CHE
Suatu realita sehari-hari, di dalam suatu ruang kelas ketika sesi Kegiatan Belajar-Mengajar (KBM) berlangsung, nampak beberapa atau sebagian besar siswa belum belajar sewaktu guru mengajar. Sebagian besar siswa belum mampu mencapai kompetensi individual yang diperlukan untuk mengikuti pelajaran lanjutan. Juga, beberapa siswa belum belajar sampai pada tingkat pemahaman. Siswa baru mampu mempelajari (baca: menghafal) fakta, konsep, prinsip, hukum, teori, dan gagasan inovatif lainnya pada tingkat ingatan, mereka belum dapat menggunakan dan menerapkannya secara efektif dalam pemecahan masalah sehari-hari yang kontekstual. Ini terjadi karena, guru belum optimal memberdayakan ‘tambang emas’ potensi masing-masing siswa yang sering kali tersembunyi..

Kalau masalah ini dibiarkan dan berlanjut terus, lulusan sebagai generasi penerus bangsa akan sulit bersaing dengan lulusan dari negara-negara lain. Lulusan yang diperlukan tidak sekedar yang mampu mengingat dan memahami informasi tetapi juga yang mampu menerapkannya secara kontekstual melalui beragam kompetensi. Di era pembangunan yang berbasis ekonomi dan globalisasi sekarang ini diperlukan pengetahuan dan keanekaragaman keterampilan agar siswa mampu memberdayakan dirinya untuk menemukan, menafsirkan, menilai dan menggunakan informasi, serta melahirkan gagasan kreatif untuk menentukan sikap dalam pengambilan keputusan.

Buku Model Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) ini menyajikan sejumlah gagasan dan langkah profesional, mulai dari prinsip KBM, dilanjutkan dengan ciri KBM, Cara mengelola KBM, Cara menyediakan Pengalaman Belajar, Cara memilih strategi Pembelajaran, dan terakhir, cara mengelola kegiatan lintas kurikulum. Inti dari paparan materi ini adalah untuk mengembangkan kompetensi peserta didik secara optimal sesuai dengan potensi dan kebutuhan peserta didik, keadaan sekolah dan tuntutan kehidupan di masa depan. Informasi yang disajikan diharapkan dapat membantu guru untuk mengembangkan gagasan tentang penyediaan strategi mengajar yang mengacu pada pencapaian kompetensi individual masing-masing peserta didik.

Kegiatan Belajar Mengajar adalah suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang memadukan secara sistematis dan berkesinambungan kegiatan pendidikan di dalam lingkungan sekolah dengan kegiatan pendidikan yang dilakukan di luar lingkungan sekolah dalam wujud penyediaan beragam pengalaman belajar untuk semua peserta didik. Ini berarti, diversifikasi kurikulum tidak terbatas pada diversifikasi materi, tetapi juga terjadi pada diversifikasi pengalaman belajar, diversifikasi tempat dan waktu belajar, diversifikasi alat belajar, diversifikasi bentuk organisasi kelas, dan diversifikasi cara penilaian. Pandangan ini memberikan dampak pada penyelenggaraan KBM. Bila selama ini KBM hanya ditandai kegiatan satu arah penuangan informasi dari guru ke siswa dan hanya dilaksanakan dan berlangsung di sekolah maka KBM dengan nuansa Kurikulum Berbasis Kompetensi diindikasikan dengan keterlibatan siswa secara aktif dalam membangun gagasan/ pengetahuan oleh masing-masing individu dan lazimnya dapat diselenggarakan di beberapa lokasi seperti di kelas, di lingkungan sekolah, di perpustakaan, di laboratorium, di pasar, di toko, di pantai, di tempat rekreasi, di kebun binatang, atau di tempat-tempat lain.

Bila dibuat suatu ilustrasi tentang siswa, kegiatan belajar-mengajar (KBM), lulusan, kurikulum, dan lingkungan dalam sebuah sistem, maka hal itu akan terlihat kurang lebih seperti berikut:





· Kurikulum

· Buku

· Alat bantu

Siswa Lulusan

Lingkungan

Siswa dengan karakteristiknya sendiri mengalami PBM di sekolah menjadi lulusan dengan karakteristik barunya. Karakteristik lulusan yang diinginkan sering disebut-sebut sebagai lulusan yang peka, kritis, kreatif, mandiri, bertanggung jawab, dan bertaqwa. Cerdas secara intelektual, emosional, maupun spiritual. Pertanyaannya adalah sejauhmana PBM selama ini menunjang pencapaian lulusan dengan karakteristik tersebut?

Hasil penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan, Depdiknas (BP3K, ketika itu), di sekolah dasar, pada tahun 1979, menunjukkan antara lain bahwa pada umumnya gaya guru mengajar adalah berceramah sementara siswa mendengarkan. Sebagian besar guru yang diamati menggunakan sebagian besar waktu untuk menyampaikan informasi kepada siswa. Mereka seakan-akan menganggap fungsi utama pengajaran adalah penyampaian informasi. Guru tampaknya kurang menyadari adanya teknik-teknik lain dalam pengajaran.

Di beberapa pertemuan, para guru SD, SMP, dan SMA mengakui bahwa keadaan PBM seperti itu terjadi juga di SMP dan SMA dan sampai sekarang (tahun 2004). Jika hal itu benar dan melanda sebagian besar sekolah kita, maka hal itu berarti sudah 25 tahun keadaan PBM di sekolah tidak berubah. Akankah kita biarkan keadaan PBM seperti itu hingga berusia 100 tahun? Siapakah yang akan melakukan pembaharuan? Seberapa besar kemungkinan PBM seperti itu menghasilkan lulusan dengan karakteristik tersebut di atas? Jelas, terdapat kesenjangan antara ‘proses’ yang terjadi dan ‘hasil’ yang diinginkan !!!

Paling sedikit terdapat dua pilihan. Pertama, sederhanakan karakteristik lulusan jika PBM tidak akan diubah. Ke dua, perbaiki PBM jika karakteristik lulusan akan dipertahankan. Kemungkinan besar kita akan mengambil pilihan ke dua, memperbaiki PBM, karena lulusan dengan karakteristik seperti tersebut di atas sangat diperlukan untuk menghadapi kehidupan masa depan. Masa yang penuh dengan persaingan. Kita ingin menjadi bangsa yang bukan memenangkan persaingan itu, melainkan yang lebih penting menjadi bangsa yang dapat memberikan manfaat banyak bagi kehidupan bangsa sendiri dan bangsa lain, bukan bangsa kuli atau pengekor bangsa lain. Dengan demikian kita harus menjadi bangsa yang kreatif, yang menghasilkan barang dan jasa yang bermanfaat bagi kehidupan umat manusia.

Gambar anak-anak sedang bermain di halaman sekolahnya

Bab II
Prinsip Kegiatan Belajar-Mengajar yang bermakna

Kegiatan belajar mengajar (KBM) dirancang dengan mengikuti prinsip-prinsip khas yang edukatif. Kegiatan itu berfokus pada kegiatan aktif siswa dalam membangun makna atau pemahaman. Dengan demikian, guru perlu memberikan dorongan kepada siswa untuk menggunakan otoritas atau haknya dalam membangun gagasan. Tanggung jawab belajar tetap berada pada diri siswa, dan guru hanya bertangung jawab untuk menciptakan situasi yang mendorong prakarsa, motivasi, dan tanggung jawab siswa untuk belajar sepanjang hayat. Berikut dikemukakan 5 prinsip Kegiatan Belajar Mengajar yang memberdayakan potensi siswa.

· Berpusat pada Siswa

Mengingat pendidikan secara umum merupakan proses pengembangan potensi peserta didik, maka pembelajaran hendaknya dirancang untuk mengembangan potensi itu.

Siswa terlahir dengan memiliki potensi rasa ingin tahu, imajinasi, dan fitrah ber-Tuhan. Rasa ingin tahu dan imajinasi merupakan modal dasar untuk bersikap peka, kritis, mandiri, dan kreatif. Sementara, fitrah ber-Tuhan merupakan cikal bakal untuk bertaqwa kepada Tuhan. Mendorong siswa untuk mengungkapkan pengalaman, pikiran, perasaan, bereksplorasi, dan berekspresi merupakan wujud upaya pengembangan potensi tersebut.

Di sisi lain, siswa berbeda dalam minat, kemampuan, kesenangan, pengalaman, dan cara belajar. Siswa tertentu lebih mudah belajar melalui dengar-baca (auditif), siswa lain melalui melihat (visual), sementara yang lain lagi melalui bergerak (kinestetik). Oleh karena itu KBM perlu beragam sesuai karakteristik siswa tersebut. Ketika guru berceramah, hanya siswa dengan tipe auditiflah yang mengalami pembelajaran secara optimal. Supaya semua siswa mengalami persitiwa belajar, guru perlu menyediakan beragam pengalaman belajar. Dengan cara ini perbedaan individu terakomodasi.

Pada dasarnya, semua anak memiliki potensi untuk mencapai kompetensi. Kalau sampai mereka tidak mencapai kompetensi, hal itu bukan lantaran mereka tidak memiliki kemampuan untuk itu, tetapi lebih banyak akibat mereka tidak disediakan pengalaman belajar yang cocok dengan keunikan masing-masing karakteristik individu.

Oleh karena itu kegiatan pembelajaran, organisasi kelas, materi pembelajaran, waktu belajar, alat belajar, dan cara penilaian perlu beragam sesuai karakteristik siswa. KBM perlu menempatkan siswa sebagai subyek belajar. Artinya KBM memperhatikan bakat, minat, kemampuan, cara dan strategi belajar, motivasi belajar, dan latar belakang sosial siswa. KBM perlu mendorong siswa untuk mengembangkan potensinya secara optimal.

· Belajar melalui Berbuat

“Belajar yang sukses lahir dari mengerjakannya”

KBM perlu menyediakan pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari dan atau dunia kerja yang terkait dengan penerapan konsep, kaidah dan prinsip ilmu yang dipelajari. Karena itu, semua siswa diharapkan memperoleh pengalaman langsung melalui pengalaman indrawi yang memungkinkan mereka memperoleh informasi dari melihat, mendengar, meraba/menjamah, mencicipi, dan mencium. Dalam hal beberapa topik tidak mungkin disediakan pengalaman nyata, guru dapat menggantikannya dengan penyediaan model analogi atau situasi buatan dalam wujud simulasi. Jika ini juga tidak mungkin, sebaiknya siswa dapat memperoleh pengalaman melalui alat audio-visual (dengar-pandang). Pilihan pengalaman belajar melalui kegiatan mendengar adalah pilihan terakhir.

Mengalami langsung apa yang sedang dipelajari akan mengaktifkan lebih banyak indera daripada hanya mendengarkan orang lain/guru menjelaskan; dan informasi yang masuk melalui beragam indera akan bertahan lama dalam pikiran siswa. Mengenal bahwa ada perbedaan susunan tulang daun tumbuhan berakar serabut dengan tumbuhan yang berakar tunggang akan lebih mantap bila siswa secara langsung mengamati daun-daun dari kedua jenis tumbuhan itu daripada mendengarkan penjelasan guru tentang hal itu. Di samping itu, membangun pemahaman dari pengamatan langsung akan lebih mudah daripada membangun pemahaman dari uraian lisan guru, apalagi bila siswa masih berada pada tingkat berpikir konkret.

· Mengembangkan Kecerdasan Intelektual, Emosional, Spiritual, dan Sosial

Pemahaman siswa tentang sesuatu, yang terbangun ketika terjadi peristiwa belajar, akan lebih baik bila ia berinteraksi dengan teman-temannya. Interaksi memungkinkan terjadinya perbaikan terhadap pemahaman siswa melalui diskusi, saling bertanya, dan saling menjelaskan. Interaksi dapat ditingkatkan dengan belajar kelompok. Penyampaian gagasan oleh siswa dapat mempertajam, memperdalam, memantapkan, atau menyempurnakan gagasan itu karena memperoleh tanggapan dari siswa lain atau guru.

