Jika kita melakukan pengujian pada semua model desain instruksional, kita akan menemukan penekanan yang utama adalah pada konsep dari evaluasi formatif, pengumpulan data akan digunakan sebagai sarana untuk mengidentifikasi masalah dan untuk merevisi materi instruksional. Model akan terbentuk setelah data dikumpulkan dan ringkas, kita harus memperbaiki bahan secara wajar. Walau ada beberapa pembahasan telah bermanfaat bagi revisi materi instruksional, sedikit tentang apapun teori diusulkan di sekitar yang mana ke kumpulkan data. Pada pendekatan kita ke evaluasi perkembangan, kita menginterpretasikan data dari strategi instruksional kita kemudian perubahan perbuatan yang tampak oleh data dan pemahaman kita dari proses belajar.
Ada dua jenis dasar dari revisi yang akan dipertimbangkan dengan materi yaitu:
1. Perubahan pada proses pembuatan isi atau unsur dari materi guna membuat meteri tersebut lebih akurat atau lebih efektif sebagai satu alat belajar.
2. Perubahan yang berhubungan dengan prosedur pengerjaan yang digunaankan pada materi.
Di pembahasan ini, kita akan mengetahuai bagaimana data dari berbagai evaluasi perkembangan sumber dapat diringkas dan dipergunakan untuk mengidentifikasi bagian dari bahan/materi tersebut harus diperbaiki. Kita akan mencatat bahwa kita tidak akan mengkaitkan dengan menggunakan dari statistik kompleks di langkah ini dari desain instruksional memproses karena dengan descriptif sederhaa dan ringkasan dari suatu data adalah sudah dipandang cukup. Perincian test statistik adalah jarang digunakan pada evaluasi perkembangan dan proses revisi.
Berikut adalah bentuk bentuk evaluasi formatif. Martin Tessmer (1996) menyebutkan sedikitnya ada empat bentuk evaluasi formatif, yaitu:
1. Review Ahli (Experts Review)
2. Evaluasi Satu-Satu (One-to-One Evaluation)
3. Evaluasi Kelompok Kecil (Small Group Evaluation)
4. Uji Lapangan (Field Test)
Sementara menurut Dick & Carey, terdiri dari 6 bentuk sebagai berikut:
1. Review Rancangan (Design Review)
2. Review Ahli (Experts Review)
3. Evaluasi Satu-Satu (One-to-One Evaluation)
4. Evaluasi Kelompok Kecil (Small Group Evaluation)
5. Uji Lapangan (Field Test)
6. On Going Evaluation
Disamping itu, ada beberapa bentuk evaluasi formatif alternatif lain, yaitu:
1. Evaluasi Diri (Self-Eavaluation)
2. Panel Ahli (Experts Panel)
3. Evaluasi Dua dalam Satu (Two-on-One Evaluation)
4. Prototipa Kilat (Rapid Prototype)
Tapi dalam hal ini, kami akan coba membahas empat bentuk evaluasi formatif tersebut:
B. Review Ahli
Review ahli adalah proses di mana seorang atau beberapa ahli melakukan review terhadap versi media pembelajaran kasar atau masih dalam rancangan, seperti yang masih berupa naskah atau storyboard untuk menentukan kelebihan dan kelemahannya. Review ahli biasanya dilakukan dalam tahap pertama pada proses evaluasi formatif dimana media pembelajaran tersebut masih dalam kondisi draft kasar, meskipun sebenarnya pengkajian dapat dilakukan pada setiap tahap proses evaluasi baik ketika materi pembelajaran masih kasar ataupun sudah diperbaiki. Dalam suatu review ahli, seorang ahli diberikan suatu draft kasar, misal naskah atau storyboard untuk di dikaji dan diberikan serangkaian pertanyaan-pertanyaan yang telah ditentukan sebelumnya. Biasanya evaluator ikut bersamanya dan mencatat komentar-komentar ahli serta menanyakan hal-hal lainnya.
Review ahli ini mempunyai beberapa kelebihan. Yang pertama adalah bahwa review menghasilkan tipe informasi yang berbeda jika dibandingkan dengan informasi yang diperoleh dari evaluasi orang per orang, kelompok kecil atau uji lapangan. Kedua, kadang-kadang orang ahli yang dibutuhkan telah ada dan dibayar dengan murah. Sedangkan kelemahannya adalah pertama, review ahli tidak memberikan pandangan atau pendapat dari sudut pandang siswa. Yang kedua adalah bahwa review ahli memerlukan biaya yang mahal jika orang ahli harus dibayar per jam atau didatangkan dari wilayah yang jauh.
Informasi apa saja yang penting digali dalam review ahli? Jawabannya adalah tergantung dari media pembelajaran apa yang akan direview. Namun demikian beberapa hal sebagai berikut dapat dijadikan sebagai panduan, diantaranya:
1. Informasi yang berkaitan dengan materi (content); kelengkapan, akurasi, kepentingan, kedalaman, dll.
2. Informasi yang berkaitan dengan desain pembelajaran (instructional design); seperti kesesuaian dengan karakteristik siswa, kesesuaian antara tujuan–materi–evaluasi/test, ketepatan pemilihan media, kemenarikan bagi siswa, dan lain-lain.
3. Informasi yang berkaitan dengan implementasi (implementation); seperti kemudahan penggunaan, kesesuaian dengan lingkungan belajar sebenarnya, kompatibiltas dengan lingkungan atau media lain, dan lain-lain.
4. Informasi kulaitas teknis (technical quality); seperti kualitas audio, gambar, video, animasi, layout, warna, sound effect, grafis dan lain-lain.
Selanjutnya, siapa atau ahli apa saja yang kita pilih sebagai reviewer? Dalam prakteknya, pemilihan ahli akan sangat tergantung dari kebutuhan dan kondisi yang ada seperti kondisi waktu, biaya, dan tenaga. Namun demikian, Tessmer (1996) mengelompokkan beberapa ahli yang dapat kita pilih sebagai reviewer kedalam beberapa kategori berikut:
1. Subject Matter Expert (Ahli Materi),
Adalah orang yang telah memperoleh pengetahuan penuh tentang topik pembelajaran. Orang ahli tersebut misalnya profesor keuangan yang dapat dikatakan sebagai ahli materi untuk hukum keuangan. Dalam konteks Pustekkom, ahli materi biasanya diambil dari Universitas, dosen yang mengampu disiplin ilmu terkait.
2. Teaching/Training Expert (Guru/Widyiswara);
Adalah guru/ widyaiswara yang dapat memberikan bukti ekstra apakah materi dalam media pembelajaran yang akan dikembangkan telah sesuai, dapat diimplementasikan dan lain-lain. Mereka diminta untuk memberikan masukan tentang permasalahan yang mungkin dihadapi sebelum diberikan kepada siswa. Mereka juga dapat mengevaluasi kemungkinan kemudahan implementasinya ketika pembelajaran tersebut digunakan oleh guru. Char dan Hawkins (1987), dalam penelitiannya menemukan bahwa guru secara unik merupakan ahli pembelajaran, hal ini dikarenakan mereka dapat mengevaluasi dengan baik antara kesesuaian pembelajaran dengan konteks pembelajaran yang diharapkan.
