktivitas siswa dan rubrik untuk mengevaluasi dari hasil kerja dan kinerja siswa.
Banyak ketrampilan kompleks dari suatu pengetahuan yang bertujuan pada proses dan hasil. Misalkan dalam suatu desain proses pembelajaran tidak hanya menggunakan buku teks, tapi lebih baik menggunakan desain proses pembelajaran yang mencakup tentang mendisain, mengembangkan, dan mengevaluasi dalam satu satuan materi pembelajaran. Dalam rancangan pembelajaran yang demikian siswa memerlukan catatan dalam setiap langkah dalam proses pembelajaran sehingga menghasilkan satu set material pembelajaran.
Guru dapat menilai proses dari kinerja siswa dari baik dari proses dan produk, kinerja dan hasil serta analisis pembelajaran. Skala lajuan (rating scale) dapat digunakan untuk mengevaluasi proses yang dilakukan siswa, selain itu juga dapat digunakan untuk mengevaluasi hasil pembelajaran.
9. Writing Directions
Arahan (directions) untuk hasil kinerja dan kinerja siswa perlu diuraikan dengan jelas tentang apa dan bagaimana cara yang akan dilakukan siswa dalam proses pembelajaran. Pada kondisi khusus seperti sumber belajar atau batas waktu pelaksanaan harus dijelaskan.
Dalam penulis arahan , kita juga harus mempertimbangkan jumlah bimbingan yang harus diberikan. Mungkin saja ingin mengingatkan pada siswa untuk melaksanakan langkah-langkah tertentu dan menginformasikan pada mereka tentang hal-hal yang akan digunakan dalam mengevaluasi pekerjaan mereka, memberikan bimbingan dan jumlah bimbingan, menguji ketrampilan yang mencakup kompleksitasnya dan kesempurnaan pengukuran kompetensi siswa dan situasi yang dialami dimana siswa akan memperoleh ketrampilan sesuai dengan kontek analisa guru.
Instrumen pengukuran sikap berbeda dengan pengukuran kinerja dan hasil kinerja siswa, karena evaluasi sikap lebih akurat, hal ini penting diujikan pada siswa sehinnga merasakan bebas untuk " memilih" bertindak menurut sikap mereka. Siswa yang diuji sadar bahwa mereka sedang diamati oleh guru dan tidak boleh memperlihatkan perilaku yang mencerminkan sikap tidak benar bagi guru. Pengamatan biasanya dilakukan secara diam-diam tanpa disadari oleh siswa bahwa dia sedang dinilai sikapnya. Namun sebelumnya ada persetujuan dulu antara guru dengan siswa tentang hal-hal apa saja yang akan diukur dan diamati, bagaimana petunjuk dan aturan yang dapat digunakan untuk mengukur sikap yang layak mereka lakukan.
10. Pengembangan Instrumen
Dalam pengembangan instrumen dibutuhkan panduan untuk observasi yang disebut dengan rubrik . Fungsi rubrik adalah untuk panduan mengevaluasi kerja dan sikap siswa dalam proses pembelajaran. Ada lima langkah dalam mengembangkan instrumen:
a. Mengidentifikasi unsur-unsur yang akan dievaluasi.
b. Menafsirkan masing-masing unsur.
c. Mengurutkan unsur-unsur
d. Memilih jenis alternatif pilihan jawaban yang dapat dipilih oleh evaluator.
e. Menentukan bagaimana instrumen akan di skor dicapai.
11. Mengidentifikasi, Nafsirkan, dan Urutan Unsur-Unsur
Unsur-unsur penilaian diambil secara langsung dari perilaku yang tercakup di dalam sasaran hasil kinerja siswa. Kategori unsur-unsur yang khas meliputi aspek format phisik dari kinerja atau obyek, kegunaan dari kinerja atau hasil kinerja, dan kualitas esteti dari hasil kerja atau kinerja. Unsur-unsur yang dipilih merupakan hal yang dapat diamati selama proses pembelajaran berlangsung.