KBM perlu mendorong siswa untuk mengkomunikasikan gagasan hasil kreasi dan temuannya kepada siswa lain, guru atau pihak-pihak lain. Dengan demikian, KBM memungkinkan siswa bersosialisasi dengan menghargai perbedaan pend apat, perbedaansikap, perbedaan kemampuan, perbedaan prestasi dan berlatih untuk bekerjasama. Artinya, KBM perlu mendorong siswa untuk mengembangkan empatinya sehingga dapat terjalin saling pengertian dengan menyelaraskan tindakan di lingkungan sosialnya.

· Belajar Sepanjang Hayat

Siswa memerlukan kemampuan belajar sepanjang hayat untuk bisa bertahan (survive) dan berhasil (sukses) dalam menghadapi setiap masalah sambil menjalani proses kehidupan sehari-hari. Karena itu, siswa memerlukan fisik dan mental yang kokoh. KBM perlu mendorong siswa untuk dapat melihat dirinya secara positif, mengenali dirinya baik kelebihan maupun kekurangannya untuk kemudian dapat mensyukuri apa yang telah dianugerahkan Tuhan YME kepadanya.

Ilmu pengetahuan berkembang sangat cepat. Informasi berlipat ganda setiap 72 hari. Keadaan ini sangat memungkinkan ilmu yang dipelajari siswa saat ini akan kadaluarsa pada saat mereka dewasa. Mereka harus siap belajar lagi tentang hal-hal baru. Artinya, KBM di sekolah harus lebih menumbuhkembangkan semangat belajar daripada hanya membekali siswa informasi temuan ahli dalam bentuk ilmu pengetahuan. KBM perlu membekali siswa dengan sejumlah keterampilan belajar, yang meliputi pengembangan rasa percaya diri, keingintahuan, kemampuan memahami orang lain, kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama, senang membaca dan mampu membaca cepat, supaya mendorong dirinya untuk senantiasa belajar, baik secara formal di sekolah maupun secara informal di luar kelas. Dengan kata lain KBM harus memberdayakan siswa sehingga menjadi pembelajar seumur hidup.

· Belajar mandiri dan belajar bekerjasama

KBM perlu memberikan kesempatan kepada siswa untuk terbiasa belajar mandiri melalui penyelesaian tugas individual, pembuatan karya individual yang memungkinkan mereka berkompetisi secara spotif untuk memperoleh penghargaan hakiki. Namun pada saat bersamaan, KBM juga perlu menyediakan tugas-tugas yang mendorong siswa untuk bekerja dalam kelompok sehingga memungkinkan tumbuhnya semangat bekerjasama yang mendorong tumbuhnya solidaritas, simpati dan empati terhadap orang lain. Dengan demikian, ragam KBM selalu bergerak dari kedua kutub: belajar mandiri dan belajar bersama. Kondisi ini, memungkinkan siswa berkompetisi secara sportif dan pada sisi lain siswa juga merasa tidak mungkin bekerja sendiri.


Bab III

Ciri KBM yang Menunjang Pencapaian Kompetensi

Pembahasan ciri KBM ini akan diawalai dengan pembahasan tentang makna belajar dan makna mengajar. Selanjutnya baru diteruskan dengan Ciri-Ciri KBM yang menggelitik pikiran. Dengan ciri KBM seperti maka peluang untuk pencapaian kompetnsi menjadi besar karena sebagian besar daftar kompetensi itu berkaitan dengan keterampilan berpikir.
1. Makna Belajar dan Mengajar

Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku guru dalam mengajar adalah pemahaman guru tentang arti belajar dan mengajar. Oleh karena itu, sebelum membahas ciri PBM yang menunjang pencapaian kompetensi, terlebih dahulu perlu dibahas tentang arti belajar dan mengajar.

Makna dan hakikat belajar seringkali hanya diartikan sebagai penerimaan informasi dari sumber informasi (guru dan buku pelajaran). Akibatnya, guru masih memaknai kegiatan mengajar sebagai kegiatan memindahkan informasi dari guru atau buku kepada siswa. Proses mengajar lebih bernuansa ‘memberi tahu’ daripada ‘membimbing siswa menjadi tahu’, sehingga sekolah lebih berfungsi sebagai ‘pusat pemberitahuan’ daripada sebagai pusat ‘pengembangan potensi siswa’. Perilaku guru yang selalu ‘menjelaskan’ dan ‘menjawab langsung’ pertanyaan siswa merupakan salah satu contoh tindakan yang menjadikan sekolah sebagai pusat pemberitahuan.

Apa pandangan Saudara tentang mengajar?

· Seperti menuangkan air kedalam gelas? dimana air perlambang ilmu pengetahuan, keterampilan, atau sikap; dan gelas adalah siswa, atau

· Seperti memelihara tanaman? dimana tanaman adalah siswa yang memiliki potensi untuk tumbuh, guru hanya sekedar pencipta lingkungan agar potensi itu berkembang dengan baik.

gb. Orang sedang menuangkan air dari ceret ke gelas



Gb petani sedang memelihara tanaman

Perhatikan dua suasana PBM berikut:

Gb 1


Gb 2

Guru sedang menjelaskan perbedaan susunan tulang daun tumbuhan berakar tunggang dan tumbuhan berakar serabut.


Siswa secara berkelompok sedang mengamati perbedaan susunan tulang daun tumbuhan berakar tunggang dan tumbuhan berakar serabut.

Perilaku mengajar manakah yang lebih bersifat mengembangkan potensi siswa? Perilaku mengajar manakah yang sering Saudara lakukan?

Bila suasana mengajar lebih bersifat ‘memberitahu’, anehkah bila terbentuk mitos bahwa:

Gurulah yang paling tahu?

Gurulah yang paling benar?

dan terbentuk ketergantungan siswa pada guru dalam memutuskan benar-tidaknya sesuatu?

“Begini betul tidak pak?” merupakan contoh gambaran ketergantungan siswa pada guru. Mereka lebih sering bertanya seperti itu daripada “ Ini pendapat ku, bagaimana komentar Bapak/Ibu?”, atau ‘Menurutku ........, bagaimana menurut Bapak/ Ibu?

Pandangan belajar yang lebih bersifat ‘menyerap’ informasi berakibat pada perilaku mengajar yang lebih bersifat ‘menuangkan’ informasi (baca: memberitahu), Hal ini pada akhirnya dapat membuat siswa memiliki sifat ketergantungan pada orang lain. Pada pandangan ‘konstruktivisme’, Belajar diartikan sebagai proses membangun makna/pemahaman terhadap informasi dan/atau pengalaman. Proses membangun makna tersebut dilakukan sendiri oleh siswa dan dimantapkan bersama orang lain. Proses itu disaring dengan persepsi, pikiran (pengetahuan awal), dan perasaan siswa. Belajar bukanlah proses menyerap makna (baca: pengetahuan) yang sudah jadi bentukan guru. Hal ini diperkuat dengan bukti bahwa, hasil ulangan siswa pada akhir KBM beragam padahal mereka mengalami PBM yang sama, dari guru yang sama, dan pada saat yang sama. Pengetahuan ternyata tidak pindah begitu saja dari guru ke siswa, melainkan dibangun sendiri oleh siswa.

Akibat logis dari pengertian belajar di atas, maka mengajar merupakan kegiatan partisipasi guru dalam membangun pemahaman siswa. Mengingat belajar adalah kegiatan aktif siswa dalam membangun pemahaman, maka partisipasi guru jangan sampai merebut otoritas atau hak siswa dalam membangun gagasannya. Dengan kata lain, partisipasi guru harus selalu menempatkan pembangunan pemahaman itu adalah tanggung jawab siswa itu sendiri, bukan guru. Partisipasi guru hendaknya dibatasi pada peran fasilitator dan mitra-belajar, misalnya dengan cara bertanya yang merangsang berpikir dan berbuat, mempertanyakan, meminta kejelasan, atau menyajikan situasi berpikir untuk siswa. Mengajar ada yang menggambarkan sebagai berikut:

“Guru sajikan situasi untuk dipikirkan. Guru amati apa yang siswa perbuat dengan situasi itu daripada guru beritahu apa yang harus dilakukan siswa terhadap situasi itu”

Gambaran mengajar seperti itu mungkin terlihat pada kasus berikut:





Seorang siswa meminta bantuan kepada gurunya dalam merumuskan kalimat pertanyaan. Dua orang guru menanggapinya secara berbeda.

Guru A:

Ya, siapkan alat tulismu. Tulis, “Siapa namamu?, di mana rumahmu?”, dsb.



Guru B:

Guru :Jika kamu punya kawan baru, kamu ingin tahu apa saja tentang dia?

Siswa: Ingin tahu nama ayahnya.

Guru : Nanyanya bagaimana?

Siswa: ... (berpikir) ... “Siapa nama ayahmu?”

Guru : Bagus, tulis!

Guru manakah yang lebih mengamati siswa daripada memberitahu siswa apa yang harus dilakukan? Guru manakah yang lebih mewakili Saudara dalam mengajar selama ini?

Dampak pengertian belajar terhadap perilaku mengajar terlihat dalam tabel berikut:

Pengertian Belajar


Akibat pada Perilaku Mengajar

Menyerap gagasan, informasi


· ‘Menuangkan’ gagasan, informasi

· Memberitahu

· Tidak toleran terhadap kesalahan

Membangun gagasan


· Menciptakan suasana berpikir

· Memancing ungkap gagasan

· ‘Mengijinkan’ (mentolelir) salah

· Mempertanyakan gagasan

Tabel 1: Dampak pengertian belajar terhadap perilaku mengajar


2. Ciri KBM yang ‘menggelitik pikiran’ (Challenging)

Sebagai akibat logis dari pengertian belajar dan mengajar di atas, yaitu lebih pada ‘membangun gagasan’ dan ‘menciptakan suasana berpikir’, maka proses belajar mengajar haruslah bercirikan sebagai berikut:






Gb. ...: Komponen KBM
Mengalami dan Eksplorasi

Mengalami dan mengeksplorasi berarti melibatkan berbagai indera: lihat, cium, dengar, raba, dan rasa. Hal ini akan meningkatkan pemahaman siswa tentang suatu konsep dan meningkatkan daya bertahan pemahaman itu (informasi) dalam pikiran siswa. Pepatah berikut mungkin masih berlaku sampai saat ini.

· Saya dengar, saya lupa;

· Saya lihat, saya ingat;

· Saya kerjakan, saya mengerti.



(Gb. Siswa sdg melakukan percobaan IPA)

Hasil penelitian berikut yang diungkapkan pada ‘piramid pengalaman belajar’ memperkuat pernyataan bahwa belajar dengan cara mengalami langsung akan meningkatkan kebertahanan informasi dalam pikiran kita.

Daya tahan ingatan

setelah 24 jam

Dengar



5 %

Baca



10 %

Dengar-lihat



20 %

Demonstrasi



30 %

Diskusi Kelompok



50 %

Praktik/Mengerjakan



75 %

Mengajari Orang lain/

Menerapkan Hasil Belajar dg segera



90 %

Diagram 1: Daya tahan ingatan setelah 24 jam

Sumber: Sausa, David A. (2001)

Hasil penelitian tersebut dapat dimanfaatkan guru ketika merancang suatu PBM sebagi berikut:

Berpikirlah mulai dari bawah diagram berikut: “Apa yang harus diajarkan siswa kepada temannya?”. Jika tidak mungkin, bergerak ke atas, “Apa yang harus dilakukan siswa?”. Demikian seterusnya, yang akhirnya dengan sangat terpaksa, kita merencanakan, “Apa yang harus diceramahkan kepada siswa?”

Kegiatan mengalami dapat pula berupa bermain peran, simulasi, selain mengalami hal yang nyata.

Interaksi

Gagasan yang dibangun, sebagai hasil dari proses belajar, berkemungkinan masih belum sempurna bahkan salah. Berinteraksi dengan temannya memungkinkan si pembelajar memperbaiki kesalahan itu atau memperkaya gagasan yang dibangunnya. Di samping itu, interaksi dapat merupakan wahana pengembangan kemampuan sosial siswa seperti berkomunikasi, menyanggah pendapat, dan menyampaikan pendapat secara santun.