3. Subject Sophisticates;
Salah satu kategori ahli yang diperkenalkan oleh Waston (1987) adalah orang subject sophisticates (dapat kita katakan sebagai siswa pintar) yang dianggap mampu mengevaluasi efektifitas materi dan pembelajaran. Seorang subject sophisticates merupakan siswa pintar yang telah berhasil menyelesaikan pembelajaran mirip atau sama dengan media pembelajaran yang sedang dikembangkan baik dari sisi materi maupun pendekatan. Subject sophisticates dapat memberikan pandangan atau masukan yang unik tentang kemenarikan, kemudahan penggunaan, kebersinambungan, dan bahkan dari sisi materi dan kualitas teknis.
4. Instructional Disain Expert (Ahli Desain Pembelajaran);
Ahli desain pembelajaran diperlukan untuk mereview aspek-aspek yang terkait dengan rancangan pembelajaran, meliputi kememadaian analisis tugas, kejelasan dan kelengkapan tujuan pembelajaran, kesesuaian strategi dan media yang digunakan, dan lain-lain.
5. Production Expert;
Ahli produksi khusus juga akan penting artinya untuk memberikan review ketika media pembelajaran yang dikembangkanmenggunakan tekhnologi yang tidak familiar bagi tim pengembang. Ahli ini mengetahui secara detail hal-hal yang berkaitan dengan aspek teknis dari media yang sedang dikembangkan. Contoh ahli produksi adalah produser video, sutradara, programmer, ahli animasi, perekayasa perangkat lunak, dan termasuk disini adalah ahli media (media experts).
6. Ahli Lain;
Ahli lain bisa meliputi editor, ahli hukum, ahli bahasa, administrator, orang tua, dan atau ahli manajemen pengetahuan (knowledge management) dan lain-lain.
C. Uji Lapangan (Field Test)
Adalah evaluasi yang dilakukan terhadap suatu media pembelajaran yang sudah selesai dikembangkan tapi masih membutuhkan atau memungkinkan untuk direvisi akhir. Sama seperti evaluasi kelompok kecil, uji lapangan dilakukan dalam situasi yang senyatanya dengan ketika media pembelajaran tersebut akan digunakan kelak. Uji lapangan dilakukan dengan tujuan untuk mengkonfirmasi akhir, memperoleh pendapat akhir dan menguji keefektifan dan kemampuan untuk diimpelementasikan terhadap media pembelajaran yang sudah dalam tahap akhir pengembangan. Tessmer (1996) mengatakan bahwa uji lapangan dapat dikatakan sebagai uji realitas (reality check), karena memang uji lapangan dilakukan diakhir menjelang suatu produk atau media pembelajaran disebarluaskan atau dipasarkan untuk digunakan oleh penggunanya. Istilah lain dari uji lapangan adalah “beta test” atau sering disebut juga”field trial”.
Uji lapangan dilakukan ketika media pembelajaran telah selesai direvisi, namun demikian masih memungkinkan untuk direvisi kembali. Selama evaluasi dilakukan evaluator bertindak sebagai pengamat guna menentukan seberapa jauh siswa atau guru telah dapat menggunakan media pembelajaran. Uji lapangan dapat dilakukan dalam satu atau beberapa lokasi (site) dengan karakteristik situasi yang mungkin berbeda secara simultan. Misal, uji lapangan dilakukan di beberapa kelas dari beberapa sekolah atau tempat pelatihan. Semua komponen pembelajaran seperti perlengkapan atau alat, panduan pemanfaatan, materi pembelajaran, panduan belajar dan test disiapkan dengan baik untuk dapat digunakan seperti situasi senyatanya. Seperti halnya denganevaluasi kelompok kecil, unsur lingkungan yang senyatanya (realistis) merupakan aspek penting dalam uji lapangan. Semakin bervariasi situasi di mana pembelajaran akan digunakan, semakin bervariasi pula media pembelajaran tersebut harus diujicobakan.
Salah satu kelebihan umum dari uji lapangan adalah bahwa dengan evaluasi tersebut akan diperoleh informasi apakah pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran tersebut akan benar-benar berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan dalam lingkungan belajarnya. Evaluator dapat melakukan ‘cek realitas’ dengan melakukan observasi dan mencatat atau merekam permasalahan yang timbul pada saat implementasinya.
Pertanyaan penting selanjutnya adalah informasi apa saja yang perlu digali dalam uji lapangan? Sebenarnya, dalam uji lapangan, fokus penggalian informasi lebih banyak menekankan pada masalah implementasi. Menurut Tessmer (1996) ada beberapa fokus pertanyaan yang perlu dijadikan patokan dalam uji lapangan, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Kemampuan untuk dapat dilaksanakan (Implementability);
Dapatkah media pembelajaran tersebut digunakan sesuai dengan apa yang diharapkan? Apakah penggunaanya memerlukan pelatihan khusus? Apakah diperlukan perangkat pendukung lain? Kendala apa saja yang dihadapi pengguna dalam menggunakan media pembelajaran tersebut?
2. Kesinambungan (Sustainability);
Faktor-faktor apa saja yang memungkinkan media pembelajaran tidak digunakan atau sebaliknya oleh pengguna (guru/siswa)? Akankah materi (content) suatu ketika nanti akan kedaluarsa (out of date)? Apakah media pembelajaran tersebut memungkinkan diadaptasi atau disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan oleh pengguna, khususnya guru/widyaiswara? Apakah tidak ada masalah berkaitan dengan pemeliharaan dan perawatan (maintenance)? Apakah teknologi pendukung, dalam periode waktu yang relatif pendek kedepan akan kedaluarsa? Dan lain-lain.
3. Efektifitas;
Masalah efektifitas dan efisiensi masih penting dalam evaluasi formatif. Seperti apakah dengan media pembelajaran tersebut yang digunakan dalam situasi senyatanya dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan baik? Apakah revisi yang telah dilakukan sebelumnya dapat meningkatkan pencapaian terhadap tujuan pembelajaran yang diharapkan? Apakah siswa (peserta pelatihan) dapat mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan setelah belajar dengan memanfaatkan media pembelajaran tersebut? Dan lain-lain.
4. Kecocokan dengan lingkungan (appropriateness);
Apakah media pembelajaran tersebut dapat digunakan dalam beberapa variasi lingkungan seperti di rumah, di dalam kelas, untuk belajar sendiri, untuk belajar klasikal, dan lain-lain? Apakah faktor yang mendukung dan menghambat ketika digunakan dalam berbagai variasi lingkungan yang berbeda-beda tersebut? Apakah media pembelajaran tersebut dapat digunakan dengan kondisi fasilitas yang paling minimal? Dan lain-lain.