Masing-masing unsur yang telah diidentifikasi kemudian ditafsirkan dan dituliskan dalam instrument. Waktu yang disediakan untuk pengamatan dan penilaian, terutama kinerja aktif siswa, apakah waktunya terbatas atau tanpa batas dalam pencapaian tujuan proses pembelajaran. Dalam menafsirkan evaluator perlu memberikan tanggapan tentang hal yang positif dan hal yang negtif.
Setelah unsur-unsur ditafsirkan,kemudian diurutkan pada instrumen. Penafsiran yang dibuat harus sesuai dengan peristiwa yang dialami. Sebagai contoh, isian evaluasi dengan menggunakan chek list meliputi pendahuluan, pemberian gagasan/ide dan terakhir kesimpulan. Tahapan-tahapan tersebut perlu dicantumkan dalam format chek list.
12. Pengembangan format respon/tanggapan
Merupakan aktivitas yang keempat dalam mengembangkan instrumen untuk mengukur kinerja, hasil kinerja, atau sikap harus menentukan bagaimana penilaian akan dibuat dan dapat merekam tanggapan. Sedikitnya ada tiga penilai format respon antara lain 1) chek list (ya atau tidak), 2) rating skala (skala lajuan) yang membedakan perbedaan tingkat /mutu ( contoh lemah/miskin, cukup,baik), dan 3) a frequensi count pada dari tiap unsur isi, atau kombinasi format. Tanggapan evaluator yang baik tergantung pada beberapa faktor berikut: (1) kompleksitas dan keaslian dari unsur-unsur yang diamati, (2) waktu yang tersedia untuk pengamat dalam menentukan alternative jawaban dan merekamnya, (3) konsistensi atau ketelitian dalam memutuskan jawaban, (4) kualitas umpan balik yang diberikan pada siswa.
a. Chec klist.
Hal paling mendasar tentang ke tiga format alternatif pertimbangan (judegment) adalah checklist. Jika dipilih checklist, maka instrument terdiri dari 2 kolom masing-masing berisi unsur-unsur yang ditafsirkan, dengan mudah untuk diamati. Kolom pertama untuk jawaban ya untuk menunjukkan bahwa masing-masing unsur dilakukan. Kolom yang lain untuk jawaban tidak untuk menunjukkan bahwa ada yang kurang/ tidak dilakukan untuk unsur-unsur yang telah ditetapkan.
Manfaat checklist adalah banyak unsur-unsur yang berbeda yang dapat diamati dalam satu waktu tertentu, lebih cepat dilakukan oleh evaluator, keandalan atau konsistensi alternatif jawaban dapat diperoleh, dan kemudahan dalam pencapaian skor maksimal. Keterbatasan dari checklist adalah ketidakhadiran informasi yang disajikan pada siswa tentang “why a no judgment was assigned.”
b. Rating Scale (skala lajuan)
Check list dapat dikonversi untuk skala lajuan (rating scale) maupun dikembangkan dengan beberapa alternative jawaban yang memberikan kemungkinan tingkat kualitas kinerja atau hasil kinerja siswa. Dalam rating scale terdiri dari tiga kolom penilaian yang berisi skor, misalkan jelek (1), cukup (2), dan yang baik (3). Penilaian tergantung pada tergantung pada kinerja dan hasil kinerja siswa apakah dilakukan dengan baik atau minimal atau maksimal. Contoh, pada level tertentu kontak mata menjadi penilaian yang penting bagi penilaian presentasi laporan secara lisan, ada skor maksimum dan skor minimalnya.
Skala lajuan juga mempunyai kelebihan dan kekurangan. Positifnya evaluator memungkinkan untuk mengevaluasi yang menyakut analisis subkomponen suatu hasil kerja atau kinerja siswa dan guru dapat memberikan umpan balik yang lebih baik kepada kinerja yang dilakukan siswa daripada menggunakan checklist. Hal negatif dari rating scale butuh banyak waktu karena untuk memberikan evaluasi yang berhubungan dengan kualitas suatu kinerja atau hasil kerja pada tiap unsurnya. Tingkat kepercayaan terhadap skor yang diberikan pada siswa kurang dapat dipercaya daripada checklist, terutama ketika membedakan tingkatan kualitas suatu kinerja atau hasil kinerja siswa terhadap konsistensi penilaian. Dua strategi untuk mengembangkan penilaian dalam skala lajuan sehingga lebih dapat dipercaya. Pertama memberikan suatu uraian atau diskripsi atau kriteria yang jelas bersih dari tiap aspek kualitas yang akan diukur.