Interaksi dapat diciptakan oleh guru antara lain dengan cara merancang kegiatan belajar bagi siswa secara berkelompok, siswa diminta untuk saling menjelaskan kepada temannya tentang temuannya (Ingat: “Siapa yang menjelaskan, sesungguhnya ia belajar”), atau guru mengembalikan pertanyaan siswa kepada siswa lain.

Komunikasi

Gagasan yang benar atau salah baru akan diketahui guru bila siswa diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan atau mengekspresikannya. Guru perlu mengetahui gagasan apa yang ada dibenak siswa agar ia dapat merangsang pengembangannya, bila gagasan benar; atau merangsang perbaikannya, bila gagasan salah. Di samping itu, hal yang pokok adalah bahwa ungkap atau ekspresi gagasan merupakan kebutuhan mendasar manusia. Pemajangan hasil karya siswa, meminta pendapat siswa, atau tidak mentertawakan pendapat siswa sekalipun lucu/sederhana, merupakan beberapa cara/kondisi yang menghidupkan kegiatan komunikasi.

Refleksi

Siswa perlu dibiasakan untuk merenungkan kembali apa yang dipikirkan dan dilakukannya agar mereka terlatih menilai diri sendiri (pikiran dan tindakan) dan tidak tergantung pada orang lain. Pertanyaan guru seperti “Mengapa demikian?” “Apa hal itu berlaku untuk ...?” dapat menimbulkan kegiatan refleksi pada diri siswa;

atau setelah mempelajari satu atau beberapa konsep, siswa diminta menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut dan menuliskannya.

· Apa yang saya pelajari dari kegiatan ini? (Belajar apa dari kegiatan ini?)

· Bagaimana pengetahuan/kemampuan baru terkait dengan pengetahuan/ kemampuan lama?

· Apa manfaat kemampuan baru untuk keperluan di kemudian hari?

Jawaban terhadap pertanyaan itu dapat dijadikan bahan pertimbangan oleh guru dalam membimbing siswa untuk belajar selanjutnya. Menjawab pertanyaan tersebut sekaligus menjadi ajang pelatihan bagi siswa dalam mengungkapkan pikiran dan perasaannya serta menilai diri sendiri.

Siswa mengalami kegiatan secara langsung, bereksplorasi, berinteraksi dengan teman dan gurunya, berkomunikasi tentang apa yang mereka peroleh dari belajarnya, dan melakukan refleksi tentang apa yang telah dipelajari, merupakan hal yang sebaiknya terjadi dalam setiap episode PBM agar tercapai hasil belajar yang maksimal.

Bab IV
Bagaimana Mengelola KBM yang Efisien,Efektif, dan Menyenangkan?

Pengelolaan KBM di kelas dan di luar kelas meliputi pengelolaan tempat belajar/ ruang kelas, pengelolaan bahan pelajaran, Pengelolaan kegiatan dan waktu, dan pengelolaan siswa, dan pengelolaan sumber belajar.

1. Pengelolaan Tempat Belajar/ ruang kelas

Tempat belajar seperti ruang kelas yang menarik merupakan hal yang sangat disarankan dalam PAKEM (Pendekatan Pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan). Hasil pekerjaan siswa sebaiknya dipajangkan untuk memenuhi ruang kelas seperti itu. Selain itu, hasil pekerjaan yang dipajangkan diharapkan memotivasi siswa untuk bekerja lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi siswa lain. Yang dipajangkan dapat berupa hasil kerja perorangan, berpasangan, atau kelompok. Pajangan dapat berupa gambar, peta, diagram, model, benda asli, puisi, karangan, dan sebagainya. Ruang kelas yang penuh dengan pajangan hasil pekerjaan siswa, dan ditata dengan baik, dapat membantu guru dalam KBM karena dapat dijadikan rujukan ketika membahas suatu masalah.

Pengelolaan tempat belajar meliputi pengelolaan beberapa benda/ objek yang ada dalam ruang belajar seperti meja-kursi, pajangan sebagai hasil karya siswa, perabot sekolah, atau sumber belajar yang ada di kelas. Pengelolaan meja-kursi dapat disusun secara kelompok, bentuk u, atau bentuk berjajar atau secara berbaris. Susunan ini bergantung strategi yang akan digunakan dan tujuan yang akan dicapai. Namun, jika menginginkan intensitas interaksi antarsiswa yang tinggi, disarankan untuk tidak menggunakan bentuk berjajar-berbaris.

Ruang belajar hendaknya ditata sedemikian rupa sehingga memenuhi kriteria berikut:

· Menarik bagi siswa

· Memudahkan mobilitas guru atau siswa

· Memudahkan interaksi guru-siswa atau siswa-siswa

· Memudahkan akses ke sumber/alat bantu belajar

· Memudahkan kegiatan bervariasi



(Gb ruang kelas yang penuh pajangan hasil karya siswa; meja-bangku dikelompokkan)

Pemajangan hasil karya siswa yang diatata dengan rapih dapat membuat ruang belajar/kelas menjadi menarik. Di samping itu pemajangan memberikan kesan bahwa di sekolah itu sedang diproses kelahiran generasi ‘produsen’ daripada ‘konsumen’ gagasan.

Penataan meja-bangku siswa dalam bentuk kelompok-kelompok atau bentuk huruf ‘U’ dengan bagian terbuka di depan kelas memudahkan mobilitas, interaksi, akses ke alat bantu belajar, dan memudahkan pergantian kegiatan belajar yang bervariasi.

2. Pengelolaan Bahan Pelajaran

Dalam mengelola kegiatan pembelajaran, guru perlu merencanakan tugas dan alat belajar yang menantang, pemberian umpan balik, dan penyediaan program penilaian yang memungkinkan semua siswa mampu ‘unjuk kemampuan/ mendemonstrasikan kinerja (performance)’ sebagai hasil belajar. Inti dari penyediaan tugas menantang ini adalah penyediaan seperangkat pertanyaan yang mendorong siswa bernalar atau melakukan kegiatan ilmiah. Para ahli menyebutkan jenis pertanyaan ini sebagai ‘pertanyaan produktif’. Karena itu, dalam pengelolaan kegiatan pembelajaran ini guru perlu memiliki kemampuan merancang pertanyaan produktif dan mampu menyajikan pertanyaan sehingga memungkinkan semua siswa terlibat baik secara mental maupun secara fisik. Dengan demikian, sedikitnya ada tiga hal strategis yang perlu dikuasai guru dalam pengelolaan kegiatan pembelajaran yaitu, penyediaan pertanyaan yang mendorong berpikir dan berproduksi, penyediaan umpan balik yang bermakna, dan penyediaan penilaian yang memberi peluang semua siswa mampu melakukan unjuk-perbuatan.

Penyediaan Pertanyaan yang Mendorong Siswa Berpikir dan Berproduksi

Alat mengajar yang paling murah tetapi ampuh adalah bertanya. Pertanyaan dapat membuat siswa berpikir. Apa tujuan Saudara sebagai guru bertanya kepada siswa?






Tujuan bertanya


Mengharap jawaban benar?


Seberapa besar kemungkinan siswa menjawab jika mereka tidak yakin jawabannya benar?







Merangsang siswa berpikir dan berbuat?


Akibatnya siswa sering tak berani menjawab pertanyaan guru sekalipun jawabannya mudah

Jika salah satu tujuan mengajar adalah mengembangkan potensi siswa untuk berpikir, maka tujuan bertanya hendaknya lebih pada ‘merangsang siswa berpikir’. Merangsang berpikir dalam arti ‘merangsang siswa menggunakan gagasan sendiri dalam menjawabnya’ bukan mengulangi gagasan yang sudah dikemukakan guru. Kategori pertanyaan yang termasuk jenis pertanyaan ini antara lain pertanyaan produktif, terbuka, dan imajinatif. Pertanyaan ini dapat digunakan untuk tujuan merangsang siswa berpikir.

Pertanyaan hendaknya dirumuskan sedemikian rupa sehingga siswa melakukan kegiatan meramal (prediksi), mengamati (observasi), menilai diri/ karya sendiri (introspeksi), atau menemukan pola/hubungan. Ada yang menyatakan ‘Jika Anda mengajukan pertanyaan yang baik, sungguh Anda telah mengajar secara baik’. Tujuan guru bertanya hendaknya tidak sekedar, bahkan mungkin harus dihindari, mengharapkan jawaban benar, tetapi lebih untuk merangsang siswa berpikir dan berbuat. Mengharapkan jawaban benar hanya akan membuat siswa tidak berani menjawab jika mereka tidak merasa yakin bahwa jawabannya benar. Berikut kategori pertanyaan beserta contohnya yang diperkirakan dapat merangsang siswa berpikir.

Kategori


Arti


Contoh

Terbuka


Pertanyaan yang memiliki lebih dari satu jawaban benar


1. Mengapa Ibukota Indonesia Jakarta ?

2. Apa yang akan terjadi jika di kota besar tidak ada pemulung sampah?

Produktif


Pertanyaan yang hanya dapat dijawab melalui pengamatan, percobaan, atau penyelidikan.


1. Apa perbedaan gerak bekicot di lantai licin dengan di lantai kasar?

2. Berapa banyak biji buah pepaya ini?

Imajinatif / Interpretatif


Pertanyaan yang jawaban nya diluar benda / gambar / kejadian yang diamati


(Diperlihatkan gambar gadis termenung di pinggir laut)

1. Apa yang dipikirkan gadis itu?

2. Mengapa ia berdiri di situ?

2.2 Pembelajaran tematik. Pengelolaan bahan pelajaran yang lain adalah pembelajaran tematik, yaitu pembelajaran dimana beberapa kemampuan dari berbagai mata pelajaran diajarkan dengan diikat dengan satu tema. Suatu konsep dajarkan dalam konteks tertentu sehingga bermakna bagi siswa. “Pembelajaran tematik dan terpadu dapat meningkatkan hasil belajar siswa” (Sousa, David A.; 2001)

Matematika IPA






PS B. Ind.

Pembelajaran tematik sangat dianjurkan bagi kelas I dan II SD. Namun bila dikehendaki, guru pada kelas tingkat lain atau pada jenjang lain dapat melakukannya. (Uraian lebih rinci tentang pembelajaran tematik tersedia dalam pedoman tersendiri).

Penyediaan Umpan Balik yang Bermakna

Perilaku lain, selain bertanya yang bermutu, yang dianggap penting adalah pemberian umpan balik. Umpan balik yang dimaksud adalah respon atau reaksi guru terhadap perilaku, proses atau hasil kerja siswa. Umpan balik adalah respon/reaksi guru terhadap perilaku siswa. Apa yang dilakukan guru ketika siswa bertanya? Ketika siswa berpendapat? Ketika siswa menunjukkan hasil kerja? Ketika siswa membuat kesalahan? Umpan balik yang baik adalah respon guru yang bersifat tidak ‘memvonis’. “Salah!”, “Bukan!”, “Tidak”!”, “Baik!”, atau “Betul!”, merupakan umpan balik yang memvonis. Berikut adalah contoh umpan balik yang tidak memvonis.

Perilaku Siswa


Umpan balik dari Guru

Bertanya: “Pak/Bu, apakah di Mars ada kehidupan?”



Bertanya balik: “Menurutmu, bagaimana?”

Memberikan pendapat: “Di Mars pasti ada kehidupan?”



Bertanya: “Mengapa kamu berpendapat seperti itu?”

Mengungkapkan kontradiksi

Mengerjakan sesuatu berbeda dari biasanya/yang seharusnya


Meminta penjelasan tentang cara berpikir siswa: “Dapatkah kamu jelaskan, bagaimana kamu berpikir seperti itu?”

Berargumentasi


· “Saya paham, ini penting bagimu”

· “Ini alasan yang saya tidak banyak tahu”

· “Kau telah meyakinkanku”

“Argumentasimu masuk akal, bagaimana pendapat temanmu?”