5. Penerimaan dan kemenarikan (acceptance & attractiveness);
Pada bagian-bagian manakah yang membosankan atau sebaliknya? Hal-hal apa saja yang menyebabkan media pembelajaran tersebut membosankan atau sebaliknya? Apakah pengguna (guru, siswa, widyaiswara) menunjukkan kepuasan terhadap media pembelajaran tersebut? Apakah pengguna menyatakan bahwa media pembelajaran tersebut dapat memenuhi atau sesuai dengan kebutuhan mereka?
Inilah bentuk-bentuk evaluasi formatif yang disarankan Martin Tessmer (1996). Idealnya kelima bentuk evaluasi formatif tersebut dilaksanakan untuk memastikan bahwa media pembelajaran yang kita kembangkan benar-benar berkualitas.
D. One-to-One Evaluation
Evaluasi satu-satu adalah evaluasi yang melibatkan seorang siswa untuk mereview versi kasar media pembelajaran yang sedang dikembangkan dengan didampingi oleh seorang evaluator. Evaluator duduk bersama siswa ketika siswa menggunakan/wereview media pembelajaran, mengamati bagaimana siswa tersebut menggunakan media pembelajaran, mencatat komentar siswa, bertanya kepada sisiwa selama dan setelah penggunaan oleh siswa. Siswa juga biasanya akan diminta untuk menyelesaikan pre dan post test untuk mengukur efektifitas hasil belajar dengan menggunakan media tersebut.
Evaluasi satu-satu dilakukan sedini mungkin dalam proses pengembangan pembelajaran bahkan evaluasi ini sering dilakukan ketika masih dalam versi kasar pembelajaran. Evaluasi satu-satu biasanya dilakukan terhadap dua sampai empat orang secara bergantian. Tujuan selama evaluasi yang pertama atau kedua adalah untuk mengidentifikasi kemungkinan kesalahan (error) dalam hal seperti tata bahasa yang lemah, salah pengejaan, salah tanda baca, petunjuk yang tidak jelas. Tujuan evaluasi satu-satu sealnjutnya berfokus pada kriteria yang lebih instrinsik, seperti kesesuaian contoh, sistematika materi dan kemudahan penggunaan, kemenarikan, dan bahkan kepuasan siswa.
Guna membantu evaluator memperbaiki pembelajaran sebelum diberikan pada kelompok kecil atau digunakan oleh instruktur evaluasi satu-satu biasanya dilakukan sebelum kelompok kecil atau uji lapangan. Haruskah evaluasi satu-satu dilakukan sebelum atau sesudah dilakukan review ahli ? Sebenarnya, review ini berguna baik sebelum, sesudah, atau bersamaan dengan review ahli. Hal ini dikarenakan evaluasi sebenarnya sebenarnya memberikan informasi yang dapat melengkapi data dari review ahli atau sebaliknya hasil review ahli dapat melengkapi informasi revisi yang diperoleh dari evaluasi satu-satu. Bukti akhir dari rekomendasi ahli tentang kemenarikan dan efektifitas media pembelajaran yang sedang dikembangkan adalah reaksi siswa terhadap media tersebut. Jadi, evaluasi satu-satu penting untuk dilakukan setelah review ahli, khususnya jika evaluasi kelompok kecil atau uji lapangan karena sesuatu dan lain hal terpaksa tidak dilakukan.
Salah satu keuntungan dari evaluasi satu-satu adalah bahwa evaluasi ini memberikan informasi dari sudut pandang siswa. Dalam evaluasi satu-satu evaluator memiliki kesepatan untuk berbicara secara terbuka dengan siswa tentang reaksi mereka terhadap media pembelajaran yang sedang dikembangkan. Kemudian kita juga akan memperoleh kesempatan untuk menemukan alasan mengapa siswa mungkin mengalami kebingungan atau kesulitan terhadap beberapa aspek tertentu, atau mengetahui alasan mengapa siswa merasa tertarik terhadap aspek-aspek tertentu. Keuntungan lainnya adalah bahwa evaluasi ini dapat dilakukan dengan mudah, cepat, murah dan produktif. Wager (1981) dan Robeck (1965) menunjukkan bahwa menggunakan dua atau tiga orang siswa untuk melakukan evaluasi satu-satu dapat menghasilkan informasi atau masukan untuk revisi yang cukup memadai bagi versi draft kasar media pembelajaran yang sedang kita kembangkan.
Informasi yang dapat diperoleh dari evaluasi satu-satu meliputi beberapa aspek sebagai beirkut:
1. Materi (content);
Tingkat kesulitan, kejelasan, kemenarikan, keterkinian materi, dan lain-lain.
2. Desain Pembelajaran;
Keterbacaan, kejelasan tujuan pembelajaran, kelogisan sistematika penyampaian materi, dan lain-lain.
3. Implementasi (implementation);
Tingkat kemudahan dana tau kesulitan penggunaan, kemungkinan kesulitan yang dihadapi, dan lain-lain.
4. Kualitas teknis;
Kualitas animasi, video, layout, warna, dan lain-lain yang tentu saja menurut persepsi atau penerimaan mereka.
Berapa orang siswa yang dapat kita gunakan untuk evaluasi satu-satu. Tidak ada patokan. Dick and Carey (1990) menyatakan bahwa dua atau tiga orang siswa cukup memadai. Lowe, Thruston dan Brown (1983), melaporkan bahwa penggunaan seorang juga telah menghasilkan informasi yang cukup memadai sebagai bahan masukan untuk revisi.. Sedangkan Roebeck (1965) dan Bakker (1970), telah menggunakan dua orang siswa guna mendapatkan informasi untuk media pembelajaran yang belum direvisi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dua atau tiga orang siswa dianggap cukup untuk memperoleh informasi revisi.
Namun, pertanyaan berikutnya adalah bukan terkait dengan jumlah. Tapi, karakteristik siswa seperti apa yang dapat kita pilih untuk evaluasi satu-satu? Menurut Tessmer (1996), Untuk memilih subyek dalam evaluasi satu-satu, ada beberapa karakteristik yang dapat dijadikan patokan, yaitu:
1. Pengetahuan siswa;
Meliputi seberapa jauh mereka dapat mengetahui tentang materi yang akan dipelajari. Hal ini dapat diperoleh dari hasil tes karakteristik atau kemampuan awal, pre tes atau penilaian guru/widyisawara.
2. Kemampuan siswa;
Apakah siswa mempunyai kemampuan intelektual dan strategi belajar yang menunjukkan bahwa dirinya sebagai siswa yang dapat belajar cepat atau lambat. Inforamsi ini dapat diperoleh dari skor tes atau penilaian profesional.
3. Minat siswa;
meliputi apakah mereka akan menunjukkan motivasi yang kuat untuk mempelajari dan mereview media pembelajaran yang sedang dikembangkan.