c. Perhitungan frekuensi (Frequency Count)
Format respon yang ketiga untuk menilai hasil kerja, kinerja dan sikap dengan menghitung frekuensi. penghitungan frekwensi (a frequency count) diperlukan ketika mengamati unsur, apakah positif atau negatif, dapat diulangi beberapa kali oleh siswa sepanjang performen atau produk . Sebagai contoh, dalam suatu produk misalkan jenis laporan tertulis, yang sama dapat mengalami kesalahan beberapa kali selama penilaian performen, atau misalkan suatu pertandingan tenis, yang diulangi beberapa kali, kadang-kadang efektif dan kadang-kadang tidak efektif. Dalam penilaian perilaku yang diperlihatkan dapat diamati selama pembelajaran berlangsung. Performen tiap siswa berbeda dalam setiap pembelajaran. Perilaku positif dan negatif dapat diperlihatkan selama proses pembelajaran dari waktu ke waktu.
13. Prosedur penskoran.
Aktivita terakhir dari pembuatan instrument untuk mengukur produk, performen dan sikap adalah menetukan bagimana penskoran dari instumen, hanya dengan paper and pencil test tidak cukup untuk serangkaian penilaian yang obyektif. Untuk memenuhi tingkat obyektifitas , daftar check list paling mudah digunakan dari ketiga jenis respon diatas. “Ya” respon untuk menanggapi semua unsur-unsur berhubungan dengan tujuan dan dapat dijumlahkan untuk memperoleh tingkatan skor objective dan respon “ya” dapat dijumlahkan sebagai skor total instrumen untuk memperoleh suatu keseluruhan penilaian guna mencapai tujuan pada latihan yang ada.
Tingkat Objectivitas skore dapat juga diperoleh dari rating scale dengan menggabungkan angka-angka penugasan untuk masing-masing unsur yang dinilai di dalam suatu tujuan khusus. Skor menandakan keseluruhan performen telah dicapai oleh siswa dengan menilai semua unsure yang tercakup di instrumen tersebut.
Berbeda dengan tes objektif, check list dan rating scale, penentuan prosedur penskoran pada a frequency count instrument lebih menantang. Prosedur yang terbaik dengan menggunakan situation-specific basis , dan hal tersebut tergantung pada pengaturan sifat alami pengukuran sikap atau performen.
14. Penggunaan Penilaian portofolio
Portofolio adalah koleksi penilaian criterion-referenced yang menggambarkan pekerjaan siswa. Penilaian ini meliputi objective-style test yang menunjukkan kemajuan dari yang pretest sampai dengan post test, yang dikembangkan adalah produk siswa selama pembelajaran, atau kecakapan hidup dari performen. Portofolio juga meliputi penilaian tentang sikap siswa tentang kawasan belajar atau pembelajaran.
Penilaian portofolio menggambarkan sebagai proses meta-evaluating koleksi dari contoh pekerjaan siswa untuk pengembangan atau perubahan yang terjadi dalam diri siswa. Tes objektif menilai kemajuan atau perubahan pelajar dari pretests sampai post test, jejak produk dan performen serta pembandingan untuk bukti kemajuan dari siswa.
Ada beberapa corak kualitas penilaian portofolio . Pertama, contoh pekerjaan siswa harus sesuai dengan tujuan pembelajaran yang spesifik dan performen khusus. Kedua, contoh pekerjaan siswa harus merupakan penilaian yang criterion-referenced yang dikumpulkan sepanjang proses pembelajaran. Pretests dan posttests mengabaikan format test, dan secara khas tidak ada test khusus yang diciptakan untuk penilaian portofolio. Ketiga, masing-masing penilaian disertai rubrik dengan evaluasi terhadap respon, siswa mengevaluasi dan melakukan penskoran, hal ini menunjukkan kekuatan dan problems di dalam suatu performen. Dengan pengumpulan dan pengurutan satu set contoh pekerjaan, penilai siap untuk mulai proses menaksir kemajuan siswa.