Umpan balik yang bersifat memvonis menjadikan siswa tergantung pada guru. Ucapan siswa yang berbunyi: “Pak/Bu, ini betul tidak?” “Ini boleh tidak?” merupakan ungkapan yang menunjukkan ketergantungan siswa kepada guru. Mereka tidak dapat atau tidak berani memutuskan/menilai sendiri apa yang dilakukannya. Sedangkan umpan balik yang tidak memvonis membuat siswa merasa dihargai, dapat berpikir, dan bertanggung jawab untuk menilai mutu gagasan sendiri.
Penyediaan Program Penilaian yang Mendorong Semua Siswa Melakukan Unjuk kerja

Menilai adalah mengumpulkan informasi tentang kemajuan belajar siswa, tentang apa yang sudah dikuasai dan belum dikuasai siswa. Informasi tersebut diperlukan agar guru dapat menentukan tugas/kegiatan atau bantuan apa yang perlu diberikan berikutnya kepada siswa agar pengetahuan, kemampuan, dan sikap mereka lebih berkembang lagi. Oleh karena itu, penilaian sebaiknya dilakukan secara alami dalam konteks guru mengajar dan siswa belajar, tidak diadakan secara khusus, dalam waktu yang khusus, terpisah dari kegiatan belajar-mengajar, seperti tes. Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi, penilaian jenis ini disebut penilaian berbasis kelas. Penilaian yang dilakukan dalam keadaan khuusus diragukan ketepatan hasilnya dalam menggambarkan keadaan siswa yang sebenarnya, karena keadaan khusus dapat merupakan tekanan psikologis sehingga siswa merasa cemas dalam menghadapinya. Bila dari hasil mengerjakan tugas dapat diketahui kemampuan apa saja yang sudah dikuasai siswa, apakah tes masih diperlukan?

Jika penilaian dimaksudkan untuk mengukur belajar siswa dan belajar itu unik bagi tiap siswa, maka modus/medium untuk penilaian tidak cukup satu jenis. Satu jenis tugas dapat mengungkap hasil belajar seseorang siswa, tetapi belum tentu bagi siswa lain.

3. Pengelolaan Kegiatan dan Waktu

Proses belajar mengajar biasanya dikelompokkan kedalam tiga kegiatan besar: Kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.

Kegiatan awal biasanya diisi dengan mengemukakan hal-hal yang menarik minat siswa untuk belajar, membahas ulang pengetahuan prasyarat, atau menyampaikan informasi awal beserta penjelasan tugas secara klasikal. Pengetahuan prasyarat yang dibahas hendaknya betul-betul yang dekat sekali dengan konsep baru yang akan dipelajari, tidak terlalu jauh, sehingga waktu yang digunakan menjadi singkat. Ketika akan menemukan rumus luas daerah persegipanjang, misalnya, mulailah dengan mengingatkan kembali tentang pengertian persegipanjang, tidak dimulai dengan berbagai jenis bangun datar. Penyampaian informasi awal dan tugas hendaknya jelas, kalau perlu pelan-pelan. Informasi dan tugas yang tidak jelas hanya akan membuat guru sibuk menjelaskan ulang informasi/tugas tersebut ke setiap (kelompok) siswa, sementara siswa sudah mulai bekerja. Akibatnya, siswa kurang memperhatikan penjelasan ulangan tersebut.

Kegiatan inti disediakan untuk siswa ‘mengalami kegiatan’ seperti melakukan percobaan, bermain peran, kegiatan pemecahan masalah, atau simulasi, yang sebaiknya dilakukan secara berpasangan atau berkelompok. Bila kegiatan inti dikakukan siswa secara perorangan, maka harus diikuti dengan kegiatan yang melibatkan lebih dari satu orang, misalnya saling menjelaskan proses dan hasil belajarnya kepada temannya. Hal ini dimaksudkan agar tercipta interaksi di antara mereka sehingga hasil belajar mereka menjadi mantap.

Kegiatan penutup biasanya diisi dengan rangkuman hasil belajar secara klasikal. Alokasi waktu untuk kegiatan awal dan penutup masing-masing sebaiknya tidak lebih dati 10-15 menit, sehingga sisanya untuk kegiatan inti.

Kegiatan awal dan penutup yang harus singkat didasarkan pada hasil penelitian berikut:





Waktu-prima-1





Waktu-prima-2

0 10 20 30 40

Lama belajar (menit)

Sumber: Sausa David A. (2001-hal. 88-94)

Pada rata-rata 10 menit pertama (waktu-prima-1) kita cenderung dapat mengingat informasi yang diterima. Demikian juga informasi yang diterima pada rata-rata 10 menit terakhir dari suatu episode belajar (waktu-prima-2). Sedangkan informasi di antara itu cenderung terlupakan. Oleh karena itu, pada menit di tengah siswa harus melakukan kegiatan langsung. Jenis keragaman pengalaman belajar dapat dilihat pada bab IV

4. Pengelolaan Siswa

Dalam rangka mengembangkan kemampuan individual dan sosial mereka, pengaturan siswa dalam belajar hendaknya berganti-ganti antara belajar secara perorangan, berpasangan, dan berkelompok. Pengaturan ini tentu disesuaikan dengan karakteristik bahan ajar yang dipelajari. Pada dasarnya tiap individu siswa harus berkembang kemampuannya secara optimal. Oleh karena itu, ketika mereka belajar secara berpasangan terutama berkelompok, guru harus mendorong tiap siswa untuk berperan serta dalam kelompok tersebut. Meminta siswa yang tidak aktif untuk memberikan pendapat terhadah pendapat siswa lain atau melaporkan hasil kerja kelompok, merupakan contoh cara mendorong tersebut. Hal yang perlu dihindari adalah guru mengganti siswa yang melaporkan dengan siswa lain hanya karena siswa pertama kurang lancar melaporkannya; atau mengganti siswa yang tulisannya belum bagus dengan siswa lain yang sudah bagus. Jika demikian, kapan siswa yang kurang bagus tersebut terlatih untuk itu? Bukankah keadaan tersebut membuat siswa yang ‘pandai’ semakin pandai dan yang ‘bodoh’ semakin bodoh? Tugaskan siswa pandai untuk memberikan penjelasan kepada siswa kurang pandai (‘Tutor sebaya’). Demikian juga, anjurkan siswa kurang pandai untuk bertanya kepada atau meminta penjelasan dari siswa pandai terlebih dahulu sebelum kepada gurunya. Hal ini untuk menanamkan kesan bahwa belajar itu bisa dari siapa saja, tidak selalu dari guru yang akibatnya tergantung kepada guru. Dengan cara ini pula diharapkan dapat menghilangkan ‘mitos’ bahwa ‘gurulah yang paling tahu dan paling benar’.

5. Pengelolaan Sumber Belajar

Dalam mengelola sumber belajar sebaiknya mempertimbangkan sumber daya yang ada di sekolah dan melibatkan orang-orang yang ada di dalam sistem sekolah tersebut. Pemanfaatan sumber belajar dari lingkungan sekitar diperlukan dalam upaya menjadikan sekolah sebagai bagian integral dari masyarakat setempat. Sekolah bukanlah tempat yang terpisah dari masyarakatnya. Dengan cara ini fungsi sekolah sebagai pusat pembaharuan dan pembangunan sosial budaya masyarakat akan dapat diwujudkan. Selain itu, lingkungan sangat kaya dengan sumber-sumber, media, dan alat bantu pelajaran. Lingkungan fisik, sosial, atau budaya merupakan sumber yang sangat kaya untuk bahan belajar anak. Lingkungan dapat berperan sebagai media belajar, tetapi juga sebagai objek kajian (sumber belajar). Penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar akan membuat anak merasa senang dalam belajar. Belajar dengan menggunakan lingkungan tidak selalu harus keluar kelas. Bahan dari lingkungan dapat dibawa ke ruang kelas untuk menghemat biaya dan waktu. Pemanfaatan lingkungan dapat mengembangkan sejumlah keterampilan seperti mengamati (dengan seluruh indera), mencatat, merumuskan pertanyaan, berhipotesis, mengklasifikasikan, membuat tulisan, dan membuat gambar/diagram.

6.Pengelolaan Perilaku Mengajar

“Jika perasaan tertekan, maka kerja otak tidak akan optimal.

Otak dibajak secara emosional”

(Quantum Teaching)

Kalimat di atas memberi pesan bahwa emosi sangat mempengaruhi kerja kognisi (otak). Oleh karena itu, hal yang paling harus diajaga adalah perilaku kita sebagai guru untuk tidak mengganggu emosi atau perasaan siswa. Perasaan tersinggung, terhina, terancam, merasa disepelekan, merupakan contoh perasaan yang akan mengganggu kerja otak siswa. Hasil penelitian internasional mengungkapkan bahwa kebutuhan anak mencakup 5 hal:

· dipahami

· dihargai

· dicintai

· merasa bernilai

· merasa aman

Yang menarik adalah tidak ada satu pun dari lima hal di atas berkaitan dengan gedung bagus atau fasilitas lengkap. Semua bersifat kejiwaan (psikis), bukan kebendaan (fisik). Sejalan dengan kelima hal tersebut, beberapa perilaku guru yang diharapkan adalah:

· Mendengarkan siswa

· Menghargai siswa

· Mengembangkan rasa percaya diri siswa

· Memberi tantangan

· Menciptakan suasana ‘tidak takut salah/gagal’ pada diri siswa

Bila akan memilih satu perilaku sebagai prioritas, perilaku terakhir tampaknya harus menjadi pilihan. Dengan perasaan takut salah/gagal, siswa tidak akan berani mencoba hal-hal baru, yang pada akhirnya menjadi tidak kreatif. Coba bayangkan, bagaimana suatu penemuan baru akan lahir jika semua orang takut gagal? Akankah bola lampu tercipta bila T. A. Edison takut gagal?

Membiarkan siswa mentertawakan temannya karena menjawab salah atau berpendapat sederhana/lucu merupakan salah satu contoh perilaku guru yang mengembangkan rasa takut gagal/salah.


Bab V.

Bagaimana Menyediakan Pengalaman Belajar yang Beragam?

Mengalami langsung apa yang sedang dipelajari akan mengaktifkan lebih banyak indera daripada hanya mendengarkan orang lain/guru menjelaskan. Mengenal bahwa ada perbedaan susunan tulang daun tumbuhan berakar serabut dengan tumbuhan yang berakar tunggang akan lebih mantap bila siswa secara langsung mengamati daun-daun dari kedua jenis tumbuhan itu daripada mendengarkan penjelasan guru tentang hal itu. Membangun pemahaman dari pengamatan langsung akan lebih mudah daripada membangun pemahaman dari uraian lisan guru, apalagi bila siswa masih berada pada tingkat berpikir konkret.

Pada dasarnya, semua anak memiliki potensi untuk mencapai kompetensi. Kalau sampai mereka tidak mencapai kompetensi, bukan lantaran mereka tidak memiliki kemampuan untuk itu tetapi lebih banyak akibat mereka tidak disediakan pengalaman belajar yang relevan dengan keunikan masing-masing karakteristik individual. Meskipun anak itu unik karena memiliki keragaman karakteristik, mereka memiliki kesamaan karena sama-sama memiliki: sikap ingin tahu (curiosity), sikap kreatif (creativity), sikap sebagai pelajar aktif (active learner), dan sikap sebagai seorang pengambil keputusan (decision maker). Dalam waktu, 1x 24 jam, kita belajar hanya 10 % dari apa yang kita baca, 20 % dari apa yang kita dengar, 30 % dari apa yang kita lihat, 50 % dari apa yang kita lihat dan dengar, 75 % dari apa yang kita praktekkan, dan 90 % dari apa yang kita tlarkan pada orang lain melalui ucapan dan perbuatan sendiri (lihat piramid pengalaman belajar pada bab 3). Hal ini menunjukkan bahwa jika mengajar dengan banyak berceramah, maka tingkat pemahaman siswa hanya 20 %. Tetapi sebaliknya, jika siswa diminta untuk melakukan sesuatu sambil melaporkannya, tingkat pemahaman siswa dapat mencapai sekitar 90 %.