4. Keterwakilan (Representativensess) siswa;
Seberapa banyak jumlah siswa dari populasi yang memiliki kemampuan, ketrampilan dan motivsi siswa seperti tersebut di atas.
5. Kepribadian siswa;
Apakah cukup percaya diri dan terbuka untuk mengekspresikan kritiknya selama evaluasi.
E. Small Group Evaluation
Evaluasi kelompok kecil adalah evaluasi yang dilakukan terhadap sekelompok siswa yang mengevaluasi media pembelajaran yang belum selesai. Evaluasi kelompok kecil merupakan salah satu bentuk evaluasi formatif yang paling populer dan biasanya dilakukan setelah review ahli dan evaluasi satu-satu. Evaluasi ini bertujuan untuk menghasilkan saran revisi lebih lanjut. Penggunaan kelompok kecil siswa membedakan ciri evaluasi kelompok kecil evaluasi satu-satu, dimana keduanya menggunakan siswa sebagai sumber data utama. Berbeda dengan evaluasi satu-satu, evaluasi kelompok kecil berfokus pada data-data tentang performa siswa guna menegaskan revisi sebelumnya serta menghasilkan rekomendasi revisi yang baru sebelum uji lapangan.
Dalam evaluasi kelompok kecil, guru atau widyaiswara memberikan pembelajaran sebagaimana mestinya kepada sekelompok kecil siswa. Pemebelajaran diberikan dalam suatu lingkungan yang sama dimana pembelajaran tersebut akan digunakan dalam ‘situasi nyatanya’ atau dalam kondisi yang sebenarnya. Dalam evaluasi kelompok kecil, evaluator akan mencatat bagaimana siswa dan instruktur melakukan proses pembelajaran dengan menggunakan media yang sedang kita kembangkan. Siswa sebagai bagian dari evaluasi, diberikan tes entry, pre-test, post test, atau kuesioner. Di akhir pembelajaran dan periode pengetesan, evaluator menguji ketegasan reaksi siswa terhadap pembelajaran (debriefing) dalam bentuk wawancara terbuka.
Evaluasi kelompok kecil idealnya dilakukan setelah review ahli dan evaluasi satu-satu. Namun demikian, seperti yang dikutip Watson (1986) bahwa evaluasi kelompok kecil kadang-kadang dapat dilakukan tanpa terlebih dahulu melakukan evaluasi lain. Dalam hal ini, evaluasi digunakan untuk mengidentifikasi masalah utama mengenai kejelasan dan efektifitas pembelajaran.
Salah satu kelebihan evaluasi kelompok kecil adalah bahwa evaluasi tersebut memberikan pengukuran kinerja siswa secara lebih akurat. Proses belajar daam evaluasi ini jika dibandingkan dengan evaluasi satu-satu akan lebih mirip dengan situasi belajar sebenarnya. Hal ini dikarenakan evaluator dapat melakukan interaksi langsung dengan siwa ketika belajar dalam kondisi yang mendekati sebenarnya. Di samping itu, evaluasi kelompok kecil lebih mudah dilakukan jika dibandingkan dengan evaluasi satu-satu. Kelemahan evaluasi kelompok kecil adalah bahwa evaluasi ini tidak mempunyai level interaksi personal seperti yang terjadi dalam evaluasi satu-satu. Sehingga konsekuensi dari evaluasi ini, tidak memberikan informasi intrinsik yang mencukupi.
Kelemahan lain adalah biaya dan waktu yang mahal seandainya siswa atau guru/widyaisawara harus dibayar atau didatangkan dari tempat yang jauh. Namun demikian, meskipun gratis (tanpa biaya besar) jika terdapat banyak jumlah tes dan penegasan (debriefing), serta banyaknya informasi yang ingin diperoleh, maka evaluasi ini tetap memiliki potensi menghabiskan waktu yang relatif banyak atau lama.
Perlu juga dicatat bahwa evaluasi kelompok kecil bukan merupakan pengganti dari review ahli. Informasi yang diperoleh dari evaluasi kelompok kecil benar-benar berasal dari sudut pandang siswa. Oleh karena itu, aspek materi, desain pembelajaran dan kulaitas teknis dan lain-lain harus mendapat masukan dari ahli, khususnya sebelum evaluasi kelompok kecil dilakukan.
Fokus pertanyaan untuk evaluasi kelompok kecil secara umum meliputi aspek seperti:
1. Efektifitas dan efisiensi;
Seberapa besar siswa yang lulus post tes dibandingkan dengan pr-test? Dapatkah siswa menyelesaikan pembelajaran dengan waktu yang secara rasional cukup efisien? Bagian mana saja yang memberikan potensi ketidak berhasilan siswa, dan lain-lain.
2. Aspek implementasi;
Dapatkah guru dan siswa menggunakannya dengan mudah? Apakah ada potensi guru dan siswa tidak memanfaatkannya diwaktu yang akan datang? Hal-hal apa saja yang memungkinkan guru dan siswa tidak mau menggunakan atau sebaliknya? Dan lain-lain
3. Aspek materi;
Memastikan apakah materi menarik, tidak terlalu dalam atau sebaliknya tidak terlalu rendah, dan lain-lain.
4. Asek desain pembelajaran;
Apakah strategi atau pendekatan yang digunakan tidak menarik? Unsur-unsur apa saja yang membuat guru dan atau siswa tidak tertarik atau sebaliknya? Dan lain-lain.
Selanjutnya, karakteristik siswa seperti apa yang harus dipilih sebagai subyek? Menurut Tessmer (1996), sebagai patokan, karakteristik siswa yang dapat dijadikan sebagai subyek evaluasi daat dilihat dari kiriteria sebagai berikut:
1. Kemampuan siswa;
Meliputi keterampilan dan tingkat intelektual yang dapat menjadi sarana mereka untuk belajar pada situasi yang berbeda, atau dengan beberapa tingkat kesulitan berbeda;
2. Pengetahuan siswa;
Meliputi seberapa banyak keterampilan awal yang dimiliki mereka dan seberapa banyak target keterampilan yang belum mereka miliki;
3. Motivasi belajar;
Meliputi seberapa besar tingkat ketrtertarikan siswa terhadap topik tersebut;
4. Motivasi untuk melakukan evaluasi;
Yaitu seberapa seriuskah kemungkinan mereka dalam melakukan evaluasi:
5. Literasi tekhnologi;
Keterampilan dalam menggunakan perlengkapan dan software dari media pembelajaran tersebut;
6. Faktor bahasa dan budaya;
Latar bekang suku, gender, kemampuan bahasa, nilai.