Penilaian kemajuan sering terpenuhi pada dua tingkatan. Tingkatan pertama adalah learner self-assessment, dimana salah satu ajaran dari gerakan penilaian berpusat pada siswa (learner-centered). Pelajar menguji kemampuan material mereka sendiri, termasuk skore test , produk, performen , dan membuat skore rubrik, dan mereka merekam pertimbangan mereka tentang permasalahan dan kekuatan dalam material itu. Mereka juga menguraikan apa yang mereka dapat lakukan untuk meningkatkan material itu. Instruktur kemudian menguji set material, tanpa menguji evaluasi yang dilakukan oleh siswa sendiri yang pertama kali, dan merekam pertimbangan mereka. Setelah instruktur menyelesaikan evaluasinya, instruktur dan siswa membandingkan hasil evaluasi mereka, mendiskusikan perbedaan antara kedua evaluasi. Sebagai hasilnya, mereka merencanakan bersama-sama langkah-langkah berikutnya yang perlu dilakukan siswa untuk meningkatkan mutu pekerjaannya.
Penilaian portofolio tidak sesuai dengan semua pembelajaran karena mahal dan sangat memakan waktu. Pembelajaran perlu memutar waktu sedemikian rupa sehingga siswa sempat mengembangkan dan menyuling ketrampilan. Pembelajaran perlu juga menghasilkan performen atau produk yang diperlukan untuk penilaian.
Oleh siswa meliputi tujuan instruksional, analisa instruksional, analisa konteks dan pelajar, sasaran performen , instrumen dan prosedur penilaian, strategi instruksional, satu set material instruksional, evaluasi formatif material, dan uraian tentang kekuatan dalam instruksional seperti perbaikan untuk permasalahan yang ditemukan. Selama proses pengembangan dan disain, rubrik akan digunakan untuk penskoran masing-masing unsur di dalam proses tersebut. Kesimpulan mega-evaluation dari semua material dan rubrik yang dibuat ini sering dikatakan oleh pelajar " seandainya aku mengenal apa yang aku ketahui sekarang."
15. Evaluasi Proses Desain
Pendekatan sistem dalam desain instruksional, output dari satu langkah menjadi input bagi langkah berikutnya, sehingga penting untuk stop pada periode tertentu dalam menentukan apakah produk yang sedang diciptakan konsisten dari langkah ke langkah dari suatu proses. Poin dalam proses disain adalah analisis tujuan, identifikasi subordinat ketrampilan, analisis konteks dan pelajar , perumusan tujuan , dan mengembangkan penilaian. Hal ini sangat mendesak adalah ketrampilan, tujuan khusus, dan penilaian yang semuanya mengacu pada ketrampilan yang sama, maka perlu tinjauan ulang secara hati-hati dalam rangka memastikan ketrampilan yang sama tersebut.

C. KESIMPULAN
Di dalam mengembangkan instrument penilaian, desainer harus memperhatikan hal-hal berikut, antara lain:

• 4 tipe tes yang dapat digunakan dalam penilaian
• bagaimana cara mendesain tes,
• menentukan level penguasaan,
• menulis tes,
• seting penguasaan kriteria
• jenis-jenis tes item yang diberikan,
• menulis petunjuk
• pengembangan instrument
• pengembangan format respon/tanggapan pebelajar
• bagaimana pengembangan instrument tersebut dalam mengukur kinerja, hasil kerja dan sikap pebelajar.
• prosedur penskoran,
• penggunaan penilaian portofolio,
• evaluasi proses desain .
Hasil dari tes acuan patokan memberikan indikasi instuktur seberapa baik pebelajar mampu mencapai setiap tujuan pembelajaran, dan mengindikasikan komponen mana dari pembelajaran yang bisa berjalan dengan baik, dan komponen mana yang perlu direvisi. Selain itu juga, tes acuan patokan memungkinkan pebelajar untuk merefleksikan diri dengan mengaplikasikan kriteria untuk menilai hasil kerja mereka sendiri.




DAFTAR PUSTAKA

Dick, Walter, Lou Carey and James O. Carey. (2005). The Systematic Design of Instructional 6th ed. Boston: Pearson.