Sewaktu merancang kegiatan pembelajaran siswa selalu berpikir mulai dari bawah ‘piramid pengalaman belajar’. “Apa yang harus dilakukan siswa?”. Jika tidak mungkin, bergerak ke atas, “Apa yang harus dijelaskan siswa?”. Demikian seterusnya, yang akhirnya dengan sangat terpaksa, kita merencanakan, “Apa yang harus didengarkan atau dibaca siswa?”

1. Tiga jenis pengalaman Belajar

Ketika guru berceramah, apakah semua siswa dalam kelas memperoleh pengalaman belajar. Secara umum, mungkin hanya sebagian siswa yang memperoleh pengalaman belajar. Sebagian siswa yang lain tentu tidak memperoleh pengalaman belajar. Supaya semua siswa mengalami persitiwa belajar, guru perlu menyediakan beragam pengalaman belajar. Secara pragmatis, paling tidak ada tiga jenis pengalaman belajar, yaitu pengalaman mental (interaksi pikiran), pengalaman fisik (interaksi fisik), dan pengalaman sosial (interaksi dengan orang lain)

· Pengalaman Mental

Beberapa bentuk pengalaman mental dapat diperoleh antara lain melalui membaca buku, mendengarkan ceramah, mendengarkan berita radio, melakukan perenungan, menonton televisi atau film. Pada pengalaman belajar melalui pengalaman mental, biasanya siswa hanya memperoleh informasi melalui indera dengar dan lihat. Ditinjau dari tingkat perkembangan anak, pengalaman belajar melalui indera dengar lebih sulit daripada melalui indera lihat karena melalui indera dengar diperlukan kemampuan abstraksi dan konsentrasi penuh.

· Pengalaman Fisik

Pengalaman belajar jenis ini meliputi kegiatan pengamatan, percobaan, penelitian, kunjungan, karya wisata/study tour, pembuatan buku harian, dan beberapa bentuk kegiatan praktis lainnya. Lazimnya, siswa dapat memanfaatkan seluruh inderanya ketika menggali informasi melalui pengalaman fisik.

· Pengalaman Sosial

Beberapa bentuk pengalaman sosial yang dapat dilakukan antara lain: melakukan wawancara dengan tokoh, bermain peran, berdiskusi, bekerja bakti, melakukan bazar, pameran, jual beli, pengumpulan dana untuk bencana alam, atau ikut arisan. Pengalaman belajar ini akan lebih bermanfaat kalau masing-masing siswa diberi peluang untuk berinteraksi satu sama lain: bertanya, menjawab, berkomentar, mempertanyakan jawaban, mendemonstrasikan, dan sebagainya.

Mengingat belajar merupakan proses siswa membangun gagasan/ pemahaman sendiri, maka kegiatan pembelajaran hendaknya mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk berbuat, berpikir, berinteraksi sendiri secara lancar dan termotivasi tanpa hambatan guru. Suasana belajar yang disediakan guru hendaknya memberikan peluang kepada siswa untuk melibatkan mental secara aktif melalui beragam kegiatan, seperti kegiatan mengamati, bertanya/mempertanyakan, menjelaskan, berkomentar, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, dan sejumlah kegiatan mental lainnya. Guru hendaknya tidak memberikan bantuan secara dini dan hendaknya selalu menghargai usaha siswa meskipun hasilnya belum sempurna. Selain itu, guru perlu mendorong siswa supaya siswa berbuat/ berpikir lebih baik, misalnya melalui pengajuan pertanyaan menantang yang ‘menggelitik’ sikap ingin tahu dan sikap kreativitas siswa. Dengan cara ini, guru selalu mengupayakan agar siswa terlatih dan terbiasa menjadi pelajar sepanjang hayat. Beberapa strategi dan metode pengajaran perlu memprioritaskan situasi nyata. Kalau sulit menyediakan situasi nyata, baru menyediakan alternatif di bawahnya seperti situasi buatan, atau alat audio visual, atau alat visual, dan cara dengan pola audio (ceramah baru dipilih setelah keempat cara ini tidak mungkin disediakan).

2. Tiga jenis Situasi Pengalaman Belajar

Dari sudut pandang kekongkritan (non-verbal) dan keabstrakan (verbal), situasi pengalaman belajar dapat diklasifikasikan menjadi situasi nyata, situasi buatan, dan situasi dengar dan lihat (audio-visual)

· Situasi Nyata

Kalau guru ingin meningkatkan pemahaman siswa tentang liku-liku sidang tahunan MPR khususnya tentang cara MPR membuat keputusan atau cara MPR menilai pidato pertanggungjawaban presiden, maka siswa perlu dibawa ke gedung MPR untuk mengamati secara langsung sidang MPR. Beberapa kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan praktis akan lebih efektif kalau dilaksanakan dengan menghadirkan atau mendatangi situasi dan peristiwa nyata. Cara ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok: situasi nyata, yakni siswa terlibat langsung dan situasi nyata yang siswa hanya sebagai pengamat dan tidak terlibat langsung.

· Situasi Buatan

Tentu saja, guru tidak selalu mampu menyediakan situasi nyata. Sekolah-sekolah di luar Jakarta dan atau yang jauh dari Jakarta tentu akan sulit menghadiri sidang tahunan MPR. Dengan demikian, peningkatan pemahaman siswa tentang cara MPR membuat keputusan, dapat dilakukan guru dengan menyediakan kegiatan simulasi, yakni membuat situasi buatan. Pada kondisi ini, kelas dapat dirancang seperti ruang sidang MPR, siswa-siswa berperan sebagai anggota MPR, dan beberapa di antaranya berperan sebagai ketua dan wakil ketua MPR. Seperti juga pada model situasi nyata, pada model ini pun dapat dibedakan menjadi situasi buatan dengan siswa terlibat langsung dan situasi buatan dengan siswa tidak terlibat langsung.

· Audio-Visual

Cara ini menyajikan contoh situasi nyata atau contoh situasi buatan dalam sajian tayangan hidup (film). Tentu saja, cara ini lebih mudah menjadi pengalaman belajar kalau sajian tayangan mengandung unsur cerita yang berkaitan dengan pengalaman dan imajinasi siswa. Pencapaian kompetensi tentang sikap/attitude seperti pada mata pengajaran Kewarganegaraan dan Pendidikan Agama, akan sangat membantu kalau dikemas dalam suatu cerita tayangan hidup yang menyentuh dimensi emosi dan perasaan.

· Visualisasi Verbal

Cara ini banyak berkaitan dengan membaca buku pelajaran, buku sumber, ensiklopedia, lembar kegiatan/lembar kerja, carta, grafik, table. Pada beberapa buku biasanya tidak hanya menyajikan uraian teks, tetapi juga dilengkapi dengan beragam ilustrasi (gambar). Dengan demikian, siswa yang memiliki daya abstraksi lemah dapat terbantu dengan keberadaan ilustrasi/gambar tersebut.

· Audio Verbal

Guru terbiasa menggunakan cara audio-verbal dalam bentuk ceramah. Pada keadaan ini, siswa senantiasa diam-pasif sambil mendengarkan penjelasan guru. Kekurangan atau kelemahan cara ini adalah ada sebagian siswa tidak mudah untuk menyamakan informasi yang diceramahkan guru dengan pengetahuan awal siswa. Kalau keadaan ini berkelanjutan, peristiwa belajar cenderung tidak berlangsung. Untuk mengatasinya, guru harus mengurangi cara ini, atau kalau terpaksa perlu berceramah cukup antara 20 – 25 menit saja dan diselingi dengan kegiatan yang mendorong Lihat – Raba – Bau – Rasa. Materi yang diceramahkan pun perlu kontekstual dengan pengalaman sebagian besar siswa.

Beberapa contoh keragaman pengalaman belajar yang mungkin dipilih guru untuk beberapa mata pelajaran meliputi antara lain;

1. Menggubah syair lagu dan bernyanyi

2. Melakukan Permainan

3. Bermain peran

4. Diskusi (bertanya, menjawab, berkomentar, mendengar penjelasan, menyanggah)

5. Menggambar dan mengarang

6. Menulis prosa, puisi, pantun, gurindam

7. Membaca bermakna

8. Menyimak untuk menangkap gagasan pokok

9. Mengisi teka teki

10. Mengajukan pertanyaan penelitian

11. Mengajukan pendapat dengan alasan yang logis

12. Mengomentari

13. Bercerita

14. Mendengarkan cerita

15. Mengamati persamaan dan perbedaan untuk mencari ciri benda

16. Mendengarkan penjelasan sambil membuat catatan penting

17. Membuat rangkuman/ sinopsis

18. Mendemonstrasikan hasil temuan

19. Mencari pemecahan soal-soal Matematika

20. Membuat soal cerita

21. Mengukur panjang, berat, suhu

22. Merencanakan dan melakukan percobaan

23. Merencanakan dan melakukan penelitian sederhana

24. Membuat buku harian

25. Membuat kamus

26. Melakukan simulasi dengan komputer

27. Mengelompokkan sambil mengidentifikasi (mengenali ciri) benda

28. Mengumpulkan dan mengoleksi benda dengan karakteristiknya

29. Membuat komik

30. Membuat ramalan dan berekstrapolasi

31. Membuat grafik

32. Membuat diagram

33. Membuat charta atau grafik

34. Membuat jurnal

35. Menyiapkan dan melaksanakan pameran

36. Menggunakan alat (alat ukur, alat potong, alat tulis)

37. Praktek ibadah

38. Praktek menjadi khatib/ pendeta

39. Praktek berceramah

40. Praktek budi pekerti

41. Membuat poster

42. Membuat model (seperti kotak, silinder, kubus, segitiga, lingkaran)

43. Menata pajangan

44. Menata buku perpustakaan

45. Membuat daftar pertanyaan untuk wawancara

46. Melakukan wawancara

47. Membuat denah

48. Membuat catatan hasil penjelasan/ hasil pengamatan

49. Membaca kamus

50. Mencari informasi dari ensiklopedia

51. Melakukan musyawarah

52. Mengunjungi dan menemukan alamat situs website

53. Bernegosiasi

54. Mendiskusikan wacana dari media cetak/ media elektronik

55. Membuat cergam

56. Membuat resensi buku

57. Mengkritisi suatu artikel

58. Mengkaji pola tulisan suatu artikel

59. Menulis artikel ilmiah popular

60. Membuat kamus

61. Membuat ensiklopedia

62. dapat ditambahkan sejumlah kegiatan lain yang mengerahkan keterampilan berpikir dan mengaplikasikan pengetahuan yang sudah diketahui

63. ..................................

Bab VI

Bagaimana Memilih Strategi Pembelajaran?

Strategi pembelajaran meliputi aspek yang lebih luas daripada metode pembelajaran. Strategi pembelajaran merupakan cara pandang dan pola pikir guru dalam mengajar. Dalam mengembangkan strategi pembelajaran paling tidak guru perlu mempertimbangkan beberapa hal antara lain: bagaimana mengaktifkan siswa, bagaimana siswa membangun peta konsep, bagaimana mengumpulkan informasi dengan stimulus pertanyaan efektif, bagaimana menggali informasi dari media cetak, bagaimana membandingkan dan mensintesiskan informasi, bagaimana mengamati (mengawasi) kerja siswa secara aktif, bagaimana cara menganalisis dengan peta akibat atau roda masa depan, serta bagaimana melakukan kerja praktik.