F. Penutup
Setelah mengetahui kelemahan dan kelebihan dari berbagai macam evaluasi, perlu dilakukan pengidentifikasian hal-hal berikut sebelum melakukan proses revisi materi instruksional, hal-hal tersebut adalah:
1. Group’s Item-by-Objective Performance
2. Learners’ Item-by-Objective Performance
3. Learners’ Performance across Tests
4. Graphing Learners’ Performance
5. Other Types of Data
6. Sequence for Examining Data
7. Entry Behaviours
8. Pretests and Postests
9. Instructional Strategy
10. Learning Time
11. Instructional Procedures
Revision Process
G. Daftar Pustaka
Dick and Carey (2005), The Systematic Design of Instructional, Sixth Edition, Pearson, Boston, New York, San Francisco
Martin Tessmer (1996), Planning and Conducting Formative Evaluation
Ada dua jenis dasar dari revisi yang akan dipertimbangkan dengan materi yaitu:
1. Perubahan pada proses pembuatan isi atau unsur dari materi guna membuat meteri tersebut lebih akurat atau lebih efektif sebagai satu alat belajar.
2. Perubahan yang berhubungan dengan prosedur pengerjaan yang digunaankan pada materi.
Di pembahasan ini, kita akan mengetahuai bagaimana data dari berbagai evaluasi perkembangan sumber dapat diringkas dan dipergunakan untuk mengidentifikasi bagian dari bahan/materi tersebut harus diperbaiki. Kita akan mencatat bahwa kita tidak akan mengkaitkan dengan menggunakan dari statistik kompleks di langkah ini dari desain instruksional memproses karena dengan descriptif sederhaa dan ringkasan dari suatu data adalah sudah dipandang cukup. Perincian test statistik adalah jarang digunakan pada evaluasi perkembangan dan proses revisi.
Berikut adalah bentuk bentuk evaluasi formatif. Martin Tessmer (1996) menyebutkan sedikitnya ada empat bentuk evaluasi formatif, yaitu:
1. Review Ahli (Experts Review)
2. Evaluasi Satu-Satu (One-to-One Evaluation)
3. Evaluasi Kelompok Kecil (Small Group Evaluation)
4. Uji Lapangan (Field Test)
Sementara menurut Dick & Carey, terdiri dari 6 bentuk sebagai berikut:
1. Review Rancangan (Design Review)
2. Review Ahli (Experts Review)
3. Evaluasi Satu-Satu (One-to-One Evaluation)
4. Evaluasi Kelompok Kecil (Small Group Evaluation)
5. Uji Lapangan (Field Test)
6. On Going Evaluation
Disamping itu, ada beberapa bentuk evaluasi formatif alternatif lain, yaitu:
1. Evaluasi Diri (Self-Eavaluation)
2. Panel Ahli (Experts Panel)
3. Evaluasi Dua dalam Satu (Two-on-One Evaluation)
4. Prototipa Kilat (Rapid Prototype)
Tapi dalam hal ini, kami akan coba membahas empat bentuk evaluasi formatif tersebut:
B. Review Ahli
Review ahli adalah proses di mana seorang atau beberapa ahli melakukan review terhadap versi media pembelajaran kasar atau masih dalam rancangan, seperti yang masih berupa naskah atau storyboard untuk menentukan kelebihan dan kelemahannya. Review ahli biasanya dilakukan dalam tahap pertama pada proses evaluasi formatif dimana media pembelajaran tersebut masih dalam kondisi draft kasar, meskipun sebenarnya pengkajian dapat dilakukan pada setiap tahap proses evaluasi baik ketika materi pembelajaran masih kasar ataupun sudah diperbaiki. Dalam suatu review ahli, seorang ahli diberikan suatu draft kasar, misal naskah atau storyboard untuk di dikaji dan diberikan serangkaian pertanyaan-pertanyaan yang telah ditentukan sebelumnya. Biasanya evaluator ikut bersamanya dan mencatat komentar-komentar ahli serta menanyakan hal-hal lainnya.
Review ahli ini mempunyai beberapa kelebihan. Yang pertama adalah bahwa review menghasilkan tipe informasi yang berbeda jika dibandingkan dengan informasi yang diperoleh dari evaluasi orang per orang, kelompok kecil atau uji lapangan. Kedua, kadang-kadang orang ahli yang dibutuhkan telah ada dan dibayar dengan murah. Sedangkan kelemahannya adalah pertama, review ahli tidak memberikan pandangan atau pendapat dari sudut pandang siswa. Yang kedua adalah bahwa review ahli memerlukan biaya yang mahal jika orang ahli harus dibayar per jam atau didatangkan dari wilayah yang jauh.
Informasi apa saja yang penting digali dalam review ahli? Jawabannya adalah tergantung dari media pembelajaran apa yang akan direview. Namun demikian beberapa hal sebagai berikut dapat dijadikan sebagai panduan, diantaranya:
1. Informasi yang berkaitan dengan materi (content); kelengkapan, akurasi, kepentingan, kedalaman, dll.
2. Informasi yang berkaitan dengan desain pembelajaran (instructional design); seperti kesesuaian dengan karakteristik siswa, kesesuaian antara tujuan–materi–evaluasi/test, ketepatan pemilihan media, kemenarikan bagi siswa, dan lain-lain.
3. Informasi yang berkaitan dengan implementasi (implementation); seperti kemudahan penggunaan, kesesuaian dengan lingkungan belajar sebenarnya, kompatibiltas dengan lingkungan atau media lain, dan lain-lain.
4. Informasi kulaitas teknis (technical quality); seperti kualitas audio, gambar, video, animasi, layout, warna, sound effect, grafis dan lain-lain.
Selanjutnya, siapa atau ahli apa saja yang kita pilih sebagai reviewer? Dalam prakteknya, pemilihan ahli akan sangat tergantung dari kebutuhan dan kondisi yang ada seperti kondisi waktu, biaya, dan tenaga. Namun demikian, Tessmer (1996) mengelompokkan beberapa ahli yang dapat kita pilih sebagai reviewer kedalam beberapa kategori berikut:
1. Subject Matter Expert (Ahli Materi),
Adalah orang yang telah memperoleh pengetahuan penuh tentang topik pembelajaran. Orang ahli tersebut misalnya profesor keuangan yang dapat dikatakan sebagai ahli materi untuk hukum keuangan. Dalam konteks Pustekkom, ahli materi biasanya diambil dari Universitas, dosen yang mengampu disiplin ilmu terkait.
2. Teaching/Training Expert (Guru/Widyiswara);
Adalah guru/ widyaiswara yang dapat memberikan bukti ekstra apakah materi dalam media pembelajaran yang akan dikembangkan telah sesuai, dapat diimplementasikan dan lain-lain. Mereka diminta untuk memberikan masukan tentang permasalahan yang mungkin dihadapi sebelum diberikan kepada siswa. Mereka juga dapat mengevaluasi kemungkinan kemudahan implementasinya ketika pembelajaran tersebut digunakan oleh guru. Char dan Hawkins (1987), dalam penelitiannya menemukan bahwa guru secara unik merupakan ahli pembelajaran, hal ini dikarenakan mereka dapat mengevaluasi dengan baik antara kesesuaian pembelajaran dengan konteks pembelajaran yang diharapkan.