1. Bagaimana Mengaktifkan Siswa?

Peserta didik adalah Sang Anak yang merupakan milik Sang Pencipta dan milik dirinya sendiri, keberhasilannya akan sangat tergantung dari pemanfaatan potensi yang dia miliki. Karenanya keaktifan peserta didik dalam menjalani proses belajar mengajar merupakan salah satu kunci keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan. Peserta didik akan aktif dalam kegiatan belajarnya bila ada motivasi, baik itu motivasi ekstrinsik maupun instrinsik. Beberapa hal yang dapat merangsang tumbuhnya motivasi belajar aktif pada diri peserta didik, antara lain :

a. Penampilan guru yang hangat dan menumbuhkan partisipasi positif

Sikap guru tampil hangat, bersemangat, penuh percaya diri dan antusias, serta dimulai dan pola pandang bahwa peserta didik adalah manusia-manusia cerdas berpotensi, merupakan faktor penting yang akan meningkatkan partisipasi aktif peserta didik. Segala bentuk penampilan guru akan membias mewarnai sikap para peserta didiknya. Bila tampilan guru sudah tidak bersemangat maka jangan harap akan tumbuh sikap aktif pada diri peserta didik. Karena itu hendaknya seorang guru dapat selalu menunjukkan keseriusannya terhadap pelaksanaan proses belajar mengajar, serta dapat meyakinkan bahwa materi pelajaran serta kegiatan yang dilakukan merupakan hal yang sangat penting bagi peserta didik, sehingga akan tumbuh minat yang kuat pada diri para peserta didik yang bersangkutan.

b. Peserta didik mengetahui maksud dan tujuan pembelajaran

Bila peserta didik telah mengetahui tujuan dari pembelajaran yang sedang mereka ikuti, maka mereka akan terdorong untuk melaksanakan kegiatan tersebut secara aktif. Oleh karena itu pada setiap awal kegiatan guru berkewajiban memberi penjelasan kepada peserta didik tentang apa dan untuk apa materi pelajaran itu harus mereka pelajari serta apa keuntungan yang akan mereka peroleh. Selain itu hendaknya guru tidak lupa untuk mengadakan kesepakatan bersama dengan para peserta didiknya mengenai tata tertib belajar yang berlaku agar kegiatan pembelajaran dapat berlangsung lebih efektif.

c. Tersedia fasilitas, sumber belajar, dan lingkungan yang mendukung

Bila di dalam kegiatan pembelajaran telah tersedia fasilitas dan sumber belajar yang “menarik” dan “cukup” untuk mendukung kelancaran kegiatan belajar mengajar maka hal itu juga akan menumbuhkan semangat belajar peserta didik. Begitu pula halnya dengan faktor situasi dan kondisi lingkungan yang juga penting untuk diperhatikan, jangan sampai faktor itu memperlunak semangat dan keaktifan peserta didik dalam mengikuti kegiatan belajar.

d. Adanya prinsip pengakuan penuh atas pribadi setiap peserta didik

Agar kesadaran akan potensi, eksistensi, dan percaya diri pada diri peserta didik dapat terus tumbuh, maka guru berkewajiban menjaga situasi interaksi agar dapat berlanagsung dengan berlandaskan prinsip pengakuan atas pribadi setiap individu. Sehingga kemampuan individu, pendapat atau ggasan, maupun keberadaannya perlu diperhatikan dan dihargai. Dan yang penting lagi guru hendaknya rajin memberikan apresiasi atau pujian bagi para peserta didik, antara lain dengan mengumumkan hasil prestasi, mengajak peserta didik yang lain memberikan selamat atau tepuk tangan, memajang hasil karyanya di kelas atau bentuk penghargaan lainnya.

e. Adanya konsistensi dalam penerapan aturan atau perlakuan oleh guru di dalam proses belajar mengajar

Perlu diingat bahwa bila terjadi kesalahan dalam hal perlakuan oleh guru di dalam pengelolaan kelas pada waktu yang lalu maka hal itu berpengaruh negatif terhadap kegiatan selanjutnya. Penerapan peraturan yang tidak konsisten, tidak adil, atau kesalahan perlakuan yang lain akanmenimbulkan kekecewaan dari para peserta didik, dan hal ini akan berpengaruh terhadap tingkat keaktifan belajar peserta didik. Karena itu di dalam memberikan sanksi harus sesuai dengan ketentuannya, memberi nilai sesuai kriteria, dan memberi pujian tidak pilih kasih.

f. Adanya pemberian “penguatan” dalam proses belajar-mengajar

Penguatan adalah pemberian respon dalam proses interaksi belajar mengajar baik berupa pujian maupun sanksi. Pemberian penguatan ini dimaksudkan untuk lebih meningkatkan keaktifan belajar dan mencegah berulangnya kesalahan dari peserta didik. Penguatan yang sifatnya positif dapat dilakukan dengan kata-kata; bagus! baik!, betul!, hebat! Namun semua itu tidak disajikan dengan cara berpura-pura tetapi harus tulus dari nurani guru. Dan sebagainya, atau dapat juga dengan gerak; acungan jempol, tepuk tangan, menepuk-nepuk bahu, menjabat tangan dan lain-lain. Ada pula dengan cara memberi hadiah seperti hadiah buku, benda kenangan atau diberi hadiah khusus berupa; boleh pulang duluan atau pemberian perlakuan menyenangkan lainnya.

g. Jenis kegiatan Pembelajaran menarik atau menyenangkan dan menantang

Agar peserta didik dapat tetap aktif dalam mengikuti kegiatan atau melaksanakan tugas pemebelajaran perlu dipilih jenis kegiatan atau tugas yang sifatnya menarik atau menyenangkan bagi peserta didik di samping juga bersifat menantang. Pelaksanaan kegiatan hendaknya bervariasi, tidak selalu harus di dalam kelas, diberikan tugas yang dikerjakan di luar kelas seperti di perpustakaan, dan lain-lain. Penerapan model “belajar sambil bekerja” (learning by doing) sangat dianjurkan, di jenjang sekolah dasar antara lain dilakukan belajar sambil bernyanyi atau belajar sambil bermain. Untuk lebih mengaktifkan peserta didik secara merata dapat diterapkan pemberian tugas pembelajaran secara individu atau kelompok belajar (group learning) yang didukung adanya fasilitas/sumber belajar yang cukup. Sekiranya tersedia dianjurkan penggunaan media pembelajaran sehingga pelaksanaan pembelajaran dapat lebih efektif.

h. Penilaian hasil belajar dilakukan serius, obyektif, teliti dan terbuka

Penilaian hasil belajar yang tidak serius akan sangat mengecewakan peserta didik, dan hal itu akan memperlemah semangat belajar. Karena itu, agar kegiatan penilaian ini dapat membangun semangat belajar para peserta didik maka hendaknya dilakukan serius, sesuai dengan ketentuannya, jangan sampai terjadi manipulasi, sehingga hasilnya dapat obyektif. Hasil penilaiannya diumumkan secara terbuka atau yang lebih baik dibuatkan daftar kemajuan hasil belajar yang ditempel di kelas. Dari daftar kemajuan belajar tersebut setiap peserta didik dapat melihat prestasi mereka masing-masing tahap per tahap.

Jika siswa belum biasa bekerja efektif dalam kelompok, maka guru boleh menetapkan tugas masing-masing anggota kelompok dengan mempertim-bangkan beberapa hal seperti;

· kelompok itu kecil (dua sampai tiga siswa) dan guru menetapkan anggota kelompok

· tugas itu dapat dilaksanakan dalam waktu yang singkat saja

· tugas itu sederhana

· perintah-perintah jelas dan diberikan selangkah-demi-selangkah

· guru perlu menyediakan sumber belajar

· guru menerangkan dengan jelas peran setiap siswa di dalam kelompok

· penilaian bersifat informal dan guru perlu membahas dan mendiskusikan tugas itu dengan siswa

Hal penting dari tugas ini adalah belajar bekerjasama. Untuk siswa-siswa yang sudah lebih berpengalaman bekerja dengan cara ini, guru dapat menetapkan tugas dan karakteristik kelompok yang lebih tinggi/ komplek seperti,

· kelompok dapat lebih besar dan kadang-kadang siswa boleh memilih siapa anggota kelompoknya

· tugas dapat ditambahkan lebih banyak, tetapi dengan batas waktu yang jelas dan ditetapkan oleh guru

· tugas dapat dibagi dalam bagian-bagian atau merupakan suatu pilihan dari sejumlah pilihan yang ditetapkan guru

· beberapa perintah/instruksi pengerjaan tugas membolehkan siswa untuk memberikan saran, misalnya dalam pendekatan, memilih metode eksperimen, atau memutuskan bentuk produk pekerjaan yang akan mereka hasilkan

· beberapa sumber belajar dapat dipilih oleh siswa

· peran siswa dalam kelompok dapat beragam dan beberapa keputusan tentang peran ini dapat dibuat oleh siswa-siswa

· penilaian dapat dibicarakan dengan siswa melalui diskusi informal dengan kriteria terstruktur formal, serta penilaian individual atau kelompok dapat dilakukan

Dalam kondisi ini, keterampilan bekerjasama turut dikembangkan. Kalau kemandirian siswa/ kelompok mulai tampak, tugas dapat ditingkatkan menjadi tugas-tugas yang lebih luwes, yang mulai melimpahkan sebagian tugas dan penyelesaiannya kepada siswa/ kelompok. Dengan cara seperti ini, siswa akan terdorong untuk melakukan kegiatan lebih mandiri yang dicirikan dengan beberapa hal antara lain;

· mereka memutuskan jumlah dan anggota kelompok

· tugas dapat tersebar untuk masa yang panjang atau lama melalui siswa-siswa berunding dengan guru membahas jumlah waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas

· tugas mungkin rumit, para siswa perlu memilah-milah perincian setepatnya dari beberapa bagian pekerjaan

· sumber belajar dapat meliputi beragam media dan bahan

· peran setiap siswa dalam kelompok ditetapkan secara musyawarah untuk mufakat (konsensus)

Strategi ini merupakan temuan dari Jigsaw di mana kerja kelompok yang terstruktur didasarkan pada kerjasama dan berbagai tanggung jawab. Strategi ini menjamin agar setiap siswa memikul suatu tanggungjawab yang jelas dalam kelompoknya. Kelas diatur ke dalam sejumlah kelompok ‘pangkalan’ dengan kira-kira enam anggota untuk masing-masing kelompok. Tugas dibagi dalam sejumlah kelompok yang telah ditetapkan. Di dalam kelompok pangkalan yang terdiri dari enam siswa, terdapat enam pertanyaan untuk dijawab, atau enam potongan informasi untuk ditemukan atau enam bagian suatu model untuk dirancang atau diperiksa. Dalam setiap kelompok pangkalan, setiap siswa meneliti satu dari isu atau pertanyaan yang berbeda-beda itu. Anda dapat menugaskan tugas khusus untuk anggota-anggota kelompok pangkalan atau membiarkan kelompok berunding di antara mereka, tentang siapa yang akan melakukan apa.

1.











2.

3.

Pada bagan pertama menunjukkan bahwa ada lima kelompok pangkalan dan setiap kelompok masing-masing membawa hal yang harus diselesaikan, kemudian masing-masing mengelompokkan diri sesuai dengan masalahnya (seperti bagan kedua). Masalah tersebut didiskusikan dalam kelompok. Setelah mereka menemukan jawaban kemudian mereka bergabung seperti pada kelompok pertama yaitu pada gambar ketiga. Kemudian setiap kelompok masing-masing mengemukakan masalah dan hasil penyelesaiannya. Dengan demikian setiap orang memperoleh informasi yang sama dari berbagai masalah yang dipecahkan.

Ilustrasi ini menunjukkan cara kelompok-kelompok dimanipulasi dengan menggunakan strategi jigsaw. Siswa-siswa adalah anggota kelompok-kelompok pangkalan dan lalu mereka meneliti aspek tertentu dari topik di dalam kelompok-kelompok pakar. Pada waktu tugas penelitian sudah selesai, mereka kembali ke kelompok pangkalan asal mereka.

Cara lain untuk mengetahui pengetahuan awal siswa dari serangkaian kegiatan bisa dilakukan melalui curah pendapat (brain storming). Kegiatan ini perlu dikendalikan oleh guru, tetapi guru tidak boleh membatasi atau mengarahkan alur gagasan-gagasan siswa.

Dalam sidang curah pendapat (brain storming), guru meminta kepada siswa-siswa untuk mengungkapkan gagasannya, dan semua gagasan itu ditulis di papan tulis. Guru mengkondisikan agar semua siswa mengungkapkan gagasannya dan guru tidak menunjukkan sikap seolah-olah jawaban tertentu lebih berharga dan lebih tepat. Pada tahap-tahap permulaan, semua sumbangan diterima dan tidak ada diskusi mengenai hal-hal itu. Begitu daftar sudah selesai, guru memperkenankan diskusi, umpamanya “Manakah dari gagasan-gagasan ini yang kamu setujui atau tidak setujui dan mengapa?’ ‘Apakah beberapa gagasan ini perlu dikelompokkan bersama?’

Suatu sidang curah pendapat dapat digunakan untuk:

· mendorong guru menemukan sejauhmana pengetahuan siswa tentang sesuatu topik sebelum kelas dimulai, supaya guru mudah merencanakan urutan pembelajaran selanjutnya. Untuk maksud ini guru akan bertanya, ‘Apa yang kamu ketahui tentang . . .?’

· merencanakan pertanyaan-pertanyaan untuk dijawab sebagai suatu bagian tugas kelompok. Dalam hal ini, guru dapat bertanya kepada siswa-siswa, ‘Apa yang harus kita upayakan untuk menyelesaikan masalah tentang . . .?’

2. Bagaimana Siswa Membangun Peta Konsep?

Peta konsep dapat dikembangkan secara individual atau dalam kelompok kecil. Siswa-siswa mengatur sejumlah konsep atau kata-kata kunci pada satu halaman kertas, kemudian menghubungkannya dengan garis-garis dan sepanjang garis itu ditulis suatu kata atau ungkapan yang menjelaskan kaitan antarkata-kata atau konsep-konsep itu.

Peta konsep dapat digunakan untuk:

· membantu guru mengetahui sejauhmana pengetahuan siswa-siswa tentang suatu topik sebelum KBM dimulai supaya guru dapat merencanakan urutan pembelajaran selanjutnya. Untuk maksud ini, guru dapat memberi kepada siswa-siswa sejumlah kata kunci atau gagasan terkait dengan topik yang akan dipelajari.

· menyediakan titik tolak untuk diskusi antarsiswa guna memperjelas pengertian mereka. Untuk maksud ini, siswa-siswa akan ditempatkan di dalam kelompok-kelompok dua atau tiga orang untuk membangun peta melalui mufakat (konsensus).

· memberi umpan balik tentang sejauhmana siswa-siswa sudah memahami topik itu. Untuk maksud ini, peta konsep tentu diselesaikan sebagai kegiatan terakhir dalam urutan pengajaran suatu topik. Siswa-siswa dapat diberi semua konsep kunci tentang suatu topik dan meminta mereka menghubungkannya dalam suatu peta konsep. Dan kemungkinan lain, mereka dapat diberi satu atau dua gagasan kunci, lalu memintanya untuk membangun peta konsep dengan menambahkan gagasan-gagasan tentang semua hal yang sudah dipelajarinya.

· mengaitkan gagasan-gagasan dan pengertian yang dikembangkan dalam satu kegiatan dengan apa yang mereka pelajari dalam kegiatan lain. Untuk maksud ini, guru akan memberi siswa-siswa dua buah daftar kata kunci, satu daftar dari setiap topik, dan meminta siswa-siswa menghubungkan kata-kata dari kedua daftar dalam peta konsep mereka.

Gambar ... : peta konsep.


memompa
Oval: Jantung

mengangkut








Mengangkut darah ke






Mengalirkan darah ke

Oval: Paru-paru





mengambil

Dimana darah diperlukan oleh

Oval: Jaringan Tubuh

Dalam kegiatan ini guru mendorong siswa-siswa untuk menyusun konsep dari konsep yang sudah disediakan. Guru memilih konsep yang perlu dikuasai siswa-siswa dengan mengenal, mengerti, dan mampu menggambarkan, umpamanya binatang menyusui.

Guru mendorong siswa-siswa untuk menganalisa konsep/gagasan itu dengan menempatkan gambar-gambar, kata-kata, benda-benda, kalimat-kalimat atau diagram-diagram yang disajikan dalam dua tumpukan yang berbeda. Satu tumpukan merupakan contoh yang baik dari konsep/ gagasan yang ia pikirkan dan tumpukan yang satu lagi berisi hal-hal yang tidak sesuai dengan konsep/gagasannya.

Langkah pertama adalah menyajikan contoh gagasan yang diterima siswa, umpamanya gambar seekor gorila, binatang menyusui. Lalu guru memberitahu kepada siswa-siswa bahwa ini adalah contoh yang benar. Inilah contoh pertama dalam tumpukan contoh-contoh yang ‘benar’.

Sekarang guru menunjukkan kepada siswa-siswa contoh yang salah dari konsep/ gagasan itu seperti kata ‘siput’. Siput bukan binatang menyusui. Kata ini ditempatkan dalam tumpukan ‘bukan contoh yang benar’.

Guru lanjutkan lagi menunjukkan contoh-contoh yang benar dan contoh-contoh yang salah, dan setelah itu mengajak siswa-siswa untuk membantunya dalam memutuskan ke dalam tumpukan mana contoh itu akan ditempatkan.

Pada waktu hampir semua siswa mampu menempatkan contoh-contoh ke dalam tumpukan yang benar, guru harus bertanya kepada dua atau tiga siswa yang tampaknya memahami gagasan itu untuk menjelaskan bagaimana mereka memutuskan sehingga gambar itu ditempatkan pada kelompok itu. Sesudah mereka memberikan penjelasan secara jelas, guru mungkin masih menyajikan beberapa lagi contoh untuk memastikan bahwa semua siswa sudah mengenali gagasan itu. Jika siswa-siswa tidak mampu mengenali gagasan itu, maka guru perlu memberikan jawabannya.

Sama halnya dalam Bahasa Indonesia, guru hendaklah mengembangkan konsep kata benda. Gunakanlah gambar bunga sebagai contoh yang sesuai dan kata ‘berlari’ sebagai contoh yang tidak sesuai dengan makna kata benda. Dalam matematika, konsep segitiga dapat dikembangkan dengan menunjukkan gambar-gambar atau benda-benda di dalam kelas yang memang atau yang bukan segitiga.

3. Bagaimana Menggali Informasi dari Media Cetak?

Jika siswa-siswa diminta untuk mengerti/ memahami dan bukan sekedar mengingat informasi yang ditemukannya di dalam buku pelajaran, bahan rujukan, surat kabar dan sebagainya, maka mereka harus aktif mengumpulkan dan mengkaji informasi yang tersedia. Sebaiknya, guru tidak mengajukan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan ungkapan-ungkapan yang dengan mudah ditemukan di dalam teks atau naskah. Dengan cara itu, siswa-siswa hanya menyalin jawaban dari sumber itu.

Misalkan ada suatu pertanyaan ‘Apakah binatang menyusui mempunyai bulu?’ tidak tepat jika ciri-ciri itu mudah ditemukan di dalam teks.

Semua binatang menyusui mempunyai ciri-ciri seperti memiliki sepasang anggota badan seperti tangan atau kaki, kelenjar susu, mengasuh anaknya, dan mempunyai bulu sedikitnya pada satu tahap dalam siklus hidupnya.

Pertanyaan yang lebih tepat adalah ‘Apa ciri-ciri binatang menyusui’. Informasi ini dapat digunakan untuk menetapkan binatang-binatang berikut mana yang dapat dimasukkan ke dalam kelompok itu. Lalu, untuk siswa-siswa disediakan gambar-gambar dan uraian-uraian, menggunakan beragam kosakata, dari beberapa binatang yang menyusui dan beberapa yang tidak menyusui.

4. Bagaimana Membandingkan dan Mensintesiskan Informasi

Pemahaman informasi yang dikumpulkan dari berbagai sumber belajar dapat ditingkatkan jika siswa-siswa bekerja dalam kelompok dan setiap anggota kelompok diberi sumber belajar yang berbeda untuk digunakan dalam mencari jawaban pada pertanyaan yang sama. Dengan demikian, siswa-siswa harus membandingkan dan mendiskusikan jawaban-jawaban yang sudah mereka tuliskan. Dengan cara ini, mereka akan mampu memberi satu jawaban yang memuaskan dari hasil kajian bersama. Ini sering dijadikan strategi efektif untuk dipakai oleh kelompok-kelompok pakar ketika pendekatan ‘gergaji ukir’ (jigsaw) pada suatu proyek penelitian digunakan.

5.Bagaimana Mengamati (Mengawasi) secara Aktif?

Sering para siswa tidak berpikir dan belajar aktif pada waktu menonton video. Beberapa orang guru mengajukan sejumlah pertanyaan kepada mereka untuk dijawab pada waktu mereka menonton video. Biasanya pertanyaan-pertanyaan yang disajikan, jawaban-jawabannya ada dalam tayangan video. Pertanyaan-pertanyaan seperti itu mudah dijawab dan jarang menuntut keterlibatan aktif.

Untuk menjamin agar para siswa berpikir aktif sewaktu menonton video, mintalah mereka untuk:

· Menuliskan pertanyaan-pertanyaan yang mereka pikirkan pada waktu menonton video. Ini dapat digunakan sebagai dasar untuk kegiatan diskusi kemudian atau penelitian lanjutan tentang topik itu.

· Menuliskan contoh-contoh kategori tertentu dari peristiwa-peristiwa, benda-benda atau hewan-hewan, dan sebagainya yang muncul dalam video itu. Ini dapat didiskusikan kemudian dan dikelompokkan sebagai bahan untuk memahami konsep tertentu.

6. Bagaimana Cara Menganalisis dengan Peta Akibat atau Roda Masa Depan?

Strategi ini dapat digunakan sebelum atau sesudah siswa-siswa mempelajari sesuatu topik. Hal itu dapat digunakan untuk menemukan seberapa tuntas siswa-siswa sudah memikirkan sesuatu isu atau peristiwa. Strategi ini juga dapat digunakan untuk menemukan apakah mereka sudah mampu menerapkan informasi yang sudah dipelajarinya dalam menganalisis situasi baru. Siswa-siswa diminta untuk mempertimbangkan semua hasil atau akibat yang mungkin muncul dari suatu tindakan atau perubahan dan kemudian hasil dan akibatnya sesudah itu. Mereka hendaklah didorong untuk berpikir tentang dampak positif dan negatif dalam rentang konteks yang sosial, etik, moral, ekonomi, politik, pribadi, hukum atau politik.

Gambar: suatu contoh peta akibat.






Suatu tugas analisis yang tidak begitu rumit dapat melibatkan siswa-siswa untuk memeriksa informasi yang mereka temukan. Siswa-siswa bekerja secara klasikal atau kelompok-kelompok untuk menggolong-golongkan informasi yang mereka kumpulkan. Misalnya, mereka disuruh mengelompokkan apakah informasi itu menguntungkan atau merugikan bagi dirinya, keluarganya, desa atau masyarakat umumnya. Sesudah pengelompokan keuntungan dan kerugian ini, siswa-siswa dapat diminta untuk memutuskan, apakah sesudah disiskusikan mereka mendukung atau menentang keputusan itu.

Strategi-strategi ini meliputi permainan peran atau anjuran (advokasi) untuk kepentingan kelompok masyarakat/komunitas tertentu. Cara ini dimaksudkan untuk membantu siswa-siswa mengenali bahwa biasanya terdapat suatu sudut pandang dan cara menafsirkan informasi berbeda-beda. Pandangan-pandangan ini biasanya ditentukan oleh pengalaman, harapan dan cita-cita, nilai, pendidikan, gaya hidup dan peran di dalam masyarakat dari orang yang mengungkapkan pandangan itu.

Biasanya suatu isu atau masalah dapat dikaji dari sudut pandang kelompok komunitas tertentu. Kelompok ini dapat meliputi orang-orang bisnis, pekerja-pekerja, anak-anak, pemerhati lingkungan, petani, penjaga warung, ibu rumah tangga, wisatawan, akuntan, dokter, dan sebagainya. Sesudah memilih isu atau masalah, kelas dapat mengenali kelompok-kelompok komunitas yang berkepentingan ini. Siswa-siswa memainkan satu dari peran-peran yang diidentifikasi. Mereka boleh bekerja sendirian atau dalam kelompok. Guru dapat memberi informasi atau siswa-siswa sendiri dapat mencari informasi tentang isu atau masalah itu atau mungkin sudah didiskusikan dalam pengertian umum oleh seluruh kelas pada pelajaran-pelajaran yang lalu. Siswa-siswa memutuskan apa pandangan mereka dalam peran yang dipilihnya. Mereka harus bertindak dan berbicara dengan cara yang runtut atau konsisten dengan perannya selama konperensi meja bundar berlangsung. Peran ini hendaklah jelas untuk seluruh kelas selama konperensi meja bundar.