3. Subject Sophisticates;
Salah satu kategori ahli yang diperkenalkan oleh Waston (1987) adalah orang subject sophisticates (dapat kita katakan sebagai siswa pintar) yang dianggap mampu mengevaluasi efektifitas materi dan pembelajaran. Seorang subject sophisticates merupakan siswa pintar yang telah berhasil menyelesaikan pembelajaran mirip atau sama dengan media pembelajaran yang sedang dikembangkan baik dari sisi materi maupun pendekatan. Subject sophisticates dapat memberikan pandangan atau masukan yang unik tentang kemenarikan, kemudahan penggunaan, kebersinambungan, dan bahkan dari sisi materi dan kualitas teknis.
4. Instructional Disain Expert (Ahli Desain Pembelajaran);
Ahli desain pembelajaran diperlukan untuk mereview aspek-aspek yang terkait dengan rancangan pembelajaran, meliputi kememadaian analisis tugas, kejelasan dan kelengkapan tujuan pembelajaran, kesesuaian strategi dan media yang digunakan, dan lain-lain.
5. Production Expert;
Ahli produksi khusus juga akan penting artinya untuk memberikan review ketika media pembelajaran yang dikembangkanmenggunakan tekhnologi yang tidak familiar bagi tim pengembang. Ahli ini mengetahui secara detail hal-hal yang berkaitan dengan aspek teknis dari media yang sedang dikembangkan. Contoh ahli produksi adalah produser video, sutradara, programmer, ahli animasi, perekayasa perangkat lunak, dan termasuk disini adalah ahli media (media experts).
6. Ahli Lain;
Ahli lain bisa meliputi editor, ahli hukum, ahli bahasa, administrator, orang tua, dan atau ahli manajemen pengetahuan (knowledge management) dan lain-lain.
C. Uji Lapangan (Field Test)
Adalah evaluasi yang dilakukan terhadap suatu media pembelajaran yang sudah selesai dikembangkan tapi masih membutuhkan atau memungkinkan untuk direvisi akhir. Sama seperti evaluasi kelompok kecil, uji lapangan dilakukan dalam situasi yang senyatanya dengan ketika media pembelajaran tersebut akan digunakan kelak. Uji lapangan dilakukan dengan tujuan untuk mengkonfirmasi akhir, memperoleh pendapat akhir dan menguji keefektifan dan kemampuan untuk diimpelementasikan terhadap media pembelajaran yang sudah dalam tahap akhir pengembangan. Tessmer (1996) mengatakan bahwa uji lapangan dapat dikatakan sebagai uji realitas (reality check), karena memang uji lapangan dilakukan diakhir menjelang suatu produk atau media pembelajaran disebarluaskan atau dipasarkan untuk digunakan oleh penggunanya. Istilah lain dari uji lapangan adalah “beta test” atau sering disebut juga”field trial”.
Uji lapangan dilakukan ketika media pembelajaran telah selesai direvisi, namun demikian masih memungkinkan untuk direvisi kembali. Selama evaluasi dilakukan evaluator bertindak sebagai pengamat guna menentukan seberapa jauh siswa atau guru telah dapat menggunakan media pembelajaran. Uji lapangan dapat dilakukan dalam satu atau beberapa lokasi (site) dengan karakteristik situasi yang mungkin berbeda secara simultan. Misal, uji lapangan dilakukan di beberapa kelas dari beberapa sekolah atau tempat pelatihan. Semua komponen pembelajaran seperti perlengkapan atau alat, panduan pemanfaatan, materi pembelajaran, panduan belajar dan test disiapkan dengan baik untuk dapat digunakan seperti situasi senyatanya. Seperti halnya denganevaluasi kelompok kecil, unsur lingkungan yang senyatanya (realistis) merupakan aspek penting dalam uji lapangan. Semakin bervariasi situasi di mana pembelajaran akan digunakan, semakin bervariasi pula media pembelajaran tersebut harus diujicobakan.
Salah satu kelebihan umum dari uji lapangan adalah bahwa dengan evaluasi tersebut akan diperoleh informasi apakah pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran tersebut akan benar-benar berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan dalam lingkungan belajarnya. Evaluator dapat melakukan ‘cek realitas’ dengan melakukan observasi dan mencatat atau merekam permasalahan yang timbul pada saat implementasinya.
Pertanyaan penting selanjutnya adalah informasi apa saja yang perlu digali dalam uji lapangan? Sebenarnya, dalam uji lapangan, fokus penggalian informasi lebih banyak menekankan pada masalah implementasi. Menurut Tessmer (1996) ada beberapa fokus pertanyaan yang perlu dijadikan patokan dalam uji lapangan, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Kemampuan untuk dapat dilaksanakan (Implementability);
Dapatkah media pembelajaran tersebut digunakan sesuai dengan apa yang diharapkan? Apakah penggunaanya memerlukan pelatihan khusus? Apakah diperlukan perangkat pendukung lain? Kendala apa saja yang dihadapi pengguna dalam menggunakan media pembelajaran tersebut?
2. Kesinambungan (Sustainability);
Faktor-faktor apa saja yang memungkinkan media pembelajaran tidak digunakan atau sebaliknya oleh pengguna (guru/siswa)? Akankah materi (content) suatu ketika nanti akan kedaluarsa (out of date)? Apakah media pembelajaran tersebut memungkinkan diadaptasi atau disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan oleh pengguna, khususnya guru/widyaiswara? Apakah tidak ada masalah berkaitan dengan pemeliharaan dan perawatan (maintenance)? Apakah teknologi pendukung, dalam periode waktu yang relatif pendek kedepan akan kedaluarsa? Dan lain-lain.
3. Efektifitas;
Masalah efektifitas dan efisiensi masih penting dalam evaluasi formatif. Seperti apakah dengan media pembelajaran tersebut yang digunakan dalam situasi senyatanya dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan baik? Apakah revisi yang telah dilakukan sebelumnya dapat meningkatkan pencapaian terhadap tujuan pembelajaran yang diharapkan? Apakah siswa (peserta pelatihan) dapat mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan setelah belajar dengan memanfaatkan media pembelajaran tersebut? Dan lain-lain.
4. Kecocokan dengan lingkungan (appropriateness);
Apakah media pembelajaran tersebut dapat digunakan dalam beberapa variasi lingkungan seperti di rumah, di dalam kelas, untuk belajar sendiri, untuk belajar klasikal, dan lain-lain? Apakah faktor yang mendukung dan menghambat ketika digunakan dalam berbagai variasi lingkungan yang berbeda-beda tersebut? Apakah media pembelajaran tersebut dapat digunakan dengan kondisi fasilitas yang paling minimal? Dan lain-lain.
5. Penerimaan dan kemenarikan (acceptance & attractiveness);
Pada bagian-bagian manakah yang membosankan atau sebaliknya? Hal-hal apa saja yang menyebabkan media pembelajaran tersebut membosankan atau sebaliknya? Apakah pengguna (guru, siswa, widyaiswara) menunjukkan kepuasan terhadap media pembelajaran tersebut? Apakah pengguna menyatakan bahwa media pembelajaran tersebut dapat memenuhi atau sesuai dengan kebutuhan mereka?
Inilah bentuk-bentuk evaluasi formatif yang disarankan Martin Tessmer (1996). Idealnya kelima bentuk evaluasi formatif tersebut dilaksanakan untuk memastikan bahwa media pembelajaran yang kita kembangkan benar-benar berkualitas.
D. One-to-One Evaluation
Evaluasi satu-satu adalah evaluasi yang melibatkan seorang siswa untuk mereview versi kasar media pembelajaran yang sedang dikembangkan dengan didampingi oleh seorang evaluator. Evaluator duduk bersama siswa ketika siswa menggunakan/wereview media pembelajaran, mengamati bagaimana siswa tersebut menggunakan media pembelajaran, mencatat komentar siswa, bertanya kepada sisiwa selama dan setelah penggunaan oleh siswa. Siswa juga biasanya akan diminta untuk menyelesaikan pre dan post test untuk mengukur efektifitas hasil belajar dengan menggunakan media tersebut.
Evaluasi satu-satu dilakukan sedini mungkin dalam proses pengembangan pembelajaran bahkan evaluasi ini sering dilakukan ketika masih dalam versi kasar pembelajaran. Evaluasi satu-satu biasanya dilakukan terhadap dua sampai empat orang secara bergantian. Tujuan selama evaluasi yang pertama atau kedua adalah untuk mengidentifikasi kemungkinan kesalahan (error) dalam hal seperti tata bahasa yang lemah, salah pengejaan, salah tanda baca, petunjuk yang tidak jelas. Tujuan evaluasi satu-satu sealnjutnya berfokus pada kriteria yang lebih instrinsik, seperti kesesuaian contoh, sistematika materi dan kemudahan penggunaan, kemenarikan, dan bahkan kepuasan siswa.
Guna membantu evaluator memperbaiki pembelajaran sebelum diberikan pada kelompok kecil atau digunakan oleh instruktur evaluasi satu-satu biasanya dilakukan sebelum kelompok kecil atau uji lapangan. Haruskah evaluasi satu-satu dilakukan sebelum atau sesudah dilakukan review ahli ? Sebenarnya, review ini berguna baik sebelum, sesudah, atau bersamaan dengan review ahli. Hal ini dikarenakan evaluasi sebenarnya sebenarnya memberikan informasi yang dapat melengkapi data dari review ahli atau sebaliknya hasil review ahli dapat melengkapi informasi revisi yang diperoleh dari evaluasi satu-satu. Bukti akhir dari rekomendasi ahli tentang kemenarikan dan efektifitas media pembelajaran yang sedang dikembangkan adalah reaksi siswa terhadap media tersebut. Jadi, evaluasi satu-satu penting untuk dilakukan setelah review ahli, khususnya jika evaluasi kelompok kecil atau uji lapangan karena sesuatu dan lain hal terpaksa tidak dilakukan.
Salah satu keuntungan dari evaluasi satu-satu adalah bahwa evaluasi ini memberikan informasi dari sudut pandang siswa. Dalam evaluasi satu-satu evaluator memiliki kesepatan untuk berbicara secara terbuka dengan siswa tentang reaksi mereka terhadap media pembelajaran yang sedang dikembangkan. Kemudian kita juga akan memperoleh kesempatan untuk menemukan alasan mengapa siswa mungkin mengalami kebingungan atau kesulitan terhadap beberapa aspek tertentu, atau mengetahui alasan mengapa siswa merasa tertarik terhadap aspek-aspek tertentu. Keuntungan lainnya adalah bahwa evaluasi ini dapat dilakukan dengan mudah, cepat, murah dan produktif. Wager (1981) dan Robeck (1965) menunjukkan bahwa menggunakan dua atau tiga orang siswa untuk melakukan evaluasi satu-satu dapat menghasilkan informasi atau masukan untuk revisi yang cukup memadai bagi versi draft kasar media pembelajaran yang sedang kita kembangkan.
Informasi yang dapat diperoleh dari evaluasi satu-satu meliputi beberapa aspek sebagai beirkut:
1. Materi (content);
Tingkat kesulitan, kejelasan, kemenarikan, keterkinian materi, dan lain-lain.
2. Desain Pembelajaran;
Keterbacaan, kejelasan tujuan pembelajaran, kelogisan sistematika penyampaian materi, dan lain-lain.
3. Implementasi (implementation);
Tingkat kemudahan dana tau kesulitan penggunaan, kemungkinan kesulitan yang dihadapi, dan lain-lain.
4. Kualitas teknis;
Kualitas animasi, video, layout, warna, dan lain-lain yang tentu saja menurut persepsi atau penerimaan mereka.
Berapa orang siswa yang dapat kita gunakan untuk evaluasi satu-satu. Tidak ada patokan. Dick and Carey (1990) menyatakan bahwa dua atau tiga orang siswa cukup memadai. Lowe, Thruston dan Brown (1983), melaporkan bahwa penggunaan seorang juga telah menghasilkan informasi yang cukup memadai sebagai bahan masukan untuk revisi.. Sedangkan Roebeck (1965) dan Bakker (1970), telah menggunakan dua orang siswa guna mendapatkan informasi untuk media pembelajaran yang belum direvisi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dua atau tiga orang siswa dianggap cukup untuk memperoleh informasi revisi.
Namun, pertanyaan berikutnya adalah bukan terkait dengan jumlah. Tapi, karakteristik siswa seperti apa yang dapat kita pilih untuk evaluasi satu-satu? Menurut Tessmer (1996), Untuk memilih subyek dalam evaluasi satu-satu, ada beberapa karakteristik yang dapat dijadikan patokan, yaitu:
1. Pengetahuan siswa;
Meliputi seberapa jauh mereka dapat mengetahui tentang materi yang akan dipelajari. Hal ini dapat diperoleh dari hasil tes karakteristik atau kemampuan awal, pre tes atau penilaian guru/widyisawara.
2. Kemampuan siswa;
Apakah siswa mempunyai kemampuan intelektual dan strategi belajar yang menunjukkan bahwa dirinya sebagai siswa yang dapat belajar cepat atau lambat. Inforamsi ini dapat diperoleh dari skor tes atau penilaian profesional.
3. Minat siswa;
meliputi apakah mereka akan menunjukkan motivasi yang kuat untuk mempelajari dan mereview media pembelajaran yang sedang dikembangkan.
4. Keterwakilan (Representativensess) siswa;
Seberapa banyak jumlah siswa dari populasi yang memiliki kemampuan, ketrampilan dan motivsi siswa seperti tersebut di atas.
5. Kepribadian siswa;
Apakah cukup percaya diri dan terbuka untuk mengekspresikan kritiknya selama evaluasi.