Guru bertindak sebagai fasilitator (pemberi kemudahan). Guru dapat memutuskan bahwa semua siswa diperkenankan mengemukakan pandangan sesuai peran yang diterimanya asalkan setiap diskusi berlangsung tertib.

Pada akhir konperensi meja bundar, siswa-siswa hendaklah didorong untuk memperhatikan semua sudut pandang dan setelah itu dibuat keputusan bersama.

7. Bagaimana Melakukan Kerja Praktik?

Kerja praktik selalu menjadi bagian penting dari pembelajaran beberapa mata pelajaran, khususnya mata pelajaran sains. Namun, kerja praktik tradisional pola-resep atau dengan selangkah-demi-selangkah bukanlah strategi belajar yang efektif. Siswa-siswa mungkin mengikuti perintah-perintah dari pola-resep itu dan memperoleh hasil-hasil yang diharapkan tanpa memahami konsep yang sedang diselidiki.

Ada beberapa cara yang menjamin bahwa siswa-siswa secara aktif terlibat dalam kerja praktik mereka dan bahwa mereka belajar dari pengalaman itu. Cara –cara itu antara lain adalah;

· Satu strategi sederhana adalah memberi para siswa perintah-perintah dalam suatu susunan acak. Mereka diberitahu apa yang mereka coba temukan dan kemudian diminta untuk memisahkan perintah-perintah ke dalam susunan yang dapat dikerjakan sebelum mereka memulai eksperimen.

· Sebelum memulai eksperimen, mereka hendaklah diminta untuk meramalkan hasil-hasilnya. Pada waktu hasil-hasil sudah diperoleh, mereka diminta untuk memutuskan apakah hasil-hasil sesuai atau tidak dengan ramalan-ramalan mereka. Jika hasil-hasil sesuai dengan ramalan, maka mereka hendaklah menjelaskan mengapa mereka mengharapkan hasil-hasil itu. Jika hasil-hasil tidak sesuai dengan harapan, siswa hendaklah diminta untuk memikirkan-ulang metode eksperimen untuk memutuskan apakah ramalan yang salah atau terdapat kesalahan dalam cara pelaksanaan prosedur eksperimen.

· Mereka dapat diberi suatu kumpulan peralatan yang tepat dan suatu pertanyaan untuk diselidiki. Kelas dapat mendiskusikan jenis data yang perlu dikumpulkan. Kemudian, mereka merancang prosedur eksperimennya sendiri, mengumpulkan data dan selanjutnya menyusun suatu kesimpulan.

· Mereka dapat diberi pertanyaan penelitian eksperimen terbuka (tidak terbatas), yakni diberi hanya rincian topik yang sedang dibicarakan dan mungkin beberapa gagasan tentang beberapa aspek topik yang akan mereka selidiki. Dalam kegiatan seperti itu, mereka perlu merumuskan hipotesis, merancang metode eksperimen, memilih peralatan yang tepat, mengumpulkan data, mengatur data dan menyusun suatu kesimpulan.

Ada catatan dalam penggunaan buku pelajaran yang sekarang tersedia. Dalam waktu singkat, buku-buku pelajaran baru, secara khusus ditulis untuk kurikulum berbasis kompetensi tidak akan tersedia di hampir semua sekolah. Guru harus bekerja dengan buku-buku pelajaran yang sudah ada.

Dalam banyak hal, isi mata pelajaran tidaklah berubah secara berarti/signifikan, sehingga informasi, contoh-contoh, penjelasan dan latihan-latihan dalam buku pelajaran yang ada masih dapat digunakan. Namun, guru harus menggunakan beragam buku. Dengan dmikian, guru dimungkinkan untuk mengkaji dan meracik beberapa materi menjadi materi yang lebih sesuai dengan tujuan pembelajaran.

Misalnya, guru mungkin harus menyusun seperangkat pertanyaan baru untuk diberikan kepada siswa-siswa pada waktu ia menginginkan mereka menemukan informasi dalam buku pelajaran. Atau, guru mungkin harus merencanakan tugas baru supaya siswa menerapkan informasi dalam buku pelajaran. Ini dimaksudkan untuk menjamin apakah mereka sudah mengerti semua yang dibacanya. Beberpa hal yang mungkin dilakukan seperti,

· Suatu buku pelajaran mungkin menggambarkan peran-peran setiap orang dengan tanggungjawab dalam administrasi kabupaten/kota. Daripada meminta menyalin ini dan mempelajarinya, siswa-siswa dapat diminta untuk menyepadankan/menyamakan peran-peran ini dengan situasi sebenarnya di daerahnya dalam kehidupannya sehari-hari.

· Suatu teks mungkin memberi suatu gambaran tertulis tentang unsur-unsur (partikel) dalam suatu atom atau hubungan antarbagian-bagian pemanas air matahari. Siswa-siswa dapat diminta untuk menggambar dan memberi penjelasan pada diagram suatu atom atau suatu pemanas air matahari.

· Suatu teks mungkin berisi suatu diagram dari struktur dan lapisan-lapisan bumi. Siswa-siswa dapat diminta untuk membayangkan melakukan perjalanan dalam suatu sangkar terlindungi dari permukaan ke pusat bumi. Mereka hendaklah menggambarkan dalam suatu cerita apa yang mungkin mereka lihat dan rasakan pada perjalanan mereka.


Bab VII

Bagaimana Merancang Kegiatan Lintas Kurikulum?

Banyak guru yang sudah merasa puas bila menyaksikan para siswa kelihatan sibuk bekerja dan bergerak. Apalagi jika bangku dan meja diatur berkelompok serta siswa duduk saling berhadapan. Keadaan tersebut bukanlah ciri yang sebenarnya dari Siswa Belajar Aktif. Pada kondisi ini, sebenarnya aktif mental lebih diinginkan daripada aktif fisik. Siswa sering bertanya, mempertanyakan gagasan orang lain, dan mengungkapkan gagasan merupakan tanda-tanda aktif mental. Syarat berkembangnya aktif mental adalah tumbuhnya perasaan tidak takut: takut ditertawakan, takut disepelekan, atau takut dimarahi jika salah. Oleh karena itu, guru hendaknya menghilangkan penyebab rasa takut tersebut, baik yang datang dari guru itu sendiri maupun dari temannya. Berkembangnya rasa takut sangat bertentangan dengan hakikat pembelajaran ‘PAKEM, yakni Pembelajaran Aktif-Kreatif-Efektif-Menyenangkan’.

1. Ciri Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi dalam KBM di Kelas

Pembaharuan di bidang kurikulum harus mampu mengubah kebiasaan guru yang selama ini cenderung menggunakan metode ceramah, yakni guru sangat dominan di dalam KBM. Pemberlakuan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) diharapkan dapat mengubah pola KBM menuju KBM yang berorientasi kepada siswa. Untuk menuju ke perubahan yang diinginkan perlu peningkatan kemampuan dan cara pandang baru dalam mengelola KBM. Kemampuan yang perlu dikuasai guru untuk menciptakan keadaan tersebut sebagai berikut..

Kemampuan Guru


Indikator KBM

1. Guru merancang dan mengelola KBM yang mendorong siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran.


Guru melaksanakan KBM dalam kegiatan yang beragam, misalnya:

· Percobaan

· Diskusi kelompok

· Memecahkan masalah

· Mencari informasi

· Menulis laporan/cerita/puisi

· Berkunjung keluar kelas

2. Guru menggunakan alat bantu dan sumber belajar yang beragam.


Sesuai mata pelajaran, guru menggunakan, misal:

· Alat yang tersedia atau yang dibuat sendiri

· Gambar

· Studi kasus

· Nara sumber

· Lingkungan

3. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan.


Siswa:

· Melakukan percobaan, pengamatan, atau wawancara

· Mengumpulkan data/jawaban dan

mengolahnya sendiri

· Menarik kesimpulan

· Memecahkan masalah, mencari rumus sendiri (Mat)

· Menulis laporan/hasil karya lain dengan kata-kata sendiri

4. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasannya sendiri secara lisan atau tulisan.


Melalui:

· Diskusi

· Guru mengajukan lebih banyak

pertanyaan terbuka

· Hasil karya

5. Guru menyesuaikan bahan dan kegiatan belajar dengan kemampuan siswa.


· Siswa dikelompokkan sesuai dengan kemampuan (untuk kegiatan tertentu)

· Bahan pelajaran disesuaikan dengan kemampuan kelompok tersebut.

· Tugas perbaikan atau pengayaan diberikan sesuai dengan kebutuhan siswa.

6. Guru mengaitkan KBM dengan pengalaman siswa sehari-hari.


· Siswa menceritakan atau memanfaatkan pengalamannya sendiri.

· Siswa menerapkan hal yang dipelajari dalam kegiatan sehari-hari

7. Menilai KBM dan kemajuan belajar siswa secara terus menerus.


· Guru memantau kerja siswa

· Guru memberikan umpan balik

2. Beberapa Bentuk Pengalaman Belajar Lintas Kurikulum?

Pengalaman belajar lintas kurikulum dikembangkan dengan tujuan untuk meningkatkan kompetensi, kerja sama, solidaritas, kepemimpinan, empati, toleransi dan keterampilan hidup. Pengalaman belajar ini diberikan tidak terbatas pada rumpun pelajaran tertentu, tetapi mencakup berbagai rumpun.

Pengalaman belajar lintas kurikulum dikembangkan melalui berbagai kegiatan di luar dan di dalam kelas antara lain adalah sebagai berikut:

a. Lomba/Kompetisi

Berbagai kegiatan lomba/kompetisi yang dapat dilakukan dapat mencakup berbagai bidang: (a) lomba bidang sains dan teknologi yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan logis dan teknologi siswa, (b) bidang olahraga dan seni untuk mengembangkan estetika dan kinestetika siswa, dan (c) bidang bahasa untuk mengembangkan keterampilan berkomunikasi.

b. Perkemahan

Perkemahan dapat melatih siswa untuk hidup mandiri dengan permasalahan yang dihadapi harus dipecahkan sendiri. Perkemahan dapat diberi tema sesuai dengan penekanan yang diinginkan, misalnya perkemahan sosial, atau perkemahan lintas mata pelajaran seperti perkemahan bakti sosial di daerah bencana.

c. Bakti Sosial

Bakti Sosial diharapkan akan mampu melatih dan mengembangkan empati siswa serta menumbuhkan solidaritas pada orang lain sebagai anggota masyarakat

d. Studi Banding Budaya

Studi Banding Budaya diharapkan akan dapat menumbuhkan rasa toleransi dan saling menghargai atas dasar kesadaran akan keanekaragaman bangsa Indonesia. Kegiatan ini juga diharapkan mampu menumbuhkan sikap menghormati perbedaan.

e. Penelitian Latihan

Penelitian latihan lintas mata pelajaran dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk berpikir logis dan sistematis dalam menghadapi dan memecahkan masalah. Siswa dilatih untuk dapat mengidentifikasi masalah dan menemukan pemecahannya secara kontekstual.

f. Koperasi Siswa

Koperasi siswa mendorong siswa untuk bekerja sama dalam suatu tim. Selain itu, siswa juga dapat menghargai pekerjaan dan hasil karya orang lain sambil melatih keterampilan berorganisasi.

g. Kebun/sawah Percobaan dan Bengkel Siswa

Melatih siswa untuk dapat menerapkan teori, konsep, prinsip dan kaidah bidang ilmu yang telah dipelajari ke dalam kegiatan nyata.

REFERENSI

1. Brooks, J.G. & Brooks, M.G. (1993), In Search of Understanding The Case for Constructivist Classrooms. USA: ASCD (referensi halaman 9-12).

2. Harlen, W. (Ed.; 1987), Primary science … taking the plunge. London: Heinemann Educational Books Ltd (referensi halaman 9-12).
0 Responses

Posting Komentar