E. Small Group Evaluation
Evaluasi kelompok kecil adalah evaluasi yang dilakukan terhadap sekelompok siswa yang mengevaluasi media pembelajaran yang belum selesai. Evaluasi kelompok kecil merupakan salah satu bentuk evaluasi formatif yang paling populer dan biasanya dilakukan setelah review ahli dan evaluasi satu-satu. Evaluasi ini bertujuan untuk menghasilkan saran revisi lebih lanjut. Penggunaan kelompok kecil siswa membedakan ciri evaluasi kelompok kecil evaluasi satu-satu, dimana keduanya menggunakan siswa sebagai sumber data utama. Berbeda dengan evaluasi satu-satu, evaluasi kelompok kecil berfokus pada data-data tentang performa siswa guna menegaskan revisi sebelumnya serta menghasilkan rekomendasi revisi yang baru sebelum uji lapangan.
Dalam evaluasi kelompok kecil, guru atau widyaiswara memberikan pembelajaran sebagaimana mestinya kepada sekelompok kecil siswa. Pemebelajaran diberikan dalam suatu lingkungan yang sama dimana pembelajaran tersebut akan digunakan dalam ‘situasi nyatanya’ atau dalam kondisi yang sebenarnya. Dalam evaluasi kelompok kecil, evaluator akan mencatat bagaimana siswa dan instruktur melakukan proses pembelajaran dengan menggunakan media yang sedang kita kembangkan. Siswa sebagai bagian dari evaluasi, diberikan tes entry, pre-test, post test, atau kuesioner. Di akhir pembelajaran dan periode pengetesan, evaluator menguji ketegasan reaksi siswa terhadap pembelajaran (debriefing) dalam bentuk wawancara terbuka.
Evaluasi kelompok kecil idealnya dilakukan setelah review ahli dan evaluasi satu-satu. Namun demikian, seperti yang dikutip Watson (1986) bahwa evaluasi kelompok kecil kadang-kadang dapat dilakukan tanpa terlebih dahulu melakukan evaluasi lain. Dalam hal ini, evaluasi digunakan untuk mengidentifikasi masalah utama mengenai kejelasan dan efektifitas pembelajaran.
Salah satu kelebihan evaluasi kelompok kecil adalah bahwa evaluasi tersebut memberikan pengukuran kinerja siswa secara lebih akurat. Proses belajar daam evaluasi ini jika dibandingkan dengan evaluasi satu-satu akan lebih mirip dengan situasi belajar sebenarnya. Hal ini dikarenakan evaluator dapat melakukan interaksi langsung dengan siwa ketika belajar dalam kondisi yang mendekati sebenarnya. Di samping itu, evaluasi kelompok kecil lebih mudah dilakukan jika dibandingkan dengan evaluasi satu-satu. Kelemahan evaluasi kelompok kecil adalah bahwa evaluasi ini tidak mempunyai level interaksi personal seperti yang terjadi dalam evaluasi satu-satu. Sehingga konsekuensi dari evaluasi ini, tidak memberikan informasi intrinsik yang mencukupi.
Kelemahan lain adalah biaya dan waktu yang mahal seandainya siswa atau guru/widyaisawara harus dibayar atau didatangkan dari tempat yang jauh. Namun demikian, meskipun gratis (tanpa biaya besar) jika terdapat banyak jumlah tes dan penegasan (debriefing), serta banyaknya informasi yang ingin diperoleh, maka evaluasi ini tetap memiliki potensi menghabiskan waktu yang relatif banyak atau lama.
Perlu juga dicatat bahwa evaluasi kelompok kecil bukan merupakan pengganti dari review ahli. Informasi yang diperoleh dari evaluasi kelompok kecil benar-benar berasal dari sudut pandang siswa. Oleh karena itu, aspek materi, desain pembelajaran dan kulaitas teknis dan lain-lain harus mendapat masukan dari ahli, khususnya sebelum evaluasi kelompok kecil dilakukan.
Fokus pertanyaan untuk evaluasi kelompok kecil secara umum meliputi aspek seperti:
1. Efektifitas dan efisiensi;
Seberapa besar siswa yang lulus post tes dibandingkan dengan pr-test? Dapatkah siswa menyelesaikan pembelajaran dengan waktu yang secara rasional cukup efisien? Bagian mana saja yang memberikan potensi ketidak berhasilan siswa, dan lain-lain.
2. Aspek implementasi;
Dapatkah guru dan siswa menggunakannya dengan mudah? Apakah ada potensi guru dan siswa tidak memanfaatkannya diwaktu yang akan datang? Hal-hal apa saja yang memungkinkan guru dan siswa tidak mau menggunakan atau sebaliknya? Dan lain-lain
3. Aspek materi;
Memastikan apakah materi menarik, tidak terlalu dalam atau sebaliknya tidak terlalu rendah, dan lain-lain.
4. Asek desain pembelajaran;
Apakah strategi atau pendekatan yang digunakan tidak menarik? Unsur-unsur apa saja yang membuat guru dan atau siswa tidak tertarik atau sebaliknya? Dan lain-lain.
Selanjutnya, karakteristik siswa seperti apa yang harus dipilih sebagai subyek? Menurut Tessmer (1996), sebagai patokan, karakteristik siswa yang dapat dijadikan sebagai subyek evaluasi daat dilihat dari kiriteria sebagai berikut:
1. Kemampuan siswa;
Meliputi keterampilan dan tingkat intelektual yang dapat menjadi sarana mereka untuk belajar pada situasi yang berbeda, atau dengan beberapa tingkat kesulitan berbeda;
2. Pengetahuan siswa;
Meliputi seberapa banyak keterampilan awal yang dimiliki mereka dan seberapa banyak target keterampilan yang belum mereka miliki;
3. Motivasi belajar;
Meliputi seberapa besar tingkat ketrtertarikan siswa terhadap topik tersebut;
4. Motivasi untuk melakukan evaluasi;
Yaitu seberapa seriuskah kemungkinan mereka dalam melakukan evaluasi:
5. Literasi tekhnologi;
Keterampilan dalam menggunakan perlengkapan dan software dari media pembelajaran tersebut;
6. Faktor bahasa dan budaya;
Latar bekang suku, gender, kemampuan bahasa, nilai.
F. Penutup
Setelah mengetahui kelemahan dan kelebihan dari berbagai macam evaluasi, perlu dilakukan pengidentifikasian hal-hal berikut sebelum melakukan proses revisi materi instruksional, hal-hal tersebut adalah:
1. Group’s Item-by-Objective Performance
2. Learners’ Item-by-Objective Performance
3. Learners’ Performance across Tests
4. Graphing Learners’ Performance
5. Other Types of Data
6. Sequence for Examining Data
7. Entry Behaviours
8. Pretests and Postests
9. Instructional Strategy
10. Learning Time
11. Instructional Procedures
Revision Process
G. Daftar Pustaka
Dick and Carey (2005), The Systematic Design of Instructional, Sixth Edition, Pearson, Boston, New York, San Francisco
Martin Tessmer (1996), Planning and Conducting Formative Evaluation
Posting Komentar